WWC - 6

2.7K 349 11
                                    


M

akan malam rutin keluarga Damara yang diadakan setiap hari jumat malam berjalan dengan lancar. Hardjanto selaku kepala keluarga pun menikmati momen tersebut.

Selesai makan malam, Hardjanto tidak langsung beranjak pergi melainkan mengobrol santai dengan putri semata wayangnya, Kyna dan anak angkatnya, Abram.

Hardjanto bertanya pada Kyna, "Gimana pekerjaan kamu, Kyna? Bisa mengikuti?"

"Sejauh ini bisa, Pa," jawab Kyna dengan antusias.

"Bagus. Papa senang mendengarnya. Itu berarti kamu tidak keberatan kalau Papa tugaskan site visit ke luar Pulau dengan Abram."

Kyna yang sedang memegang apel langsung meletakkan apel yang akan ia makan ke atas piring karena terkejut dengan pernyataan Hardjanto yang tiba-tiba. "Kok tiba-tiba Papa minta aku buat site visit?"

"Did you say that you can adapt? Ya sudah, Papa pikir sudah waktunya kamu untuk cek satu persatu anak perusahaan kita yang tersebar di berbagai pulau di Indonesia."

"Tapi, Pa..."

"Ini resiko pekerjaan, Kyna. Lagipula, kamu sendiri yang bilang kalau kamu siap mengelola EBI. Konsekuensi dari apa yang kamu ucapkan adalah kamu harus total dan loyal dengan perusahaan ini. Paling tidak, kamu harus paham dengan produk dan unit usaha kita, dari skala office hingga lapangan. Berat, tentu. Tapi, ini challenge buat kamu, sayang. Mengelola perusahaan besar itu tidak mudah karena tanggung jawab kamu semakin besar."

Kyna mengembuskan nafas kasar dan menjawab, "Iya, Pa. Kyna akan tanggung jawab." Gila! Harus ke lapangan? Apa kabar perawatan gue tiap minggu?

"Ya kalau kamu merasa keberatan, solusinya cuma satu yaitu segera menikah dan temukan suami yang bisa bantu kamu mengelola perusahaan. Dan tentunya, calon suami kamu harus melalui fit and proper test dari Papa dulu."

"Kenapa, Pa?" tanya Kyna.

Hardjanto menjawab dengan bijak, "Ya karena Papa tidak mau punya calon menantu yang tidak bertanggung jawab dan bodoh. Kaya bukan syarat mutlak dari Papa, yang penting itu bisa diandalkan, bertanggung jawab, dan agamanya baik. Selebihnya bisa Papa bantu. Clear enough."

"Yang mau nikah aku, kenapa yang punya banyak syarat malah Papa?" Kyna mencebikkan bibirnya.

Hardjanto tersenyum lalu berkata, "Karena Papa ingin yang terbaik buat kamu. Papa tentu tidak mau kalau anak Papa hidupnya tidak lebih baik saat bersama orang lain. Dan sebagai orang tua yang baik, Papa membebaskan kamu memilih pasangan kamu sendiri. Tapi, tetap calon suami kamu harus lulus ujian dari Papa dulu."

"Dan menurut Papa, apakah dari pria-pria yang pernah dekat dengan aku ada yang masuk kriteria Papa?" Kyna bertanya.

Hardjanto tertawa kecil. "Maksud kamu mantan pacar kamu?" Kyna mengangguk. "Sepanjang pengamatan Papa, tidak ada yang masuk kriteria mantu idaman Papa. Belum Papa tes pun sepertinya tidak lolos uji."

"Really?" Kyna memastikan dengan raut wajah tidak percaya.

"Of course. Apalagi Altof Zappa," Hardjanto menggelengkan kepala, "menurut Papa, dia adalah laki-laki yang paling nggak pantas buat dijadikan menantu pun sebagai suami kamu. Papa tidak habis pikir, kenapa kamu bisa suka dengan dia? Ketemu dimana sih?"

"Pa, Altof itu anak dari Garin Zappa, penyanyi di era 80-an," Kyna coba membela Altof.

"What?! Anaknya Garin Zappa? Papa tidak percaya kalau anak Garin Zappa seperti itu. Maaf, tapi Altof seperti bukan pria yang benar-benar baik." Abram yang mendengar komentar Hardjanto pun hanya tersenyum. "Memangnya pekerjaan Altof apa?" Hardjanto kembali bertanya.

When Women Commanded (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang