Perjanjian

36.9K 1.4K 16
                                    

Pov: Nabilah

Dear, Diary....
Aku bingung dengan perasaanku sekarang.
Aku senang melihat Ibu dan Ayahku sebahagia ini.
Tapi aku juga takut kebahagiaan itu tak jua kurasakan.
Calon suamiku mencintai orang lain....

Ya, Devan telah mempunyai pacar, Bu.

Seandainya Ibu dan Ayah tahu, pasti pernikahan ini tak akan pernah terjadi.

Sampai hari ini, segala persiapan telah sempurna, tanda Allah telah menjawab segala keraguanku.

Bismillah ya Allah... Ridhoi langkahku untuk menjalankan ibadah terlama di Dunia ini. Yaitu pernikahan....
.
Kututup dan kusimpan buku diary-ku dibawah bantal.
Ku rebahkan badan menghadap langit-langit kamar.
Terlintas senyuman lebar Ayah dan Ibu saat fitting pakaian sore tadi.
Ahhh... aku tak kuat melihatnya.
Tak sampai hati jika nanti aku membatalkan pernikahan ini, mereka pasti sangat sedih.

=======

Pagi telah tiba.
H-5 menjelang pernikahanku.

"Bu, Nabil boleh minta tolong?" Aku menghampiri dan merangkul pundak Ibu yang sedang asyik bercengkrama dengan Ayah di teras rumah.

"Hmmm... boleh tidak yaaa....?" Seperti biasa, ibu menggodaku.

"Aaah... Ibu mah...." aku mulai mengeluarkan senjata terampuhku. Pura-pura ngambek.

"Ada apa, nak? Apa yang bisa kami bantu?"
Yes! Ayah memang paling juara menghadapi aku.

"Tolong telpon Devan, suru ke sini. Nabil ada perlu penting".

"Lho,lho,lho... kenapa kamu gak telpon aja sendiri toh Nak?" Ibu menyambar.

"Hehe... Nabil gak punya nomor telpon Devan, Bu".

"Oalaaaaahhhhhh... bagaimana anak kita ini toh Yah... Yah! Wong nomor telpon calon suaminya sampai gak punya! Kemarin waktu fitting baju itu kalian ngobrol apa aja, sampai-sampai gak kepikiran tukar nomor telpon?"

"Hihihi... Nabil malu, Bu. Nabil kan perempuan. Masa Nabil yang minta nomor telpon duluan?"
Jurus Bajaj mulai kukeluarkan. Ngeles.

"Ya sudah, tunggu sebentar. Ibu telpon mamanya Devan dulu".
Ibu beranjak masuk ke ruang tamu, meraih gagang telpon rumah yang usianya lebih tua dariku.

Sayu-sayu terdengar percakapan Ibu dan calon mertuaku. Mereka tertawa Haha hihi asyik sekali.
Tak lama kemudian Ibu kembali menghampiriku.

"Siang ini kita ketemuan dengan keluarganya Devan di luar. Sekalian Ibu ada janji sama Bu Sinta untuk pilih menu catering. Nanti Devan jemput kita jam dua".
Aku mengangguk, lalu mengecup pipi Ibu, kemudian melipir ke dapur untuk memasak.

"Terimakasih, Ibu sayaaaang....".

Tak terasa Adzan Dzuhur berkumandang. Segera ku raih handuk dan alat mandi.
Aku harus bergegas.

======

"Sudah sholatnya, nak?" Ayah menghampiriku.

"Sudah, Yah".
Jawabku sembari merapikan pakaian yang baru selesai ku setrika.

"Koq kamu masih pegang kerjaan rumah, Nak? Sudah! Tinggalkan saja itu, biar besok dilanjut kembali! Sudah pukul dua kurang, sebentar lagi calon suamimu datang menjemput".

"Tidak apa, Yah. Sebentar lagi kelar koq. Ini juga nyentrikanya udahan. Tinggal Nabil rapikan ke lemari Ibu dan Ayah.
Kita kan mau keluar, jadi jemuran belakang Nabil angkatin, takut hujan. Di rumah kan gak ada siapa-siapa".

"Ya sudah, selesai ini langsung ganti pakaian. Siap-siap".

"Baik, Yah".
.
Selang beberapa menit, Devanpun tiba. Seperti kemarin, masih dengan jas dan seragam kerjanya.

Pacaran setelah MenikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang