-Aku, hujan dan kenangan tentang kita-
Ternyaata cowok itu adalah Ragil, yang selalu ia kalahkan bila balapan. Tapi Dana masih waras untuk tidak berantem di sekolah, dengan cepat ia menendang tulang kering cowok itu lalu meninggalkannya begitu saja.
“Oi Dan, kenapa lo?” Riko mengkerut melihat Dana yang merintih memegangi perutnya.
“Gue habis olahraga.” Dana memegangi pelipisnya yang nyeri.
###Sava duduk di bangkunya sambil membaca buku kimia, hari ini mereka akan ulangan harian. Namun ia tak bisa berkonsentrasi ada yang mengganggu fikirannya.
Di meja tengah baris nomor 3 ada 2 cowok yang bercakap cakap satu diantaranya memegangi perutnya seperti kesakitan cowok itu adalah Riko dan Dana. Dana meringis sambil memegang pelipisnya yang membiru.
Fokus Sava terpecah, ia akan kembali belajar melupakan masalah Dana biarlah pulang sekolah nanti ia akan mengintrogasi Dana. Astaga ia mengapa mendadak “kepo” Sava memijit keningnya 2 tahun berteman dengan Vigo membuatnya menjadi ketularan dengan cowok tukang gossip itu.
Tak heran jika banyak yang menyebutnya dengan sebutan “raja gibah” Vigo pantas mendapat gelar itu. Mendadak ia teringat kejadian semalam, Cinta mendatangi rumah Sava dengan kondisi yang bisa di sebut mengenaskan. Lamunan Sava terbuyar oleh suara bel masuk.
###
Di kantin, Sava mendengar curhatan Cinta. Tak henti hentinya ia mengangguk mengiyakan, sementara Vigo dengan kurang ajarnya ia malah bermain Free Fire dasar cowok jaman sekarang.
“Jadi gitu Sav, eh Go lo ngga dengerin gue?!” protes Cinta.
“Denger.” Sahut Vigo tak acuh, ia sedang focus bermain game. Bibirnya tak berhenti mengumpat dan kepalanya mengangguk angguk seolah mengerti.
“Coba ulangin!”
“Hehe, kalau gue ngulang ya sampe Upin Ipin lulus kuliah lah.” Vigo nyengir ia meletakkan handphone nnya tak mau mendapat amukan Cinta.
Sava mengedarkan pandangan ke sisi kantin, mencari cari cowok babak belur itu. Tanpa sadar ia menatap Dana, Dana pun menatapnya. Namun Sava buru buru berbalik dan menunduk sungguh memalukan.
“Eh, Vig kita boleh gabung nggak?” Riko bertanya, meminta persetujuan.
“Gue sih boleh boleh aja.” Jawab Vigo.
“Loh nggak—“ ucapan Cinta terpotong saat Arya menatapnya, ia memalingkan wajah.
“Kenapa Ta?” Arya yang jarang sekali bicara, kali ini mengeluarkan suaranya. Cinta hanya mengangguk sebagai jawaban.
Dana menatap Sava yang sedang mengaduk – aduk es jeruknya. Sava tak nyaman dengan kehadiran mereka, ia tak terbiasa bicara pada orang banyak. Mungkin tampil dengan bermain biola sudah biasa baginya. Namun berinteraksi seperti ini membuatnya gugup.
Sadar dengan ketidak nyamanan Sava, Dana bertanya. “Sav, lo nggak nyaman?” Dana menarik ujung bibirnya.
“Eh, nggak kok.” Pipinya bersemu merah.Merasa diperhatikan.
“Ekhem ekhem aduh keselek kodok ya lang.” Celetuk Chiko membuyarkan kontak mata Sava dan Dana.
“Kita berasa obat nyamuk Chik.” Sahut galang.
“Tau nih, Dana sama Sava lah ini es kutub lagi di ambekin sama Cinta tapi masih bisa ngobrol.” Riko ikut ikutan.
“Lah kita mah apa atuh Cuma lalapan di pinggirannya steak.” Vigo berucap dramatis.
Tinnuninunit tinunit tinunit
“Eh, bel masuk gue duluan ya Sav?” Ucap Dana.
“Iya Dan.” Jawab Sava. Yang di sambut sorakan cie oleh teman teman Dana kecuali Arya yang masih menatap Cinta walau sudah berdiri.
Chiko, Galang, serta Riko tak henti hentinya menggoda Dana saat ia meninggalkan kantin. Mereka membuat Dana ingin sekali menonjok bibir ketiganya. Sementara Arya hanya diam sambil mendengarkan, mereka terpisah oleh kelas yang berbeda meninggalkan Dana dan Riko berjalan berdua. Astaga mengingat kata berdua membuat kita bergidik ngeri.
###Sava menatap jendela, hujan sedang turun. Saat gerimis seperti ini ia selalu membuat puisi. Ia mengeluarkan notes kecilnya, pena Sava menari di atas kertas.
Tentang hujan yang membangkitkan kenangan
Suara gemerciknya yang membuatku tenang
Tentang awan yang membuatku teduh
Menghasilkan damai yang tak terkira
Dan tentang hujan yang selalu setia
Menjemput pelangi walau ia tahu
Pelangi bukan kepastian
-Anindita-Detik selanjutnya ia kembali mengenang masa dimana ayahnya masih hidup, dan bundanya selalu ceria. Tanpa disadari air mata jatuh dari pelupuk matanya. Sava buru buru menghapusnya sebelum ada yang datang ke kelas. Ia selalu seperti ini bila hujan datang.
Mendadak menjadi ekspresif dan “galau” ia menutup notesnya buru buru mengenyahkan pikiran tentang kenangan lama. Sekarang fokus Sava waktunya move on, ia menyemangati dirinya.
***
Dana mengernyit melihat seseorang yang sedang menulis di atas notes mula mula cewek itu tersenyum, lalu cewek itu menatap jendela dan menangis. Ada apa dengan Sava? Ia bertanya dalam hati. Kenapa cewek itu menangis apa hubungannya dengan hujan. Mereka mengintip di balik jendela kelas xi mia 1.Riko berdeham menyadarkan Dana dari lamunannya.
“Eh, daki onta noh cewek lo samperin.” Riko menjitak Dana.
“Ok gue samperin.” Ia berlalu meninggalkan Riko.
“Bang….Astagfirullah ga boleh toxic ntar di hujat netijen.” Riko menyusul Dana yang masuk ke kelas.
***Sava yang menyemangati dirinya sendiri kini tersadar ada cowok yang menatapnya dengan seringai jahil, tanpa persetujuan Sava cowok itu duduk di sebelahnya. Dana menatap Sava sambil mengerutkan dahinya, Sava melirik ke jendela astaga sekarang ini banyak yang mengintip di luar jendela…
“Aduh.” Celetuk Sava.
“Kenapa Va?” Dana heran pada cewek di sebelahnya ini.
Sava menunjuk ke arah jendela dan ternyata……
************************************
Hai semua gimana sama part ini? Semoga suka ya. Selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankan.
Cerita ini aku publish setiap 2 hari sekali. Jangan lupa tinggalkan jejak jika berkenan, terimakasihSalam jari kelingking
KAMU SEDANG MEMBACA
Savana (Lengkap)
Teen FictionIni kisah tentang Sava dan Dana, dua orang insan yang mempunyai luka. Namun memilih menggunakan topeng dusta untuk menyembunyikan luka tersebut Lewat luka mereka dipertemukan, dengan adanya lara terdapat rasa yang timbul diantara keduanya...