CHAPTER 11: Suddenly

48 13 0
                                    

Tak seperti biasanya yang ramai pengunjung. Kedai mie kacang hitam itu seutuhnya tutup. Si pria koki terlihat rapi dengan jaket tebal dan sedang mengunci pintu kedai rapat-rapat. Setelah selesai, ia menghampiri gadis berkerudung yang menunggu di bawah pohon maple yang semakin kehilangan daun, beberapa dahan kering menandakan si pohon telah bersiap untuk musim yang lebih dingin.

"Ayo..." pria itu menggenggam tangan si gadis dan mengajaknya berjalan beriringan.

Keduanya berhenti di depan halte bus dan menunggu sejenak. Tepat saat bus datang, Minhyuk menarik gadis itu agar mengikuti langkahnya dan duduk di kursi yang cukup untuk berdua.

"Oppa, apa ini tidak berlebihan?"

"Apa? Tentu tidak. Sudah lama kita tidak bersenang-senang" balasnya dengan senyum lebar.

Namun gadis itu justru mengerucutkan bibir dan menunduk,"kau bahkan menutup kedai. Ini terlihat berlebihan, sebaiknya kita pulang saja..."

Minhyuk menghela nafas lalu menangkup kedua wajah gadis itu dan menatapnya,"Soohee-ya, mari habiskan hari ini dengan bersenang-senang. Sudah lama aku menginginkan waktu seluang ini. Jadi... jangan memikirkan apapun, Allah itu baik. Hmmm?"

Alhasil gadis itu mengangguk berat dan membuat senyum sang kakak semakin tercetak lebar. Barangkali benar, sudah sangat lama sekali bahkan ia lupa kapan terakhir kali Minhyuk mengajaknya melihat kembang api atau menaiki bianglala yang berputar dengan pelan.

(***)

"Lanjutkan analisisnya,"

"Mwo? Kau serius? Bukankah itu tempatmu merintis segalanya?"

"Apa kau tiba-tiba menjadi peduli padaku?"

"Tapi..."

"Tugasmu menemukan semua kebusukannya dan mengumpulkan bukti-bukti. Selain itu, apapun yang terjadi itu urusanku. Dan! Jangan lupa jika aku tak mempercayai siapapun"

"Bagaimana dengan manajermu?"

"Tetap tidak."

"Hmm... baiklah."

Percakapan di antara tiga orang lelaki yang terhalang oleh minimnya lampu penerangan hanya dapat memperlihatkan siluet ketiganya sampai dua orang di antaranya memutuskan meninggalkan ruangan itu menyisakan seorang lelaki dengan mata tajam menusuk.

(***)

Mentari semakin meninggi dan bercahaya cukup terang, namun udara dingin tetap singgah dengan angin yang senantiasa menerpa. Jam telah menunjukkan arah pukul 2 siang. Hari itu entah setan apa yang tengah merasuki sosok Hyunsik

Dia mengurungkan semua jadwalnya dan memutuskan tetap berada di rumah. Tubuhnya benar-benar malas melakukan banyak hal. Dia hanya menatap jajaran gedung tinggi dari balik jendela apartemen di temani sebotol sampanye dan seloki di tangan kanan.

Jika kebanyakan orang menikmati sampanye di saat perayaan tertentu atau tahun baru. Pria itu justru menikmatinya dalam kesendirian, ia berusaha membuang jauh sejenak pikiran-pikiran yang menyesakkan kepala.

Saat menyadari botol sampanye itu telah kosong, dia berbalik dan berniat untuk mengambil sampanye yang lain. Namun, langkahnya tertahan saat melihat Eunkwang berjalan gontai dengan goresan luka di pipi dan pakaian yang kusut.

Kenapa dengan pria itu? Apa dia berkelahi? Ya, Eunkwang yang baru saja berlalu bukanlah Eunkwang yang biasa di temuinya. Dia sangat berbeda. Keingintahuan itu membuat Hyunsik mengekorinya dan berniat masuk ke dalam kamar sang manajer. Akan tetapi, ia segera mengurungkan niat tepat saat tangannya sudah bersiap memutar knop pintu kamar Eunkwang.

AUTUMN ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang