Akhirnya kami pun sampai di tempat yang Louis maksud. Kami masuk dengan lembaran dollar yang baru saja memenuhi saku kami karena performa kami yang memukau tadi malam. Jam menunjukkan pukul 7.30 a.m. Sebenarnya aku sangat lelah pagi ini karena belum sekejap pun memejamkan mata semalam suntuk tadi. Tapi, untuk menunjukkan kesolidaritasanku yang besar, tak apa lah.
“Lampion ratu Swiss tahun 1985? Tawaran pertama?”
Seorang cantik berdiri di sana dengan gaun hijau panjang terlihat sangat klasik sesuai dengan tema pelelangan ini. Aku hanya menjadi penonton, meskipun ayahku sangat gemar mengoleksi barang antik, aku sama sekali tidak tertarik. Menurutku itu hanya menghaburkan uang untuk sesuatu yang sama sekali tidak penting. Membeli ganja dan heroin lebih menarik.
“Lima ratus dollar!”
Niall yang pertama membuka penawaran itu. Zayn tersenyum licik mendengar penawaran Niall yang murah.
“Seribu dua ratus!”
“Dua ribu tujuh ratus!”
“Tiga ribu!”
Harry mulai bersuara melontarkan penawarannya.
“Tiga ribu lima ratus!”
Giliran Louis.
“Lima ribu dollar!!”
Penawaran tinggi Zayn membuat semua orang menoleh ke arah kami dengan tatapan aneh. Bagaimana tidak? Hanya kami yang statusnya ‘anak muda’ di sini. Tanpa stelan yang berkelas namun dengan lantang berani melontarkan tawaran tinggi.
Ketika tak ada lagi yang berani menawar lebih tinggi, Zayn dengan bangga menerima kemenangannya ‘lagi’ di atas Niall. Ia mengambil lampion itu dengan lima ribu dollar yang hilang. Ugh.. please.
Barang demi barang telah dilepas oleh sang pemilik lelang. Cukup lama aku menunggu mereka memamerkan kekayaan mereka yang menurutku sangat tidak berguna ini. Sampai..
Sebuah cermin tinggi namun tak terlalu lebar itu dikeluarkan. Terlihat amat tua namun warna hitam pekatnya masih menempel di sana dengan sangat cantik. Sungguh nilai artistik yang baru kali ini dapat menarik perhatianku. Aku terbelalak terpesona.
“Ayo Mary. Beli!”
Bisik seseorang yang amat sangat kukenal suaranya. Tapi. Siapa?
“Apa Ni?”
Tanyaku pada Niall sambil menoleh heran. Bagaimana Niall bisa tahu aku menginginkan cermin itu?
“Apanya yang apa?”
“Tadi lo bisikin sesuatu sama gue?”
“Enggak! Harry kali.”
Elak Niall sambil menunjuk Harry. Namun posisi Harry jelas lebih jauh dari posisi Niall. Aku tak menggubrisnya tapi..
“Beli cermin itu perempuan jalang!!!”
Bisiknya penuh tenaga membuatku langsung menepuk lengan Niall yang memang jelas-jelas aku tahu dia yang berbisik itu. Niall menarik lengannya dengan kasar sambil mengerutkan kedua halisnya.