.
.
.
"Tak terasa sudah 2 tahun kita menikah,"
Ujar Devan sembari membenahi poni tipis Nabil, masih di atas ranjang tidur mereka."Iya, semoga kita lekas di karuniai anak ya, Dev"
"Aamiin..."
Nabil tersenyum.
"Sayang? Aku ingin bicara satu hal penting"
Devan menyingkapkan selimut dan duduk menghadapku."Bicara apa? Koq tumben, izin dulu?"
"Tapi janji, jangan ngambek, ya!"
"In Syaa Allah ..."
"Sayang, kita sudah hijrah sama-sama, mengaji sama-sama, jalankan Sunnah sama-sama. Tapi ada satu sunnah yang belum kita penuhi."
"Iya ... apa? Ku rasa kita sudah lengkap menjalankan kewajiban kita dan sunnah, sholat Sunnah, dzikir, sodaqoh, sudah kita lakukan, kan Dev? Apa iya masih ada yang kurang? Coba beri tahu aku!"
Devan tak langsung menjawab. Ia biarkan Nabil berfikir sejenak.
(Ada apa sih? Apa aku ada salah, ya? Perasaan ... seperti biasa aku menyiapkan air hangat untuk mandi Devan, aku juga tidak pernah membeli lauk pauk di luar sana untuk makan Devan. Selalu ku masak dengan tanganku sendiri. Pakaian rapi dan wangi selalu ku persiapkan sebelum Devan berangkat kerja. Sarapanpun selalu tersaji di meja makan, tepat sebelum pukul enam tiba. Oya, setiap malam aku pun selalu bangun untuk melaksanakan sholat Sunnah bersama Devan, tak ada satupun tugasku yang tercecer, selalu rapi semuanya. Lalu ... apa kurangku hingga Devan berucap seperti itu ...?)
Nabil masih bertanya-tanya dalam benaknya."Izinkan aku menikah lagi, Nabil"
Pinta Devan.(Whaaaaaaaattttt ....!!!? Bagai tersambar petir di siang bolong. Tak ada angin, tak ada hujan, Devan berucap demikian)
"Masih pagi ahhhh ... Devaaaan ... apaan siiiih ... gak lucu tauuuu ... huft"
Sebuah bantal kecil mendarat di pangkuan Devan.Devan tertawa... ia melanjutkan pernyataan nya.
"Benar, sayaaaang ... aku serius!"
Tawa Nabilpun terhenti. Ia menatap dalam wajah suaminya.
"Kamu serius, Devan?"
Devan menjawab dengan anggukan.
"Apa salahku, Devan ...?"
Air mata Nabil mulai menitik, hatinya hancur berkeping-keping."Sayang! Sayang! Kau jangan menangis ...! Sini, ku peluk ..!"
Devan meraih tubuh Nabil dan memeluknya.
Diusap-usapnya kepala Nabil dengan lembut."Ke-kenapa kau ingin menikah lagi, Devan ...? Kurang apa aku? apa salahku? Bicara padaku, akan ku perbaiki asal kau tidak poligami ...! Ku mohon ... Aku tak setegar istri nabi ... aku wanita biasa yang hanya ingin meraih Ridho Allah ...! Jangan lakukan itu, Devan ...!"
Nabil meratap, dia menangis sesenggukan."Sebenarnya ... saat pulang kerja malam tadi ... aku bertemu seorang pedagang koran yang sedang menjajakkan dagangannya. Ceritanya begini, Nabil"
.
.
Tok! Tok! Tok!
Seseorang mengetuk kaca mobilku.
Kulihat kearah luar, seorang wanita menempelkan kedua telapak tangannya seraya memohon kepadaku, ku buka kaca mobilku kemudian bertanya:"Ada apa, mba?"
"Bapak yang baik hati dan budiman, tolonglah saya! Beli dagangan saya! Anak saya sedang sakit dan meminta susu, kebetulan susunya telah habis, dan sekarang badannya mulai panas! Tolonglah, pak,"
"Apa yang mba jual?"
"Saya jual koran, pak! Sedari pagi hanya laku dua pcs saja. Tak cukup uang untuk kami membeli makanan dan membeli susu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacaran setelah Menikah
RomanceNabilah Izma Rafifatul Rifdha, alias Nabil, adalah sosok wanita bercadar nan Soleha. Begitu besar cinta Nabil kepada Orang Tua, ia rela menjalani pernikahan hasil perjodohan kedua orang tuanya. Ia bertekad untuk membahagiakan mereka, meski dirinya s...