“Kau nenek ku?”
Tanya ku dengan perlahan dan hati-hati. Namun ia mengerang dan tak menjawab pertanyaan ku. Sungguh mengerikan wajah ku kali ini. Aku saja tidak berani melihat raut wajah ku sekarang.
“Aku mohon! Tinggalkan tubuh ku!”
“Tidak semudah itu!”
“Aku berjanji, aku akan berubah! Aku akan kembali menjadi gadis itu, gadis yang kau inginkan!”
“Aku tidak ingin melihat mu bahagia Mary! Aku yang akan hidup dan mengisi tubuh ini!”
“Kau tidak bisa melewati takdir mu! Aku yang memiliki tubuh ini!”
“Memang, tapi tubuh ini akan segera menjadi milik ku!”
Setiap katanya selalu di selangi dengan erangan menyeramkan. Tak lama setelah itu..
Kreek..
Pintu terbuka dan aku temukan Liam yang membuka pintu itu.
“Liam!”
Aku menghampirinya dan langsung memeluknya. Sungguh aroma tubuh yang ku rindukan.
“Perrie? Kok kalian?”
Ucap Zayn terlihat tidak merasa nyaman karena aku memeluk Liam. Apa Zayn belum juga sadar kalau aku tak menyukainya. Tapi kan sekarang aku berada di tubuh Perrie? Jangan-jangan?
“Arrkkh!”
Teriak ku seketika setelah melihat pendeta itu kembali datang. Aku memeluk tubuh Liam semakin erat menyingkirkannya dari serangan yang akan pendeta ini buat kembali.
“Tenang saja Mary! Saya ayah Perrie!”
“Mary?”
Tanya Zayn dengan teraneh. Lalu pendeta itu kembali memusatkan perhatiannya ke arah tubuh ku. Ia berjalan menghampirinya yang terpasung dan mengatakan serangkaian kata yang tak di mengerti.
“Kembalilah sebelum aku menyiksa mu! Tuan mu sudah pulang!”
Ia lalu berdesis seperti ular.
Liam’s P.O.V
Pendeta itu segera menggumamkan kalimat-kalimat sucinya. Aku tak hentinya memeluk tubuh Perrie yang ku tahu itu roh Mary.
Cukup lama kami menunggu proses ritual yang sedang pendeta lakukan. Tiba-tiba..
“Mary!”
Dia menjatuhkan ketegakkan berdirinya dalam dekapan ku. Ia menghilang.
“Hey, kemana Mary ku?”
Tanya ku pada pendeta yang masih serius itu. Ia terus bergumam sambil memejamkan matanya. Tubuh Mary yang kerasukan pun ikut melemas. Ada apa ini?
Aku menitipkan tubuh Perrie kepada Zayn dan menghampiri pendeta itu. Aku langsung menarik kerahnya dengan amarah besar.
“Mana Mary ku keparat?”
Tanya ku dengan murka. Tapi..
“Liam?”
Aku menoleh ke arah Mary. Ia memanggil ku. Dengan suara aslinya. Benarkah itu Mary?
Pendeta itu lalu menunjuk Mary.
“Dialah Mary mu! Dia kembali!”
Katanya dengan tersengal.
“Oh, sorry sir!”
Ucap ku penuh penyesalan. Pendeta itu tersenyum lalu mengangguk.
“Sambutlah dia!”
Ucapnya. Aku langsung bersimpuh mencium Mary. Ia membalasnya. Ya Tuhan, ku harap aku tidak sedang bermimpi. Aku menangis, ia pun ikut menangis. Kami sesekali tersenyum mesra di sela-sela tangisan kami mengingat apa yang baru saja terjadi.