'Ayah untuk Nasywa'

24.1K 823 36
                                    


Minggu, 24 September, tepatnya 83 hari telah berlalu, selepas aku dan Iren membicarakan rencana ta'aruf dengannya.
Rasa rindu yang semakin  menggebu, selalu ada dalam pikiranku.
Sore ini, seperti biasa, aku hanya bisa menatap Iren dari kejauhan.
Ya! Kegiatanku selama 83 hari ke belakang ini adalah memanfaatkan waktu luangku untuk mengunjungi Iren secara tidak langsung, seperti intel yang sedang mengintai targetnya, aku mengawal Iren tanpa ia ketahui, memastikan bahwa ia keluar rumah dan pulang ke rumah dengan keadaan baik-baik saja.
Sedikit terdengar bodoh, tapi dengan kegiatan baru ini, aku dapat merasakan semakin dekat dengan Iren, dan menjaganya dari kejauhan.
Akupun mengetahui kegiatan Iren selain bekerja di kantor,
Ia selalu memanfaatkan waktu liburnya untuk menyambangi makam orang tuanya, di pagi hari.
Sudah dua pekan ini aku turut membeli karangan bunga dan meletakkan nya di pusara orang tua Iren, memberi isyarat padanya jika ia tak selalu sendiri.
Ada aku yang peduli padanya.

Ada yang berbeda dengan Iren beberapa hari terakhir ini, Ia selalu pergi bertiga dengan seorang wanita dan seorang anak kecil yang tak pernah kulihat sebelumnya.

'Apakah mereka saudara Iren? Bukankah Iren tinggal seorang diri di dalam rumahnya?'

Klining!

(Assalamualaikum, temui aku pukul empat sore ini di Taman Cattleya, tempat dimana aku bertemu denganmu saat itu, Bagus.)

'Benarkah Iren mengajakku bertemu?'

(Waalaikumsalam warohmatullohi wabarokatuh, In Syaa Allah, aku akan datang. Sampai bertemu nanti sore.)

Centang dua pertanda pesanku telah terkirim.

Dag dig dug detak jantungku, perasaanku tak karuan. Aku senang, akhirnya Iren ingin bertemu denganku lagi.
.
Selepas shalat Ashar, aku mengemasi perlengkapan lukisku untuk ku bawa pergi ke Taman. Siapa tau aku mendapatkan inspirasi baru sambil menunggu kedatangan Iren.
***

"Om! Om ini ... Om Bagus pelukis terkenal itu, ya?"
Suara kecil anak perempuan mengagetkanku.
Aku menengok ke arahnya.

"Maa SyaaAllah ... adik cantik ini siapa namanya? Koq tau nama Om?"

"Nasywa! Aduh, Bunda cari-cari ternyata disini kamu, Nak."

"Iya, Bunda. Bun, lihat deh. Ini Om Bagus, Bun. Om Bagus."

'Anak perempuan ini ... dia yang tadi pagi aku lihat dengan Iren, kan? Dan wanita itu ... apakah dia ibunya?'

"Om, kenalin, aku Nasywa. Dan ini Bundanya aku, namanya Arini. Kita seneng banget bisa ketemu sama Om di sini."

"Perkenalkan, nama Saya, Bagus. Senang berjumpa dengan kalian."

"Saya Arini, mohon maaf, Mas Bagus. Kami telah mengganggu aktifitasnya Mas, kami akan pergi."

"Tidak, Bunda. Nasywa mau di sini. Nasywa mau lihat Om Bagus melukis, Bunda."

"Nasywa, Nasywa! Kamu tidak boleh seperti itu ... Ayo, kita cari tempat lain."

"Mbak, tidak apa-apa ... biarkan Nasywa di sini. Nasywa mau nggak, temenin Om melukis?"

"Mau, Om."

"Sini, duduk di samping Om."

Nasywa, gadis periang yang sangat cantik.
Usianya sekitar 7-8 tahun.
Dia berambut panjang, dan mempunyai kulit yang putih, sama dengan Ibunya.

"Mas, apa tidak sebaiknya kami cari tempat lain, agar tak mengganggu Mas nya."

"Ah, tidak tidak. Saya menyukai anak kecil. Biarkan Nasywa tetap di sini, lagi pula ... saya butuh teman ngobrol."

"Baik, terimakasih banyak, Mas Bagus."

Pacaran setelah MenikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang