CHAPTER 6: One Time

55 13 0
                                    

Daun maple itu berguguran dengan sangat indah. Warna-warni daunnya pun tampak jelas. Alunan melodi piano yang dimainkan oleh jemari lihai Hyunsik terdengar seirama dengan guguran daun maple itu. Gurat senyum yang terpapar di wajah pria itu benar-benar tulus mengikuti alunan.

"Cut!!!"

Seruan itu membuat Hyunsik menghentikan permainan. Masih dengan senyum yang sama ia bangkit dari kursinya dan membungkuk hormat pada seluruh kru yang terlibat dalam pembuatan video albumnya.

"Waaah... itu keren. Kita menyelesaikannya tepat waktu"

Sang sutradara tampak puas dengan pekerjaan hari ini. Ia pun bangkit dari kursinya dan menghampiri Hyunsik yang kini duduk di sebuah kursi tunggu bersama Eunkwang yang sibuk menyiapkan makanan.

"Hyunsik-ssi, kau sungguh keren. Omong-omong darimana kau menemukan tempat ini?"

“Apa itu penting?” Tanyanya kembali sembari menatap pria bergelar sutradara itu.

Ani ... aaahhh ... lupakan saja. Persiapkan comebackmu dengan baik, kau sungguh bekerja keras.” Pria itu tertawa kaku mengalihkan ketajaman mata Hyunsik.

Dia kemudian mengundurkan diri dari hadapan pria itu daripada memperpanjang hal sepele karena mulut asalnya. Sementara Hyunsik hanya tersenyum sembari menggelengkan kepala melihat si sutradara yang tampak kesal pada diri sendiri.

(***)

Menunggu, apa orang bosan melakukan hal itu? Barangkali iya. Rasa jenuh yang teramat sering terjadi ketika menunggu, apalagi yang ditunggu tak kunjung menampakkan diri. Rasa kesal pasti akan memenuhi kepala dan bersiap untuk keluar.

Lain halnya dengan Hyunsik. Saat itu malam baru menyapa, bahkan warna jingga dari sisa senja masih terlihat di sudut barat. Pria itu berdiri di bawah pohon Cherry Blossom yang tak lagi lebat, hanya daun kering yang berguguran dan diterpa angin.

Pria bersetelan coat coklat dan syal hitamnya itu tampak setia menunggu. Sesekali ia menyandarkan diri pada pohon Cherry Blossom di belakangnya yang berlagak seperti teman. Kedua matanya terus menatap gedung besar dengan mayoritas cat putih itu, di sana ada sebuah tulisan asing yang cukup mencolok yang terletak tepat di atas pintu utama. Tulisan itu memang tak dimengerti olehnya, namun cukup menarik perhatian.

Ia segera menegakkan kembali posisinya saat mendapati sososk Soohee berjalan keluar dari gedung ibadah itu. Dia berlari kecil menghampirinya yang telah menampakkan senyum.

“Apa aku lama? Ma’af ... “

Geumanhae, kau selalu meminta ma’af. Ayo pergi!” ucapnya lalu mulai melangkah.

Oppa! Kau melupakan sesuatu” Soohee menghentikan langkah pria yang tumbuh lebih tinggi itu.

“Hmm?”

Gadis itu berdiri dihadapan Hyunsik dan menarik syal pria itu. Melihatnya yang kesulitan, dengan suka rela Hyunsik sedikit membungkuk agar Soohee tak perlu berjinjit. Gadis itu membenarkan syal Hyunsik lalu menaikkannya agar menutupi separuh wajah pria itu.

“Kau tidak bisa berjalan seperti tadi. Bagaimana jika orang mengenalimu? Kau akan terlibat masalah karena aku”

“Kau takut?” Tanyanya dengan mata tertuju pada manik mata Soohee yang masih berdiri di depannya.

Gadis itu mengangguk cepat,”kau tahu jawabannya.”

Hyunsik menarik nafas dalam lalu mengangkat lagi tubuhnya. Ia meraih telapak tangan gadis itu dan dimasukkannya ke dalam salah satu saku coatnya. Ya, dia menggenggam erat tangan Soohee.

“Seperti ini. Jadi kau tidak perlu takut”

Sejenak. Ada rasa yang mendesir dalam dada gadis itu. Ia berusaha menata perasaan yang muncul tiba-tiba. Ia menarik paksa tangannya yang tergenggam oleh Hyunsik di dalam coat pria itu.

Waeyo?”

“Aah ... tidak. Berjalan di sampingmu saja sudah cukup, aku tidak takut” alihnya  berharap Hyunsik akan mempercayai sedikit kebohongan itu.

Benar, Soohee telah tumbuh. Barangkali ini terlalu cepat. Hyunsik menarik nafas untuk kesekian kali, ia menata alur detak jantungnya. Tidak masalah, ini akan baik-baik saja. Selagi dapat menemuinya, berjalan di sampingnya sudah lebih baik daripada tidak sama sekali.

Keduanya kemudian berjalan beriringan menyusuri trotoar. Entah ke mana mereka akan menentukan tujuan. Mengantar Soohee pulang? atau berjalan-jalan sejenak di Hangang. Cuaca benar-benar cantik hari ini.

Lihat para bintang yang telah menunjukkan kilaunya di atas langit itu. Mereka sedang menari dan berkedip manja. Malam menjadi tak terlalu dingin dengan sedikit senyum tulus. Sekalipun suasana di lingkup kedua orang yang sedang berjalan beriringan itu terasa kaku dan canggung.

(***)

Dua cangkir kopi panas yang berada di antara posisi duduk Soohee dan Hyunsik malam itu terlihat masih mengepulkan asap.

“Kau masih bermain piano?” tanya pria itu sembari melihat ke arah Soohee.

Dia menggelengkan kepala lalu menatap kedua telapak tangannya,”aku mungkin sudah lupa bagaimana menekan tuts-tuts itu”

“Sungguh? Kenapa?”

“Hanya ... tidak ingin melakukannya saja”

Hyunsik mengangguk pelan. Ia kemudian mengeluarkan sebuah tiket dan diberikan pada gadis itu,”hari minggu, aku mengundangmu untuk menonton Orchestra Symphony. Datanglah”

Gadis itu menatap tiket pertunjukan orkestra yang berada di tangannya. Ia tersenyum melihat sosok Hyunsik yang bersinar dengan perawakan tenangnya. Pria itu tengah memainkan piano hitamnya. Sekedar foto, namun cukup membuat hati kecilnya merasa iri.

“Aku akan menunggumu, Soohee-ya”

Soohee mengangguk pelan, ia mengatur nafasnya dalam-dalam berusaha mengabaikan rasa iri hati yang terasa menyesakkan.

Ya, dirinya iri melihat Hyunsik masih berkutat dengan buku-buku musik dan piano. Tapi apa guna iri, semua telah menjadi bagian dari takdir yang telah ditetapkan dengan sangat jelas.


AUTUMN ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang