penjelasan.

3.6K 252 23
                                    

Siang sudah terlalu, sore pun akan segera terganti dengan senja, berarti kini sudah saatnya Ali pulang bekerja. Dia sudah tidak sabar ingin bertemu istrinya yang semenjak tadi tidak bisa dihubungin sejak kejadian yang tak terduga seperti tadi siang.

Ali mulai melajukan mobilnya membelah jalanan ibu kota yang macet. Setengah jam terjebak macet, dan sudah memakirkan mobilnya diparkiran, Ali segera berjalan menuju ruang apartemen yang ia tinggali bersama istrinya. Dengan langkah pasti kaki Ali mulai memasuki Lift yang akan membawanya ketempat yang ia tuju. Saat sudah sampai didepan pintu apartemenya Ali langsung memasukkan pasword apartemen miliknya yang merupakan tanggal pernikahan ia dengan Prilly.

Saat pintu apartemen terbuka satu kata yang mendeskripsikan ruangan disana adalah gelap, membuat Ali menghela nafas kasar, jika lampu saja tidak ada yang nyala berarti Prilly tidak ada disini. Ali pikir Prilly tadi siang pulang keapartemen namun kenyataannya tidak. Dengan malas Ali mulai memasuki kamarnya setelah semua lampu ruangan ia nyalakan seluruhnya. Sekhawatirnya Ali dengan Prilly, tapi Ali ingin membersihkan dirinya terlebih dahulu setelah penat bekerja seharian. Saat selesai melakukan ritual mandi, Ali mulai memakai T-Shirt dan celana sebatas lutut. Ali sempat terdiam dikamar sambip menunggu adzan magrib tiba, dan saat waktu panggilan salat menggema Ali dengan lekas menggelar sajadah dan memakai sarung setelah ia berwudhu. Tak lebih dari 10 menit Ali selesai sembahyang, dan ia kembali melipat sajadah dan sarung yang ia kenakan tadi dan ditaruh ditempat khusus.

Sekarang yang ia harus lakukan adalah menghubungi Prilly, memastikan istrinya berada dimana dan dengan siapa. Pertama kali Ali menelpon teman-teman dan sahabatnya namun mereka semua mengaku tidak ada bersama Prilly sampai akhirnya harapan terakhir Ali adalah mertuanya, kemana lagi coba Prilly pergi kalau bukan kerumah orangtuanya. Dengan jantung yang berdegup kencang Ali memberanikan diri menelpon Ibu Mertuanya. Karena Ali khawatir jika Prilly sudah bercerita Tante Marissa ikutan marah padanya.

"Assalamu'alakum mah" Ali memulai panggilan dengan salam.

"Wa'alaikumsalam nak." Jawab Tante Marissa dengan suara yang santai tidak ada nada marah sedikitpun membuat Ali menghela nafas lega.

"Mah, Prillynya ada dirumah ya?" tanya Ali pelan-pelan.

"ada kok li, nih dia lagi makan disamping mamah." Ucap Tante Marissa makin membuat Ali merasa lega, karena istrinya aman bersama orangtuanya.

"Ali bolehkan kesana mah jemput Prilly?" tanya Ali

"kamu itu Ali ya bolehlah kan kamu suaminya." Ucap tante Marissa sambil terkekeh disebrang sana.

"aku gak mau kamu kesini, jangan datang kesini pokoknya!!" Ali menjauhkan ponselnya dari telinganya karena suara nyaring yang sangat ia kenali. Pasti waktu tante Marissa angkat telpon di loudspeaker.

"Prilly gak boleh gitu, dia tetap suami kamu" Ali mendengar mertuanya memperingati Prilly.

"sayang please kasih aku waktu buat jelasin semuanya," Ali dengan perlahan berbicara dengan Prilly.

"bodo amat aku gak mau denger" Balas Prilly.

"Say..."

"Prillynya masuk kamar Li, kamu datang aja langsung kesini." ucap Tante Marissa

"yaudah mah Ali akan kesana sebentar lagi, kalau gitu Ali tutup telponnya dulu. Assalamu'alaikum"

"wa'alaikum salam" Setelah Tante Marissa menjawab salamnya Ali langsung memutuskan sambungan telponnya.

ΔΔΔ

Sebelum benar-benar sampai dirumah mertuanya Ali membeli roti bakar kesukaan Prilly, dan juga martabak manis yang Ali tahu itu kesukaan Papahnya dan Papah Mertuanya juga. Karena rumah orangtuanya dan mertuanya bersebrangan jadi Ali harus membeli makanan double.

Playboy (Ending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang