Sejak pulang sekolah tadi Desti hanya diam saja di rumahnya sambil menonton film di salah satu stasiun televisi. Sudah pasti itu sangat membosankan. Apalagi dia hanya sendiri, kakaknya? Sudah pasti sibuk dengan kegiatan ekstrakulikulernya.
Ara dan Ica sedang bekerja kelompok, tapi mereka beda kelas, hanya jadwalnya saja yang sama.
"Assalamu'alaikum'' ucap orang dari luar.
"Wa'alaikum salam" jawab Desti agak teriak.
Desti beranjak dari duduknya, dia berjalan kearah pintu, lalu membukanya.
"Depian? Ngapain?"
"Mau ngajak lu jalan"
"Tumben banget"
"Kalo mau, berangkat, kalo kagak yaudah gue aja yang pergi"
Desti berfikir sejenak, mungkin keluar rumah bersama Rey bukan hal yang buruk.
"Iya tar gue ganti baju dulu"
Desti sudah mengganti pakaiannya, dia memgunci pintu rumah, untuk jaga-jaga, siapa tahu nanti ada maling.
Desti memakaikan helm di kepalanya, dan menguncinya. Lalu dia naik ke boncengan motor Rey. Hari ini Rey memakai motor metik, karena dia suka sakit punggung jika kelamaan membawa motor ninja-nya.
Motor Rey melaju, meninggalkan pekarangan rumah Desti, entah kemana dia akan pergi, yang jelas bersama Desti.
Rey menghentikan motornya di parkiran Alun-Alun Kota Bandung. Desti turun dari motor Rey dan membuka helm yang dipakainya. Namun dia tidak bisa membukanya, sudah kebiasaannya seperti itu, memakai helm bisa, tapi membukanya tidak bisa. Dasar Desti.
Rey membantu desti membukakan helmmya, sampai helmnya bisa terlepas dari kepala Desti.
"Kebiasaan sih lu, kalo gak bisa buka kunci helmnya, gak usah dikunci" omel Rey.
"Ya kalo gak dikunci, ntar helmnya lepas gimana?" Desti beralasan, tidak ingin kalah.
"Serah lu dah" ucap Rey mengalah. "Ayo" ucap Rey mengajak Desti berjalan.
Desti hanya mengikuti Rey saja tanpa banyak bicara, dia sendiri tidak tahu akan dibawa kemana dirinya.
Rey membeli es krim dua, sudah pasti itu untuk Desti dan dirinya.
"Kok tau kalo gue suka es krim rasa vanila?" Tanya Desti yang dibelikan es krim rasa vanila, sementara Rey rasa coklat.
"Hah? Gak tau, tadi gue mau beli yang coklat dua, karena gue suka rasa coklat, tapi coklatnya cuma ada satu, yaudah gue beli yang itu" ucap Rey sambil menjilat es krimnya seperti anak kecil.
Rey dan desti memakan es krimnya sambil berjalan mengelilingi Alun-Alun. Entahlah, hitung-hitung jalan santai ucap Rey saat itu.
"Des, mau cobain punya gue gak?" Tawar Rey.
Sepertinya bukan hal yang buruk.
"Boleh"
Rey mendekatkan es krim nya ke mulut Desti. Namun ketika sudah dekat, Rey malah mengarahkannya ke hidung Desti, dan membuat Desti kesal. Rey tertawa melihat Desti yang kesal, dia berlari menghindari Desti yang juga mengejarnya.
Setelah lelah berlari tadi, Desti dan Rey sedang duduk disebuah bangku yang ada di Alun-Alun tersebut. Sambil membersihkan hidung Desti memakai tisu yang dia bawa di tasnya. Desti memukul pelan lengan Rey.
"Ish nyebelin banget sih lu, idung gue lengket kan jadinya"
"Gapapa, tetep cantik kok"
"Udah tau."
"Idungnya"
"Ish nyebelin"
Desti memutarkan bola matanya malas. Dia melihat sekeliling, melihat anak kecil yang begitu senang belajar mengendarai sepeda bersama orang tuanya. Jadi ingat ketika dia kecil dulu, dia pun seperti itu, diajar mengendari sepeda, tapi oleh kakaknya.
Rey melihat Desti tersenyum, lalu mengikuti arah pandang Desti. Sebuah ide terlintas di benaknya.
"Des"
Desti mengalihkan pandangannya menatap Rey.
"Ya?"
"Anterin gue yuk"
"Kemana?"
"Udah ayok ikut aja"
Rey bangkit dari duduknya dan menarik tangan Desti begitu saja.
Rey dan Desti pergi ke tempat penyewaan sepeda yang ada di daerah tersebut. Entah untuk apa, Desti hanya menurut saja.
"Ayo Des, naik" ucap Rey yang sudah siap dengan sepeda yang disewanya.
Sepeda dengan satu jok, dan sepasang jalu di bagian tengah ban.
"Lah itu kan jok nya cuma ada satu, terus gue duduk dimana?"
"Siapa yang nyuruh lu duduk?"
"Terus?"
"Berdiri lah, itu kan udah ada injekannya"
"Yaelah pegel nanti"
"Sengaja"
"Anjir"
"Udah ayo cepetan"
"Iya sabar elah"
Desti naik keatas sepeda, tangannya berpegangan pada pundak Rey, agar tidak jatuh.
Rey mengayuh sepedanya mengelilingi Alun-Alun kota. Dia tersenyum melihat Desti tersenyum, tidak lupa pula angin yang dihasilkan karena mengendarai sepeda membuat rambut Desti sedikit terbang ke belakang.
Desti sangat merasakan anginnya, dia mencoba melepas kedua tangannya dari pundak Rey dan merentangkannya.
"Pegangan, takut jatoh"
"Gak mau"
"Ngeyel"
"Biarin"
Rey menghentikan sepedanya ketika dia melihat sesuatu yang menarik perhatiannya. Desti yang merasa heran hanya bisa turun dari sepeda dan mengikuti kemana Rey berjalan.
Sepasang gantungan kunci yang terbuat dari kayu. Benda yang membuat Rey tertarik untuk membelinya.
"Nih, buat lo"
Desti tersenyum menerimanaya, gantungan itu sangat lucu. Akan dia pasang di tasnya nanti.
"Makasih"
"Iya"
Rey mengembalikan sepedanya ke tempat semula. Saat ini dia menuju jalan pulang bersama Desti. Tapi mereka tidak langsung pulang, Rey meminta Desti untuk menemaninya makan dulu, karena sejak tadi pergi mereka hanya memakan es krim.
Rey memarkirkan motornya di salah satu kafe yang jaraknya dekat dari Alun-Alun. Lalu memasuki kafe tersebut dan duduk di salah satu bangku yang ada di kafe. Tapi posisinya di tengah-tengah. Sangat tidak nyaman bagi Desti, entah kenapa.
"Ayo sini duduk"
"Gue gak mau duduk disitu"
"Kenapa?"
"Mau nya di pelaminan"
"Bacot. Udah cepet sini"
"Lo yakin? Ini di tengah, gue gak nyaman, cari tempat duduk lain aja"
"Yaudah iya"
Rey mengalah dan memutuskan duduk di bangku yang ada di sudut ruangan.
***
Haduh, maap banget ini update nya kelamaan, bagiannya juga pendek banget, do'ain aja, semoga authornya gampang mikir buat alurnya dan semoga juga authornya rajin update hehe.
Ok jangan lupa vote, komen, dan share. Klian cuma baca pun gw udah seneng:))
KAMU SEDANG MEMBACA
Cewek Kerdus
Teen Fiction"Lo tau upil gak?" Tanya Desti yang mulai ngerdus. "Gak" jawab Rey dengan nada cuek dan masih menatap lurus kearah lain. "Sok-sokan sih jadi anak SMA, upil aja gak tau, lulusin tekah dulu sana" ucap Desti. Rey hanya melirik Desti sekilas. Dan memuta...