kehidupan

2.8K 266 21
                                    

Sudah dua bulan berlalu, dan sekarang usia kandungan Prilly memasuki bulan keenam sudah mau memasuki trisemester akhir. Prilly sering mendatangi suaminya dikantor jika ia merasa bosan dirumah. Seringkali Prilly memergoki sekertaris Ali yang sepertinya gencar untuk mendekatkan dirinya pada Ali, padahal umurnya sepertinya lebih tua daripada Ali, namun Prilly percaya Ali tidak akan tergoda dengan tante-tante.

Saat ini Prilly melangkahkan kakinya dikantor suaminya dengan pakaian hamilnya yang terlihat sekali itu pakaian bermerk mahal, serta perhiasan yang melekat ditubuh Prilly serta tak lupa sepatu dan tasnya juga sangat menunjukkan jika dia adalah seorang Istri dari CEO sekaligus menantu komisaris diperusahaan tersebut. Semua pegawai menyapa Prilly ramah ketika mereka tak sengaja berpas-pasan dengan istri sang big boss.

"Selamat siang Nyonya Farhan, ada yang bisa saya bantu?" tanya sang resepsionis sopan kepada istri sang big bos.

"siang juga Clarissa, saya hanya ingin bertanya apakah suami saya ada didalam?" tanya Prilly.

"tuan Farhan ada didalam ruangannya nyonya"

"baiklah terimakasih sayang langsung keruangannya saja kalau begitu"

"iya silakan nyonya"

Tanpa membalas ucapan resepsionis itu lagi Prilly langsung melangkahkan kakinya menuju lift yang akan membawanya kelantai atas dimana ruangan itu khusus penjabat tinggi.

Prilly berjalan perlahan sambil memegangi perutnya yang buncit khas ibu hamil. Senyum diwajahnya tak luntur karena tak sabar ingin bertemu dengan suaminya.

Saat akan membuka pintu ruangan suaminya, Prilly mendengar suara kegaduhan didalam yang membuat Prilly mengerinyitkan alisnya pertanda bingung, karena pintu tidak begitu rapat jadi Prilly bisa mendengar jelas ucapan orang didalam sana.

"lo apa-apaan sih lina, gua ini sudah beristri" Prilly dapat mendengar suara suaminya yang jelas  dengan nada bercampur emosi.

"li tapi bukannya dulu kamu janji sama aku untuk bahagianin aku saat aku balik dari LA, tapi buktinya kamu malah nikah sama orang lain" Prilly berpikir keras siapa wanita itu sebenarnya, dan ada hubungan apa dengan suaminya.

"itu dulu sebelum gua sadar mencintai orang yang salah, sekarang gua sudah punya istri yang sangat gua cinta dan pastinya dia gak kek lu."

"oh ya masa? Secantik apa sih istri lo itu sampe lu ngerendahin gua. Paling juga lo terpaksa nikah sama dia karena lo udah nyicipin dia ya? Kek yang dulu sering kita lakuin dikamar gua." Prilly tersentak dengan mendengar pernyataan wanita itu tak terasa matanya memanas, terkejut jika suaminya pernah melakukan hal diluar batasan bersama wanita lain.

"jaga omongan lu ya lin!!" Ali berucap sangat emosi dan saat itu juga Prilly membuka pintu ruangan Ali dengan air mata yang sudah menetes.

"saayaang," Ali terbata-bata ketika melihat istrinya sudah didepan pintu, pasti dia sudah mendengar semuanya.

"oh jadi ini istri lo li? Kok kek bukan type lo banget sih" Perempuan yang bernama Lina itu malah langsung menghina Prilly. Prilly yang mendengar ucapan Lina itu tentu merasa hati nya nyeri, karena mungkin dia tidak percaya diri. Karena yang Prilly tahu memang jika mantan-mantan Ali rata-rata cantik dengan tubuh semampai. Tidak seperti dirinya yang bisa dikatakan tidak tinggi ditambah lagi perawakan yang sedikit Chubby, benar-benar membuat kepercayaan diri Prilly lenyap.

"Lo tuh yang bukan type gua" jawab Ali kesal dengan Lina.

"apa maksudnya omongan kamu sama dia li? Jadi kamu pernah tidur sama wanita lain selama ini?" tanya Prilly

"aduh Nyonya lu tuh seharusnya mikir Ali itu tuh cowok normal, dia juga punya nafsu. Ya gak menutup kemungkinan kita pernah tidur bareng, apalagi dulu kami saling mencintai" ucap Lina membuat Prilly kepanasan.

"Aku pulang!" Ucap Prilly yang langsung menaruh paparbag yang berisi lunchbox diatas meja kerja Ali dan langsung keluar dari ruangan Ali dan sebelum itu menghapus air matanya kasar. Ali ingin mengejar Prilly namun setelah ini ada pekerjaan yang benar-benar tak bisa ditinggalkan, mau tak mau Ali harus rela melihat istrinya pergi sambil menangis tanpa penjelasan darinya, itu semua karena Lina. Benar-benar penghancur rumah tangga orang lain.

Prilly ingin menahan air matanya namun tidak bisa ditahan, beruntung ada jalan khusus penjabat tinggi untuk keluar masuk jadi Prilly tidak perlu merasa bakal ada orang lain yang memperhatikan ia menangis. Prilly tidak perduli lagi ia berjalan kaki keluar dari perusahaan itu sambil menunggu taksi yang lewat, sepertinya keberuntungan berpihak pada Prilly buktinya saat ia dipinggir jalan ada taksi yang melintas. 

"Pak jalan ke Wela, Block F no 54!" Ucap Prilly memberitahu supir taksi kemana tujuannya.

"Baik bu" supir taksi tersebut langsung melajukan mobilnya menuju tempat yang Prilly sebutkan.

Saat sudah sampai Prilly langsung masuk kedalam rumah yang ia tuju, dengan keadaan masih menangis. Tidak perduli sekarang dia sedang mengandung, yang ia mau sekarang segera bertemu dengan tante Marissa ibundanya.

Tante Marissa yang sedang duduk diatas karpet diruang tengah sambil membaca majalah terkejut dengan kehadiran anaknya, sambil menangis.

"kamu kenapa sayang?" tanya Tante Marissa khawatir.

"hiks,hiks Ali jahat mah." Prilly langsung memeluk Tante Marissa yang masih keheranan.

"kenapa kok kamu bilang gitu, coba jelaskan nak!" Pinta Tante Marissa sambil mencob menenangkan Putri semata wayangnya. Prilly pun akhirnya menceritakan kejadian dikantor suaminya tadi, tante Marissa berusaha menjadi pendengar yang baik.

"sayang kamu gak bisa ngecap Ali buruk sebelum kamu dengar penjelasan dari dia secara langsung, mamahkan sudah berpesan sama kamu sebisa mungkin selesaikan masalah secara dingin." Tante Marisaa berusaha netral dan tidak berpihak pada anaknya atau menantunya, Tante Marissa paham pasti ini Prilly baper karena dia lagi sensitif, maklum bumil itu biasanya punya perasaan yang sangat lembut, gak bisa tersenggol dikit kebawa perasaan.

"tapi mah buktinya dia gak ada usaha buat nahan aku buat ngejelasin atau nyusul aku." ucap Prilly yang kini sudah berbaring dengan kepala diletakkan diatas paha tante Marissa. Tempat ternyaman yang ia rasakan jika ia sedang sedih.

"siapa tahu dia sedang sibuk, kamu tahu kan sekarang dia itu sebagai pemimpin perusahaan. Dia tidak bisa seenaknya bisa keluar dari kantor." ucap Tante Marissa.

"tetap aja dia tuh biking jengkel hati mah." ucap Prilly yang masih terisak-isak sisa menangis.

"iya mamah tau kok maksud kamu, tapi kamu gak boleh menyimpulkan sendiri sebelum semuanya jelas"

"hmmm" Prilly hanya berdehem.

"aku mau disini aja ya mah sampe rasa jengkel aku sama Ali hilang." ucap Prilly

"emang kamu sudah izin sama Ali, belum kan? Gak boleh gitu pril, dosa nak!"

"biarin aja aku masih kesal, pokoknya Prilly mau disini aja." Tante Marissa hanya mendengus, Keras kepala sekali anaknya ini.

"iya sudah terserah kamu aja," Tante Marissa tidak bisa memaksa kehendaknya.

###

Maaf ini part paling dikit hhhh:v lagi gak bisa konsentrasi, walaupun ide melayang tapi otak susah menuangkannya, semoga kalian mengerti🎆 agar tidak membuat saya jauh lebih tertekan dengan komenan kalian yang seakan memaksa😇

Playboy (Ending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang