Gadis berkerudung yang kerap dipanggil Soohee itu tampak menikmati kegiatan membaca dalam lingkup perpustakaan yang tenang tanpa bising. Hanya ada suara tapak kaki dan lembar halaman buku yang terbuka. Pasang mata gadis itu tertuju pada deretan tulisan pada buku tebal di hadapannya.
Namun, fokusnya tiba-tiba teralihkan saat ia menyadari sebuah lengan kekar menjulurkan secangkir kopi panas dan di letakkan di atas meja. Ia pun menengok ke belakang. Terkejut, saat mendapati seorang pria berdiri di belakangnya dengan senyum terkembang.
"Sunbae-nim ... "
Pria itu sontak meletakkan telunjuk di depan bibir mengisyaratkan gadis itu agar tak bersuara dan tetap tenang. Dia kemudian duduk di kursi kosong yang ada di sebelah Soohee.
"Minumlah. Cuaca sangat dingin" bisiknya.
"Gamsahamnida" balasnya dengan nada serupa.
Dia kemudian menenggak kopi panas itu dan benar, ini cukup menghangatkan di musim gugur. Setelah itu, Soohee kembali fokus pada buku tebalnya. Sementara pria itu masih nyaman memerhatikan wajah serius Soohee tanpa berniat untuk beralih.
Mungkin dua jam lebih gadis itu membaca buku. Dilihatnya pria pemberi kopi yang telah tertidur di atas meja bersekat itu. Perlahan, ia bangkit dari kursi dan membawa salah satu buku bacaannya. Ia berharap tak mengusik pria lelap itu.
Usai meminjam buku pada petugas perpustakaan, Soohee menggerakkan kakinya keluar dari tempat sunyi penuh buku itu. Langkahnya terhenti saat ia menyadari empat pasang kaki jenjang menghadang. Ia pun mendongakkan kepala, terkejut bukan main saat ia mendapati empat orang gadis bersurai panjang menatapnya tajam dengan senyum berteka-teki.
Perlahan ia memundurkan langkahnya, namun salah satu dari mereka berhasil menahan pergerakan Soohee dan menyeret gadis itu dari sana. Sejenak mereka melirik sekeliling dan memastikan keadaan benar-benar sepi.
(***)
'BRAAKKK!!!'
Tubuh Soohee terhempas dan berhasil membentur tembok pembatas atap gedung. Dia merintih merasakan punggungnya yang nyeri bahkan air mata mulai mengucur dari balik kelopak. Tak sampai di sana, keempat gadis yang sebelumnya menyeret Soohee itu mendekat mengelilingi gadis berkerudung itu lalu salah satu dari mereka menarik kerudung Soohee dengan kasar memaksa kepala gadis itu terdongak.
“Aku bahkan muak melihatnya!” Sarkasnya lalu menghempaskan gadis itu begitu saja membuatnya hampir mencium lantai berbahan semen itu.
“Pertama! Kau berani mendekati Ilhoon. Kedua, kau tidak mendengar perkataanku. Dan sekarang, kau terima imbalan atas rasa sakit hatiku” ucap gadis mengenakan blezer abu-abu itu.
Dia kemudian menyuruh dua temannya memegang erat-erat kedua lengan Soohee dan seorang lainnya mengangkat kepala gadis itu agar tetap tegak tak bergerak. Sementara dirinya sendiri telah bersiap dengan kepalan tangannya.
“Satu ... “
Tamparan keras berhasil mendarat di pipi Soohee hingga darah berhasil muncul dari sudut bibirnya. Tak puas gadis berambut panjang itu mengambil ancang-ancang lain dan mengeluarkan sebutir telur dari balik blezernya. Dia kemudian memicingkan mata lalu melempar dengan keras hingga telur itu berhasil pecah di wajah Soohee.
"Dua."
Seketika bau busuk itu menyeruak. Dia terisak tapi mereka tertawa lepas. Dia terluka tapi mereka menikmati semua itu. Air matanya seolah berubah menjadi butir kebahagiaan yang merias wajah cantik keempat gadis itu. Namun, rupanya mereka belum puas.
Gadis itu melepas sepatu tingginya dan kembali pada posisi awal untuk bersiap. Perlahan dia menghitung mundur. Sedangkan Soohee telah memejamkan kedua matanya rapat-rapat, ia ketakutan tapi tak dapat melakukan apapun. Rasa sakit yang akan datang ini takkan bertahan lama. Untuk itu dirinya harus bertahan untuk beberapa saat menahan rasa sakit, lebih lama atau bahkan sangat lama.
Sampai hitungan ketiga dan lebih lama, rasa sakit yang seharusnya muncul itu tak datang. Ke mana larinya rasa sakit itu? Apa sesuatu yang lain terjadi pada dirinya? Perlahan dan semakin lama, ia merasakan seluruh telapak tangan kasar yang sempat menguncinya tak lagi ada. Apa telah berakhir?
Perlahan, ia membuka kedua matanya. Tepat di depan pandangannya, ia melihat punggung kekar milik pria mengenakan coat hitam. Dia berdiri tegap membelakangi Soohee yang duduk ketakutan.
“Ma ... ma’afkan ka ... kami ... pppak ....”
Kalimat terbata-bata itu berhasil ditangkap oleh kedua telinga Soohee dengan samar. Ya, dirinya tahu itu suara empat gadis yang tadi sempat menghajarnya.
(***)
Hyunsik sedang membeli peralatan P3K di apotek dekat Universitas Nasional Seoul. Usai membayar, ia lari dengan tergesa-gesa memasuki area universitas. Dia menuju atap gedung Fakultas Ekonomi, pandangannya langsung tertuju pada seorang gadis yang meringkuk bersandar pada tembok pembatas. Tampaknya gadis itu masih terisak bersembunyi dibalik coat hitam milik Hyunsik. Dia pun mendekat dan duduk bersila di hadapan gadis itu.
Dibukanya kotak P3K itu lalu dikeluarkannya kapas, alkohol steril dan obat merah,”biar kubersihkan wajahmu. Soohee-ya ... “ pintanya pelan.
Gadis itu menggelengkan dan enggan mengangkat kepalanya. Ya, dia masih ingin menangis lebih lama. Hyunsik menghela nafas dalam lalu mengusap pelan kepala gadis itu.
“Semua akan baik-baik saja. Hmm ... “
Tanpa penolakan, Soohee membiarkan pria itu mengangkat kepalanya. Dilihatnya seutas senyum lembut dari sudut bibir Hyunsik. Entah kenapa dirinya begitu mempercayai pria itu, sama seperti saat itu.
"Oppa ... aku takut ..." lirihnya.
"Gwaenchana, sekarang tak perlu takut lagi"
Hyunsik mengangguk pelan, ia mengusap air mata yang membasahi pipi gadis itu. Ya, semua dilakukannya dengan hati-hati dan lembut. Ia tak mau membuat Soohee semakin ketakutan.
Gadis itu membiarkan tangan Hyunsik membersikan sisa telur busuk yang menempel pada wajahnya. Hyunsik juga membersihkan kepalanya yang berbau busuk karena telur. Seolah tak merasakan bau apapun atau merasa jijik, dia dengan telaten dan hati-hati membersihkan dan merawat luka pada wajah gadis itu.
Ya, seperti saat itu. Hari di mana tangan kecil Soohee selalu menggenggam erat seragam Hyunsik saat ketakutan. Hyunsik akan menariknya dan menyembunyikan Soohee dibalik punggung kecilnya. Dia akan menjadi tameng sekaligus senjata yang melindungi Soohee dari gerombolan anak nakal yang suka mengejek bahkan melukainya.
Lalu, dirinya akan membeli plester dengan sisa uang jajan untuk menutup luka Soohee yang selalu berada di telapak tangan. Mungkin karena lututnya tertutup oleh rok seragam yang panjang dan celana hitam panjang yang selalu dipakainya.
Hyunsik akan menggandeng tangan kecil Soohee dan mengantarnya pulang. Sepanjang jalan dia akan mengomeli gadis kecil berpenutup kepala yang selalu dibully itu lalu membelikannya permen di perjalanan.
Benar, seperti hari yang telah terlewati untuk sekian lama. Seharusnya tak terulang, tapi ternyata lebih buruk dari anggapan. Melihat wajahnya penuh luka dan lebam membuktikan hidupnya masih tak baik-baik saja.
Hal itu lantas membuat hati Hyunsik nyeri. Kedua matanya yang memerah nanar bahkan luka lebam di dahi itu menyiratkan rasa sakit sendiri bagi Hyunsik. Rasa sakit itu tak pantas diterima oleh Soohee, dia tak terlalu kuat menampung seluruhnya.
Ada rasa geram yang terbesit dihatinya. Namun, alangkah baiknya jika Soohee tak tahu seberapa marahnya dia. Saat ini senyum palsu yang dapat membantu menyembunyikan amarah dalam diri pria itu. Ia sebisa mungkin menetralkan seluruh amarah dan tetap tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTUMN ☑
FanfictionSuara ketukan sepatu hitam yang dikenakan pria itu tedengar senada dengan langkah kakinya yang hati-hati. Ia menyusuri setiap ruang rumah rapuh yang telah lama ditinggalkan, barangkali hanya ada tikus dan laba-laba. Pencahayaan yang minim tak membua...