Bangkit!

11.7K 531 22
                                    


Pov. Nabilah

Beberapa bulan setelah kepergian Ayah dan Ibu ....

Kini aku mulai bisa mengikhlaskan, melepaskan kepergian keduanya ... menerima takdir dari sang Khalik.
Semoga Ayah dan Ibuku tenang di alam sana ....

"Mba, Bibi perhatikan ... Mbak hanya melamun seharian ini, kenapa toh?"
Bi Inah, asisten rumah tanggaku yang paling setia menemani, menghampiriku yang sedang duduk termenung di balkon kamar lantai atas, membawakanku secangkir teh hangat beserta cemilan ringan.

"Ah, Bibi. Tidak apa-apa, Bi. Aku hanya sedang rindu Ibu dan Ayah, mari Bi, duduk bersamaku."

"Nggih, ini Bibi bawakan juga teh hangat untuk Mba Nabil. Diminum, ya!"

Aku tersenyum, menatap kedua netra Bibi yang teramat teduh.

"Bi, boleh aku meminta sesuatu?"

"Silakan, Mba."

"Ulurkan lengan Bibi," pintaku.

Aku meraih lengan Bibi yang mulai keriput, menaruhnya diatas perut buncitku.

"Bisakah Bibi do'akan cucu Bibi yang masih di dalam sini?" pandanganku mulai berkaca-kaca.

"Maa SyaaAllah ... dengan senang hati, Mba. Sini, eyang do'akan."

Kemudian lengan keriput itu mulai mengusap-usap.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

وَاللهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ تَارَةً أُخْرَى

“Wallâhu ahrajakum mim buthûni ummahâtikum târatan ukhra.”

“Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu-ibu kalian pada kesempatan yang lain (persalinan).”

"Semoga Allah selalu merahmati, dan menjadikan bayi di dalam kandungan Mba Nabil benih-benih yang soleh nan soleha, sehat selalu di dalam perut Ibu ya, Nak."

"Aamiin ya Robbal'alamin, terimakasih banyak Bi, Bibi selalu setia bersama kami, Bibi sampai rela mengalami tidak digaji satu bulan full karena beberapa bulan yang lalu keadaan ekonomi perusahaan Devan sedang morat-marit, tapi Alhamdulillahirobbil'Alamin, kami berdua dapat melewati masa-masa itu. Tentunya dengan didampingi doa dari Bibi juga. Terimakasih banyak, ya, Bi."

Aku menggenggam erat lengan Bibi, sekejap terlintas senyuman Ibu melintas dari pandanganku.

'Aah ... aku sangat rindu'

Senja pun datang menenggelamkan sang surya ... sinarnya yang berwarna jingga mampu mewarnai langit - langit yang semula kosong, berubah menjadi indah.

"Bibi turun ke bawah dulu ya, Mba."

"Iya, Bi."

Aku masih di sini, ditempat yang sama, dan perasaan yang sama.
Memandang langit-langit senja yang sama ... membiarkan semilir angin menyapa rinduku yang tak bersyarat.

Aku menangis dibalik cadar hitam ku ....

"Lho, lho, lho ... sahabatnya datang bukan nya disambut dengan riang, ini malah nangis? Ada apakah gerangan sahabatku?"

Suara lembut itu ....?
Seperti aku mengenalnya.

"Iren!?"

"Maa SyaaAllah ... Tabarokalloh ... aku rinduuuu ...."

Kudekap tubuh ramping bak model papan atas itu, aaaah ... wanita sempurna yang belum bisa menyempurnakan cintanya, ialah Renita, alias Iren, sahabatku.

Pacaran setelah MenikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang