kali kedua

1.7K 427 43
                                    



"Aji, sini duduk."

Aji mendongkak, melihat cewek berkucir buntut kuda menepuk-nepuk sisi sebelahnya menyuruh agar Aji duduk di sana. Tapi Aji menggeleng, malah kini jadi bersandar sama pohon ditemani Darjo yang cacat nggak bisa diayuh lagi karena rantainya putus. Niat awal mereka mau jogging dan sepedaan batal total, malah jadi ngadem di bawah pohon sambil liatin orang-orang di sekitar alun-alun.

"nggak, ah."

"nggak capek apa berdiri terus?"

"justru itu." cowok itu menukas, "berdiri tuh cirinya cowok. Kalo nggak bisa berdiri ya bukan cowok namanya."

Jingga melotot lalu memalingkan muka dari Aji, ini Jingga jadi mikirnya ke hal yang menjurus lhoo, Ji.

Kembalikan otak suci Jingga!

Nggak mau nanggepin ucapan Aji, Jingga memilih diem sambil tangannya ngelus-ngelus lutut Jingga yang berplester. Ada senyum kecil di bibirnya teringat kejadian tadi, dimana Aji ngasih Jingga dua plester yang ditempelin jadi satu buat Jingga ngerasa dikerjain, gimana masangnya cobak hadeuh. Pantes aja Aji pas dateng cengar-cengir sendiri.

Tapi ternyata Aji beli plesternya nggak cuma itu, dia belinya serenteng. Mau tahu buat apa? Buat mlesterin Darjo. Katanya, Darjo juga terluka meski nggak berdarah kayak Jingga. Dan Aji nggak suka melihat apapun yang ada di depannya sedang terluka, lalu gimana Jingga? Kan plesternya nggak bisa di tempelin ke luka, tega, Ji membiarkan luka Jingga kering sama angin? Ya, enggak lah buddies. Masa Aji tega sama Jingga yang notabenenya the one and only yang ada di hati Aji.

Aji ngasih plester lagi ke Jingga, dan kali itu plesternya bisa ditempelin ke lutut meskipun tampilannya penuh sama coretan pulpen yang bertuliskan,


Yang pake plester ini semoga jadi jodohnya Aji. Aminnnnnnnnnnnnnnnnn!

Terus banyak gambar love kecil-kecil.


Awalnya Jingga mau ganti minta yang baru, tapi nggak jadi deh. Barang kali itu tulisannya doa buat mereka berdua.

"Aji, makasih ya."

"buat?"

"lo udah ngerelain baju baru lo buat bersihin darah di luka gue, dan makasih juga plesternya." Aji jadi melirik lengan bajunya yang ada bercak darah, duh! Bisa ilang nggak ya pas dicuci? Tapi nggak apa-apa deh, seenggaknya Aji udah keliatan sedikit berkorban di hadapan Jingga.

"iya, sama-sama." cowok itu menarik senyum, memandang Jingga duduk di atas peti kayu yang biasa buat metiin tomat kayak yang biasa Jingga lihat dipasar kalau nemenin Mama belanja. Enggak tau deh itu peti punya siapa, pokoknya pas mereka sampe taman alun-alun peti itu udah ada di sini.

"masih ada nggak plesternya?"

"masih."

"minta dong."

"buat apaan?"

"tinggal kasihin aja, gausah banyak tanya."

Aji menghela nafas pendek, menurut pada Jingga. Masih ada sisa satu plester tersisa di sakunya dan dia berikan kepada Jingga, lebihan mlesterin Darjo yang sudah pasti nggak akan ada manfaatnya biarpun seluruh kerangka Darjo di plesterin juga, wong benda mati.

"sini!" Jingga menyuruhnya mendekat, tapi Aji masih santai nyender ke batang pohon setelah ngulurin tangan ngasih plester ke Jingga.

"apaan?"

"heh, sini dulu."

"dih, emang siapa yang butuh?"

"hadehh. Tinggal sini doang!"

JinendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang