SAVANA#9

118 64 3
                                    

-Kamu itu kayak power rangers, suka berubah ubah-

Dana berjalan menuju kelas, bersiul siul di sepanjang jalannya. Riko mengernyit heran, kenapa anak ini seperti kerasukan setan. Tidak tidak ia menggeleng gara gara sering menonton acara paranormal ia jadi sering kepikiran makhluk halus.

Eh, Dan lo kenapa sakit ya? Riko memegang dahi Dana, Tidak panas sepertinya.

"Anjir lo ngapain pegang pegang gue, tadi Sava ngajak gue ngomong." Ia nyengir, suasana hatinya sedang baik sekarang.

Riko mengangguk angguk, ia mengerti kenapa Dana berubah alay begini. Namun, tersadar dan menepuk dahinya.

"Mampus, gue belom ngerjain pr." Ia mengotak atik google bermaksud untuk mencari jawaban dasar murid zaman sekarang.

Dana tertawa kecil ia memainkan game online di hp nya, dasar Riko padahal di grup chat kelas sudah di beritahukan 1 menit yang lalu bahwa bu Dara tidak masuk. Riko berhenti kelabakan ia menoleh kepada Dana.

"Lah nyet lo kok santai?" Riko menjitak kepala Dana.

"Eh, DNA gajah lo gatau apa? cek noh gc kelas." Ia melotot, dasar teman laknat.

"Eh iya bolos kuy!" Riko mulai ngawur, dasar bila ada readers di bawah umur gimana? Bisa bisa di tiru ini.

Dana menggeleng gelengkan kepala jari telunjuknya di acung acungkan di depan hidung Riko. Heh bego lo ngawur, kalo ada readers yang baca ini terus niru gimana? ia geleng geleng.

"Astaga gue lupa." Riko menepuk dahinya.

Dana menuju ke bangku Sava, ia melihat gadis rajin itu dengan dahi bergelombang. "Rajin amat mba, hari gini masih baca buku."

"Dih, masnya gimana sih. Buku itu jendela dunia." Sava tak setuju dengan argument Dana.

"Btw, sorry ya Va gue nanti agak telat hehe." Dana nyengir.

"Iya gapapa, kenapa emang?" Sava menutup bukunya, giliran menatap Dana.

"Oh itu papa gue baru pulang dari Australia."

"Oh oke Dan." Sava tersenyum.

***

Di kafe, Sava bolak balik melirik jam tangan putihnya.Ia gugup setengah mati dahinya mulai berkeringat ia berjalan mondar mandir sambil merapalkan doa semoga saja hari ini lancar.Sava melihat pintu belakang belum ada tanda tanda Dana sudah datang.

"Sav, udah jangan mondar mandir duduk aja dulu." Cinta memegang bahu cewek itu di sebelahnya Vigo memberi Sava air putih.

"Dana belum datang ya Cin? Apa dia gamau kesini?" Sava tersenyum sendu.

Cinta kasihan melihat sahabatnya yang seharusnya bahagia, itu kini murung.

"Udah lo chat?"

"Dia nggak bisa di hubungin Cin." Wajahnya kini bahkan sangat muram, seperti lampu yang temaram.

"Udah Sav, bentar lagi lo tampil. Udah fokus di sini ada gue dan Cinta." Vigo berusaha menenangkan cewek itu.

Arya, Galang, Riko, dan Chiko sudah datang. Namun hingga sekarang sudah datang mereka tampil dengan setelan hodie yang casual. Tampak tampan dan gagah namun, sayangnya satu personil belum datang. Justru yang di tunggu tunggu belum tampak batang hidungnya.

Vigo mulai sebal, di mana pria tengil yang menjanjikan datang ke acara ini. Lihatlah! dampaknya begitu negative, ia mulai tak setuju jika Sava harus seperti ini. Vigo mendengkus pelan tak mau berkomentar nanti malah memperburuk suasana, Cinta mulai berceloteh bolak balik mengumpati Dana.

"Arya, mana temen kampret lo itu?! Berani beraninya dia. Awas aja kalo php gue bakal suruh Vigo ngehajar dia!" Cinta mendelik sebal ke cowok itu.

Arya memijit pelipisnya. Ia juga bingung karena Dana juga tak dapat ia hubungi.

"Ta, udah sabar ya.Bentar lagi datang kok." Ia mengelus pundak Cinta. Berharap gadis bar bar itu tak memperkeruh suasana.

"HEH APA LO BILANG? SABAR? UNTUNG AJA SAVA YANG DIGITUIN KALO GUE, PASTI UDAH GUE CEKIK TUH ORANG." Cinta menjulurkan tangannya, memperagakan gaya mencekik orang.

Arya memegang lehernya sendiri, ia meneguk ludah pelan pelan. "Ssst udah ya tenang."

Cinta memilih duduk di kursi, memilih untuk diam. Walau di dalam hatinya ingin memukuli sesuatu. Sava kini sudah berada di tempat khusus. Ia tak tahu bagaimana nasib sahabatnya itu. Dia bersumpah jika bertemu Dana, Cinta akan mengumpati Dana di depan mukanya.

###

Dana mengambil kunci motornya, ia hendak berangkat. Dana melirik jam tangannya astaga Sava sebentar lagi akan tampil. Ia berjalan keluar rumah, sesekali bersiul tadi sudah berpamitan kepada bi Sumi.

"Dana, kamu mau kemana?" papa Dana berseru.

"Dana mau ke acara temen pa, bentar kok." Kali ini ia mencoba sopan kepada papanya.

"Nggak alasan, mau balapan kan? Trek trekan? halah alasan ke acara temen.Lihat tuh adik kamu pinter nggak kayak kamu, begajulan, nakal, apa yang bisa dibanggakan dari anak kayak kamu?" Papa Dana menatap sinis putra sulungnya.

"Udahlah pa, aku mohon kali ini aja izinin aku." Ia memohon, bahkan sekarang ia mencium tangan papanya.

Namun papa Dana menepis tangan itu "udah kamu di rumah! Keluarganya disini kok malah keluyuran."

'Walaupun papa nggak ngizinin, aku bakal tetap berangkat." Ia berlari keluar, namun di tarik kasar oleh papanya.

"Dasar anak nggak tahu diri! Sini konci kamu." Beliau merampas kunci yang di pegang Dana.

"Udah mas, Dana anak baik jangan gitu." Mama tiri Dana mengelus pundak suaminya.

"Heh! Lo pelakor, gausah sok baik dasar busuk!" Dana berteriak di depan muka wanita itu.

Tamparan keras mendarat di pipi Dana, malam itu ia bersumpah jika saja mamanya tak menyuruh Dana merawat pria itu. Ia pasti sudah pulang ke rumah neneknya. Meninggalkan papanya. Hari ini Dana tahu ia hanya di anggap benalu di sini, Dana naik ke kamarnya.Ia bahkan melupakan janjinya, janji kepada wanitanya.

***

Hai semua!gimana sama part ini? Semoga suka ya.
Maaf banget kemarin aku nggak update, jangan lupa tinggalkan jejak bila berkenan, terimakasih1
Semangat puasanya ya..





Salam jari kelingking

Savana (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang