🍁 Trente Six - 36

374 48 0
                                    

Perasaan ini memberontak, sudah lelah untuk mengalah. Sekarang sudah waktunya perasaan ini untuk berjuang dan sedikit egois.
•••

Rigel menatap rumah megah di depannya dengan malas, ia melirik jam tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rigel menatap rumah megah di depannya dengan malas, ia melirik jam tangannya. Berharap jam tersebut bergerak lebih cepat.

“Semoga cepet selesai.”

Rigel melangkahkan kaki ke pintu utama. Ia memasang wajah datar dengan tangan dimasukan ke dalam saku celana.

Ia menghembuskan napasnya pelan, tangannya terangkat untuk menekan bel yang ada di samping pintu utama.

Satu kali, tidak ada tanda-tanda seseorang akan membukakan pintu utama. Rigel kembali memencet bel yang berada di samping pintu utama.
Suara langkah kaki terdengar dari dalam, Rigel memasang wajah datarnya dengan sebaik mungkin.

Cklekk

"Den Rigel ya?"

Rigel menganggukan kepalanya pelan.

"Ayo Den masuk, Nyonya dan Tuan ada di dalem."

Rigel mengangguk, ia melangkah mengikuti pembantu rumah tangga memasuki rumah.

Zulfikar membalikkan tubuhnya saat mendengar suara langkah kaki mendekat, ia menatap Rigel dengan senyum tipis, “akhirnya datang juga.”

Rigel menganggukan kepalanya pelan, ia melangkah menghampiri Zulfikar dan Lesti yang berada di ruang keluarga.

“Kamu datang?”

Rigel tersenyum tipis, “iya Tan.”

Lesti tersenyum, “panggil Mama, kamu kan tunangan Bianca.”

Rigel tersenyum masam, ingin rasanya ia berdecih kesal. Tapi ia masih ingat kesopanan pada Lesti dan Zulfikar. Entah dosa apa yang ia perbuat di masa lalu, hingga ia mendapat karma yang begitu menyeramkan. Menurutnya.

“Kamu bantu bujuk Bianca ya? Dia gak mau keluar kamar,” ujar Lesti, tangannya menepuk bahu Rigel pelan. “Mama mau siapin makan malam dulu, nanti kamu makan di sini ya.”

“Tapi—“

Lesti menggelengkan kepalanya pelan, “gak ada tapi-tapian, pasti Bianca senang.”

Rigel mengumpat dalam hati, ia harus mencari cara agar bisa keluar secepatnya dari sini. Zulfikar menuruni anak tangga, ia tersenyum kecil ke arah Rigel.

“Bianca tetep gak mau keluar kamar, coba kamu bujuk dia,” ujar Zulfikar.

Lesti tersenyum, ia menepuk bahu Rigel, “sana ke kamar Bianca. Pendekatan lah, setelah lulus kalian akan nikah.”

Rigel menatap tidak percaya ke arah Lesti, “aku mau kuliah Tan.”

“Mama,” ralat Lesti.

“Aku mau kuliah Mah, aku mau kerja dulu. Mau jadi orang sukses.”

Antara Cinta, Waktu, dan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang