Pov. Nabilah
"Sorry,
Where is the real purpose of Miss?
We've been gone for almost half an hour without a definite goal."(Mohon maaf, sebenarnya tujuan nona kemana?
kita sudah hampir setengah jam pergi tanpa tujuan yang pasti.)Tanya sopir taxi bertubuh gempal, yang membawaku pergi menjauh dari Devan dan wanita itu.
"I do not know, sir.
keep going, until I say stop."(Saya tidak tahu, Pak.
teruslah jalan, sampai aku bilang berhenti.)"All right, I hope by riding my tax it can calm your heart down, miss.
Because if I pay attention ... you haven't stopped crying since earlier."(Baiklah, semoga dengan menaiki taxi-ku dapat sedikit menenangkan hatimu, Nona.
Karena jika kuperhatikan ... kau tidak berhenti menangis sejak tadi.)"Sorry, if I have made the atmosphere uncomfortable."
(Maaf, jika saya telah membuat suasana tidak nyaman.)
"Oh no no no.
take it easy, miss.
I often find passengers like Miss.""Oh tidak, tidak, tidak.
santai saja, Nona.
Saya sering mendapati penumpang seperti Nona.""Thank you, sir."
(Terimakasih, Pak)
Black cab, atau biasa disebut London taxi, dengan warna khas hitam ini terus melaju, membawa semua rasa kesedihanku di kota yang romantis ini, London.
Kembali, bayangan Devan yang sedang berpelukan dengan wanita itu terlintas di ingatanku.
Bahkan, Devan sempat menggenggam lengan cantik yang sedang melingkari pinggangnya, tentunya itu bukan lenganku, karena aku sendiri berdiri menatap dengan jelas bagaimana itu terjadi.Telah kucoba beberapa kali untuk berdamai dengan emosiku, tapi aku tak bisa.
'Pantas saja Devan mengajakku tinggal lebih lama di sini, mungkin ada wanita lain yang memang ingin dia temui.
Astaghfirullahal'adziiiiim ....! Sadar, sadar, Nabil! Gak boleh su'udzon, ingat. Kamu gak boleh stress. Jaga kandunganmu.'Aku mengomeli diriku sendiri dalam hati.
Bangunan-bangunan indah kota London, hanya mampu kulewati begitu saja, tanpa bisa kunikmati setiap detail kecantikannya.
Pikiranku kacau, hatiku gundah, gelisah tak menentu.Aku tak ingin kembali ke hotel, mungkin untuk beberapa saat ... sampai hatiku sedikit tenang, dan kuat untuk bertemu dengan Devan.
'Lalu ... aku harus kemana?'
"Sorry, Sir.
Is there a recommendation for a place that can make me a little calmer?"(Maaf, Pak. Adakah rekomendasi suatu tempat yang bisa membuatku sedikit lebih tenang?)
"Hm ... aren't you a Muslim?
I once drove a few tourists like you to go to the mosque, as far as I know ... there they can worship, or just stop by to calm down."(Hm ... bukankah kau seorang Muslim?
Aku pernah mengantarkan beberapa orang turis sepertimu untuk pergi ke Masjid, Setahuku ... di sana mereka bisa beribadah, atau sekedar singgah menenangkan diri.)"Maa SyaaAllah, Why did I not even think about it like that?
Can you take me to one of the mosques in this city, sir?"(Maa SyaaAllah, kenapa saya sama sekali tidak kepikiran seperti itu?
Bisakah kau antar saya ke salah satu Masjid di kota ini, Pak?)"Of course, miss.
I'll take you to the East London Mosque."(Tentu saja, Nona.
saya akan mengantarmu ke East London Mosque.)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacaran setelah Menikah
RomanceNabilah Izma Rafifatul Rifdha, alias Nabil, adalah sosok wanita bercadar nan Soleha. Begitu besar cinta Nabil kepada Orang Tua, ia rela menjalani pernikahan hasil perjodohan kedua orang tuanya. Ia bertekad untuk membahagiakan mereka, meski dirinya s...