12. Another Mary

442 37 0
                                    

Liam’s P.O.V

                Karl membuka gerbang rumah dengan sigap. Ia membuka kan pintu mobil ku dan berkata dengan panik.

                “Liam, syukurlah!”

                “Ada apa Karl?”

                “Mary!”

                Dia menuntun tangan ku. Tidak, menarik lebih tepatnya. Aku dan Niall ikut panik dengan tingkah Karl. Ia menuntun ku masuk ke kamar utama. Dan..

Ya Tuhan..

                “Mary!”

                Mary sedang meraung seperti seekor harimau. Ia cekikikan dengan suaranya yang amat berat. Ia menggeliat kesana kemari sambil menyeringai menyeramkan. Matanya melotot berwarna putih penuh seperti hendak keluar. Ia lalu menatap ke arah kami dengan menunjuk ku. Ia menggelengkan kepalanya kesana kemari dengan kaku.

                “Heux da outa fort”

                Gumamnya tak jelas. Aku, Niall dan Karl bertukar tatap saling bertanya apa yang harus kami lakukan.

                Aku menghampirinya dengan cepat. Lalu memeluknya dengan paksa.

                “Brengsek!!”

                Bentaknya pada ku sambil menghempaskan ku. Ia lalu mendorong ku dengan sebelah tangan, sangat kuat sehingga aku terdorong cukup jauh dari ranjangnya. Aku tergeletak di lantai dengan batuk yang tak tertahankan karena sesak.

                Mary lalu cekikikan dengan tak pantasnya. Seolah puas telah memperlakukan ku seperti ini.

                Demi apapun aku menyesal pernah menyakiti hatinya. Menolak cintanya dengan perkataan kasar hingga membuatnya hancur seperti ini. Aku sungguh tolol.

                “Apa yang harus kita lakukan Liam? Jangan diam saja!”

                Niall membuyarkan lamunan ku.

                “Karl, cepat panggil dokter!”

                Perintah ku. Karl mengangguk dan langsung mengerjakan tugas dari ku. Aku masih terengah.

Mary’s P.O.V

                “Hai.”

                Sapa ku. Ia lalu menghentikan tangisannya tanpa menatap ku.

                “Ada yang bisa aku bantu?”

                Tanya ku mencoba seramah mungkin. Dia tetap menunduk namun lalu ia mengangguk. Aku mengulurkan tangan ku.  Ia meraih tangan ku. Kami pun duduk di sofa berhadapan. Tapi ia masih menunduk.

                “Siapa nama mu?”

                “Mary.”

                “Hey!”

                Aku berseru membuatnya akhirnya mendongak menatap ku.

                “Kenapa?”

                “Nama kita sama!”

                “Oya?”

                Tanyanya sambil tersenyum manis. Membuat ku tersadar ia mengenakan kawat gigi membuat senyumnya jauh lebih manis. Mengingatkan ku pada diriku yang dulu.

Wrong ReflectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang