Waktu kian mendingin, hari pun memutih karena salju telah menutupnya. Gadis berkerudung itu berdiri menghadap jendela kamar yang tertutup rapat. Salju rupanya turun ringan hari ini. Senyumnya tercetak, dia mengukir sebuah daun maple di jendela kaca itu dengan telunjuk.
Dia segera mengakhiri kegiatan saat mendapati sebuah sedan hitam terhenti di depan kedai. Ia yakin sosok yang akan keluar dari sana, dengan cepat gadis itu memakai jaket tebal dan syal. Sebelum pergi, ia membawa serta ransel yang tergantung di salah satu sisi kamar lalu bergegas meninggalkan kamar.
Tepat di bawah anak tangga, ia mendapati lelaki mengenakan syal hitam dengan coat abu-abu. Alhasil senyumnya semakin tercetak lebar dan menghampirinya yang sedang berbincang dengan sang kakak.
“Oppa, aku pergi dulu...” ucapnya seraya mencium telapak tangan kasar sang kakak.
“Hyung, kita sebaiknya pergi bersama.”
“Tidak perlu. Bersenang-senanglah kalian, aku akan pergi sendiri...”
“Baiklah, salam untuknya...”
Minhyuk mengangguk pelan,”hati-hati saat menyetir. Jalanan sangat licin, Hyunsik-a”
“Ne,”
“Oppa, Assalamu’alaikum,”
“Wa’alaikumussalam” balasnya membiarkan mereka berdua pergi.
Sepeninggal sang adik, Minhyuk mengambil sebuah kotak makan siang. Dia membungkus kotak itu dengan kain lalu memasukkannya dalam ransel. Setelah itu, ia memakai jaket tebalnya dan menggendong ransel itu.
Usai mengunci kedai rapat-rapat, dia menaiki sepedanya menyusuri jalanan Seoul yang memutih. Tujuannya terlihat menyenangkan, itu tampak jelas dari raut wajahnya yang sumringah.
(***)
“TADAAAA!!!!”
Minhyuk menjajar semua makanan yang dibawanya di atas meja kunjungan. Dia mengangkat sumpitnya dengan senyum lebar,”Kwang-a, kau harus makan mie buatanku...”
“Aku mau, tapi bagaimana? Kau hanya memberiku bau yang sedap itu,” timpal sosok lelaki yang memakai seragam tahanan itu dari balik kaca pembatas.
“Eoh? Benar,” Minhyuk sedikit kecewa, ia berfikir sejenak lalu bangkit dari kursi. Dia menghampiri seorang petugas penjaga dan meminta izin.
Tampaknya itu berhasil, petugas mengizinkannya mengirim makanan untuk kawan yang ada di seberang. Keduanya kemudian menyantap mie kacang hitam itu bersama-sama sembari bercengkrama.
“Bagaimana dengan Soohee?”
“Dia baik dan kembali cerewet...” balasnya.
“Syukurlah...”
Mendapati Eunkwang yang hanya mengaduk mie kacang hitamnnya, Minhyuk meletakkan sumpit dan menatap lelaki itu,”jangan lagi merasa bersalah, ini sudah cukup. Dan jangan ulangi lagi, jangan lagi menyembunyikan hal yang seharusnya dibagi dengan temanmu...”
Eunkwang tersenyum mendengar celoteh panjang temannya itu. Kedua matanya sontak memanas dan memaksa air mata keluar, rasa senang atau masih dalam perasaan bersalah ia tak tahu pasti arti air mata itu. Dirinya begitu ingin menangis sambil tersenyum.
“Kenapa kau menangis? Sudah kubilang, hentikan! Tinggal di sini saja sudah cukup menyiksa...”
“Aniya... terima kasih, Teman. Kau masih menganggapku seorang teman meski aku telah membuat kesalahan...” dia memotong ucapan Minhyuk dan mengusap air mata harunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTUMN ☑
FanfictionSuara ketukan sepatu hitam yang dikenakan pria itu tedengar senada dengan langkah kakinya yang hati-hati. Ia menyusuri setiap ruang rumah rapuh yang telah lama ditinggalkan, barangkali hanya ada tikus dan laba-laba. Pencahayaan yang minim tak membua...