CHAPTER 4: Different And Same

90 15 2
                                    

"Cukup lama tidak bertemu. Kau sangat keren sekarang, aku bahkan melihat postermu di mana-mana" pria berseragam koki itu tersenyum pada Hyunsik yang hanya diam.

"Kenapa tidak menemuiku? Dia telah berubah. Hyung, ada apa dengannya? Dia membenciku?"

"Aniya ... Hyunsik-a, dia tetaplah Soohee, adikku. Dulu dia tidak mengerti, tapi sekarang dia telah banyak belajar. Dia tidak membencimu, hanya saja dia menjaga jarak darimu..."

Hyunsik masih tak percaya. Menjaga jarak? Jarak apa? Apa dia telah berkeluarga? Tidak mungkin! Usianya baru menginjak 20 tahun. Lalu apa?

"Hyung, apa sebabnya?"

"Dia tetaplah Soohee yang dulu. Tapi dia juga bukan Soohee yang dulu. Sekarang dia adalah gadis muslim yang mengerti batasan-batasan, jadi kumohon hargailah dia ... "

(***)

Apa yang orang pikirkan ketika hati berkecamuk tak karuan? Menangiskah? Menghabiskan semalam suntuk dalam bar dan menghabiskan berbotol-botol minuman beralkohol hingga berdiri saja tak mampu, atau sibuk merutuki diri sendiri layaknya orang gila.

Nyatanya hal itu seolah tak berlaku untuk Hyunsik. Ia lebih suka duduk dihadapan grand piano putihnya dan menekan tuts-tuts dengan jemari lihainya.

Pria yang terbiasa memainkan nada sendu itu kini berubah. Dia lebih memilih bermain secara acak-acakan layaknya emosi saat ini. Tanpa partitur ataupun lembar buku musik hasil karyanya. Permainannya tak tentu arah dan brutal seperti suasana hati.

Pertemuan malam itu rupanya tak membuat hati bahagia dan merasa lega dapat menjumpai lagi sosok Soohee yang telah tumbuh lebih tinggi dan berwajah mungil. Ingatannya masih berputar pada ucapan Minhyuk, kakak dari gadis itu.

Perubahan, status muslim, jarak bahkan perilaku Soohee yang berhasil menyayat hatinya, semua masih berlama-lama dalam benaknya. Ia seolah terkunci pada pertanyaan 'kenapa?'

Kekesalan tak berujung yang hanya terpendam oleh sendirinya hanya membuat ia semakin frustasi. Sikap diamnya tak sebanding dengan jalan otaknya yang sangat sibuk mencari jawaban yang entah tersembunyi di mana.

Ia tak tahu berapa lama dirinya menghabiskan waktu bermain piano tanpa henti maupun jeda. Tangannya lelah tapi enggan untuk berhenti atau sekedar beristirahat sejenak. Pelampiasan emosi membuatnya terus menekan jajaran tuts-tuts itu, sampai akhirnya ia menghentikan sendiri permainan itu dan bangkit dari kursi.

Langkah beratnya bergerak ke arah dapur, dia pun membuka pintu lemari es dengan jemari yang terasa kaku. Diambilnya beberapa botol soju dan diletakkan di atas meja pantry. Tanpa gelas, pria itu menenggak soju sampai hampir setengahnya. Tepat sebelum ia menganggkat botol sojunya lagi, tangan Eunkwang lebih cepat menahan pergerakan pria itu.

"Tolong hentikan. Lebih dari empat hari kau melakukan hal yang sama. Hyunsik-a, kumohon ..."

"Sungguh? Tapi aku belum mabuk sama sekali. Aku hanya ingin mabuk, sebentar saja" ia menatap nanar botol soju yang masih dipegang olehnya.

"Ma'af. Tapi aku benar-benar tak bisa membiarkanmu seperti ini"

Eunkwang merebut botol soju itu dari tangan Hyunsik dan meraup botol-botol lainnya. Ia memasukkan benda-benda itu kembali dalam lemari pendingin.

"Aaah!!! Kau sungguh kejam, hyung" gumam Hyunsik sembari memerhatikan manajernya yang sibuk menata botol-botol soju itu.

Selesai merapikan soju itu, Eunkwang menarik lengan pria itu dan menyeretnya masuk dalam kamar,"Tidurlah yang nyenyak, siapa sangka keajaiban akan datang esok hari saat kau membuka mata."

AUTUMN ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang