CHAPTER 2: FÜR ELISE

159 18 2
                                    

Suara ketukan sepatu hitam yang dikenakan pria itu tedengar senada dengan langkah kakinya yang hati-hati. Ia menyusuri setiap ruang rumah rapuh yang telah lama ditinggalkan, barangkali hanya ada tikus dan laba-laba. Pencahayaan yang minim tak membuatnya merasa ngeri dengan rumah itu. Seolah merasa cukup dengan pantulan cahaya matahari yang masuk melalui celah jendela dan atap yang berlubang di mana-mana.

Matanya menelisik ke seluruh tembok juga ruangan penuh debu, bahkan beberapa dari lantai kayu yang menjadi pijakannya telah rapuh. Langkahnya terhenti di sebuah ruangan yang cukup luas, barangkali inilah ruang tamu.

Sejenak ia mengamati ruang kosong itu. Hanya satu benda tertinggal di sudut ruang itu. Sebuah grand piano yang telah usang dan rusak parah, mungkin tak dapat di perbaiki bagaimanapun caranya. Ia memutuskan mendekati grand piano itu dan membuka papan panjang yang menutup jajaran tuts-tuts.

Senyum kecil tercetak di sudut bibirnya, ia mendapati sebuah partitur lama yang kusam dan termakan oleh kutu buku. Jangankan membaca not, untuk sekedar melihat tangga nada yang tersisa pun tak bisa. Ia hanya dapat membaca judul dari partitur itu dan sebuah coretan nama sang pemilik.

(***)

Alunan melodi piano yang tengah dimainkan oleh Hyunsik terdengar luas memenuhi gedung theater. Sebuah nada piano singkat yang terkenal dari seorang pianis kesepian. Ia begitu menikmati setiap melodi yang muncul dari tuts-tuts piano yang ditekan oleh jemari.

Awal permainan, ia merasakan nada sendu yang lembut di mana ada seberkas kerinduan panjang yang tersirat. Perlahan nada itu seolah terpecah dan mengejutkan, ya! Itu lebih terdengar sebagai rasa rindu yang tertumpuk dan memaksa untuk keluar. Hingga akhirnya, nadanya selesai dengan pengulangan pada awal permainan. Rasa rindu itu kembali seolah tanpa titik terang.

Itulah Fur Elise milik Beethoven. Hyunsik menyebutnya pria kesepian yang termakan oleh rindu tak berbalas. Barangkali itu serupa dengannya saat ini. Setiap hari memupuk rindu yang sama tanpa ada akhir.

Dia bermain piano seolah nada-nada sendu Beethoven mengalir di jiwa sepinya. Ia seperti sedang bercerita melalui alunan melodi piano itu, mengutarakan seluruh kesepian dalam jiwa. Jika Beethoven bermaksud merindukan si Elise, gadis misterius yang tak pernah diketahui kebenarannya. Maka ia akan menjadi seseorang yang merindukan gadis kecil berpenutup kepala di masa sepuluh tahun yang lalu. Soohee, sekeras apapun melupakan sosoknya tapi tak berhasil. Hatinya selalu yakin akan dapat bertemu kembali dengannya. Ia pasti mengenali Soohee apapun kondisinya, bahkan jika Soohee tak mengenalinya.

Permainan Fur Elise versi Hyunsik berakhir saat ia berhenti menekan tuts-tuts piano. Seketika telinganya mendengar suara nyaring tepuk tangan dari seorang lelaki paruh baya yang menjadi penonton tunggalnya sejak awal.

Ia pun bangkit dari kursi lalu bergerak menuruni panggung tinggi itu, meski jiwanya tetap berada bersama nada-nada yang baru saja ia mainkan. Dihampirinya pria paruh baya itu dan membalas jabat tangannya.

"Itu sangat hebat. Kurasa mendiang Beethoven akan senang melihatmu dapat menyelesaikan Fur Elise dengan sangat baik bahkan lebih baik dari sang maestro sendiri"

Entah pujian atau olokan yang sampai di hati Hyunsik. Yang jelas, pria itu terlihat tak tertarik bergurau bersama pria paruh baya itu. Dia lebih senang menganggap basa-basi itu sebagai jilatan atau pemanis agar keinginannya dapat dengan mudah terwujud.

"Gamsahamnida" singkatnya.

"Hahahaa!!! Hyunsik-a... Bakat ayahmu mengalir dengan baik di darahmu. Aku sangat yakin konser perdana di Seoul akan sukses besar"

Lagi. Kalimat yang akrab disebut jilatan itu muncul disertai tawa lepas yang dibuat-buat. Memuakkan. Mendengar ucapannya saja sudah membuat perut mual. Apalagi dia menepuk-nepuk pundak Hyunsik seolah sedang bercakap dengan teman lama atau anak terkasih.

"Hyunsik-a, jangan sungkan padaku jika perlu bantuan. Kau hanya perlu menghabiskan masa lajangmu dengan banyak manfaat" ujarnya untuk kesekian kali.

Hyunsik hanya tersenyum singkat tanpa membalas. Ia kemudian berpamitan dengan alasan melanjutkan sisa kegiatan di hari terik. Memuakkan bukan berkumpul dengan orang-orang berposisi tinggi dengan jilatan-jilatan maut yang terdengar menyedihkan. Meski kebanyakan orang menyukai rentetan kalimat pujian yang penuh makna dibaliknya, bahkan terkesan menjijikkan.

(***)

Pria bernama lengkap Im Hyunsik itu saat ini berada di salah satu ruang kelas Universitas Nasional Seoul. Dia berdiri di antara pemuda-pemuda yang duduk di kursi dengan buku catatan dan pena. Mereka terlihat serius mendengarkan apapun yang keluar dari pita suara Hyunsik.

"Jadikan kegiatan bermusik adalah hobby, bukan sebuah tuntutan pekerjaan. Sama halnya dengan pekerjaan yang lainnya. Semua akan berjalan mudah jika kau menyukai apa yang kau lakukan dan bermainlah dengan perasaanmu. Mengerti?"

"Ne!!!!!"

"Baiklah. Sekian dua jam milik kita, kuharap akan bermanfaat dan jadilah berguna!"

"Ne!!!!"

Hyunsik mengakhiri kuliahnya dan merapikan buku-buku musiknya. Ia kemudian keluar dari ruangan itu dan berjalan menuju kantin untuk mengisi perut kosongnya. Usai memesan makanan, ia duduk di kursi kosong sembari menulis not-not angka di atas buku musiknya. Ia berusaha mengingat setiap not yang sebelumnya ia ciptakan untuk digabung menjadi sebuah lagu.

"Soohee-ya!!!! Hei!!! Lee Soohee!!! Tunggu aku...."

Pria itu menghentikan kegiatannya saat mendengar teriakan nama itu. Ia melihat seorang perempuan berambut panjang berlari ke arah perempuan lainnya yang mengenakan penutup kepala. Perasaan tak asing pun muncul. Ia segera bangkit dari kursi dan berusaha menemukannya.

Tapi ternyata sia-sia. Gadis berpenutup kepala itu telah sirna saat ia sampai di tempatnya. Kedua matanya menelisik seluruh sudut, setidaknya ia dapat melihat siluetnya. Namun, nihil.

Soohee? Benarkah dia Soohee? Ke mana perginya? Lee Soohee... gadis kecil yang selalu dilindunginya dalam setiap keadaan sebelum perpisahan itu. Ia yakin telinganya tidak bermasalah. Soohee, seutas nama yang selalu diingatnya dengan baik. Sekilas ia melihat wajah gadis itu, tapi benarkah dia Soohee yang dicarinya? Atau Soohee yang lain? 



Menurut lho? pikir aja sendiri!!! Hahahaaa..... Kayaknya itu jawaban yang pas buat Hyunsik. Di part kedua ini judulnya rada senewen, author lagi lola mikir judul dan kebetulan aku suka sama Fur Elise punya Beethoven, nadanya emang rada misterius-misterius gimana gitu.

SAMPAI JUMPA DI PART SELANJUTNYA, GUYS!!!!! Keep strong and healthy

AUTUMN ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang