Pesawat dari Shanghai berhasil mendarat di bandara Incheon beberapa waktu yang lalu. Sebut saja namanya Hyunsik, salah satu dari sekian banyak penumpang yang menaiki pesawat China itu. Dia mendorong sebuah trolly berisi koper hitam dan tas ransel berukuran besar. Dengan tubuh lelahnya ia melangkah keluar dari bandara dan menghadang sebuah taksi yang baru saja menurunkan penumpang. Dengan bantuan sopir taksi, ia memasukkan koper dan ransel besar itu ke dalam bagasi kemudian duduk tenang di kursi penumpang.
Ia menyematkan earphone di kedua telinganya dan memutar musik melalui ponsel. Kedua bola matanya menatap pemandangan luar jendela yang riuh kendaraan lalu-lalang. Semua terlihat sama, tak ada perubahan sedikitpun.
Perjalanannya terbilang biasa-biasa saja, tak ada perbedaan. Ia akan melewati hari-hari dengan mengulang kegiatan yang menurutnya sama. Dan mungkin sangat membosankan, lebih membosankan dari Shanghai sekalipun Korea adalah tanah kelahirannya.
Cukup lama ia berada dalam taksi, hingga sampailah pada sebuah rumah yang tak asing dimatanya. Ia pun turun dari taksi dan mengeluarkan barang-barangnya. Selepas itu, ia masuk ke dalam rumah itu tanpa mengetuk. Didapatinya ruang tamu sepi tanpa siapapun. Baginya itu biasa, ia cukup melangkah lebih dalam dan membuka kamar. Ya! Disanalah ia akan melepas lelah dari perjalanan.
Dia pun menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang begitu saja tanpa mengganti pakaian atau sekedar menyalakan lampu kamar. Gelap lebih disukainya dibanding terang yang menyilaukan mata. Entah lelap atau tidak, yang jelas pria itu tak berkutik dari posisinya.
(***)
"Hyunsik-a... Ireona!!! Manajer barumu telah datang!"
Suara nyaring seorang wanita dari balik pintu kamar yang di sertai ketukan, berhasil membuat dia yang pulas menggeliat. Ia menyadari kegelapan masih menyelimuti kamarnya yang berantakan.
Dengan malas ia menyibak selimut hangat yang membalut tubuh lalu berjalan gontai menuju pintu. Saat pintu terbuka, ia menyandarkan tubuhnya pada kerangka pintu yang kokoh dan berusaha menyadarkan dirinya dari alam mimpi.
"Eum... beri aku lima menit untuk bersiap"ucapnya dengan suara serak.
"Baiklah, jangan terlalu lama..."
Dia pun kembali masuk ke dalam kamarnya selepas wanita paruh baya itu pergi. Dibukanya tirai dan kedua matanya menyipit saat sinar matahari masuk begitu saja melalui kaca jendela. Setelah itu, ia segera membersihkan diri dan bersiap untuk aktivitas. Kantuknya telah pergi saat ia menyiramnya dengan air dingin.
Selesai bersiap, ia berjalan meninggalkan kamar yang masih berantakan. Ia menuju ruang tamu di mana seseorang telah menunggu. Benar saja, ia mendapati seorang lelaki yang terlihat lebih rapi darinya dan seorang pria paruh baya.
Ia pun duduk diantara kursi-kursi kosong yang tersisa,"Jadi kau manajer baruku?" tanyanya pada pria berjas rapi itu.
"Ne, saya Seo Eunkwang"
"Eum, baiklah. Sudah tahu jadwalku di Korea?"
"Ne, saya telah mendapatkannya dari agensi kemarin"
"Bagus. Kita akan mulai secepatnya, tapi aku tidak tinggal di sini. Kita akan tinggal di Seoul, dan kau harus tinggal bersamaku. Setuju?" jelasnya pada pria yang bernama Seo Eunkwang itu.
"Ne, saya setuju. Gamsahamnida Hyunsik-ssi"
"Eum.." singkatnya lalu bangkit dari kursi.
"Mau kemana?"
"Ke kamar"
"Tidak bisakah kita berbincang lebih lama? Antara anak dan ayah?"
"Mianhae, aku harus berkemas. Sampai jumpa di meja makan" tolaknya lalu melenggang pergi meninggalkan sang ayah yang tampak kecewa.
Pria paruh baya itu hanya dapat menghela nafas dalamnya, lalu kembali bercakap dengan manajer baru sang putra dinginnya. Sangat dingin. Mungkin lebih dingin dari es, semua senyumnya adalah palsu. Tak ada sorot ketulusan di matanya selain sisa kenangan masa kecil yang tak pernah luput dari ingatannya.
Di kamar, ia hanya berdiri di hadapan jendela melihat rumah tua yang berada di seberang. Rumah itu telah rapuh karena ditinggalkan. Mungkin tak ada lagi yang dapat di perbaiki dari rumah lapuk dengan sebuah pohon mapple tua. Rupanya musim gugur belum datang, hingga daunnya belum menguning.
"Soohe-ya, kau ada di mana... sekarang aku sangat merindukanmu..." lirihnya.
Ia membuka kancing kemejanya dan mengeluarkan sebuah kalung perak berliontin daun maple kecil. Ia hanya tersenyum sendirian saat mengingat gadis cilik itu tersenyum dengan pipi tembam layaknya kue mochi yang kenyal.
Singkat. Pertemuan yang terlalu singkat namun cukup berbekas. Ia selalu mengingat waktu di mana tangannya selalu menggenggam erat tangan kecil gadis berpenutup kepala yang selalu menjadi incaran anak nakal di sekolah. Dirinya akan menjadi benteng pertahanan bagi dia dan mengomelinya tanpa henti sembari berjalan pulang kerumah.
Yaaa!!!!! Part pertama dari cerita ini telah aku update hehehe, mungkin emang ini cerita bakal terkesan lebih berbeda dari cerita-ceritaku yang lainnya. Kita lihat aja kebelakangnya gimana cerita ini berjalan. Tergantung mood, sih
Thanks to reading, guys!!! Hope you have a good time for free and try to read something else
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTUMN ☑
FanfictionSuara ketukan sepatu hitam yang dikenakan pria itu tedengar senada dengan langkah kakinya yang hati-hati. Ia menyusuri setiap ruang rumah rapuh yang telah lama ditinggalkan, barangkali hanya ada tikus dan laba-laba. Pencahayaan yang minim tak membua...