PROLOG

12.1K 722 10
                                    

Ruang kerja Hardjanto Damara

"Papa nggak bisa gegabah seperti itu. Abram nggak seharusnya jadi Vice President di perusahaan kita. He's not even your son, Pa. Dia cuma anak angkat Papa."

Hardjanto menyahuti Kyna, anaknya satu-satunya, "Papa tau akan hal itu, Kyna. Hanya saja Papa tidak punya kandidat lain. Mau melimpahkan posisi VP kepada anak Papa, dia sepertinya belum siap. Bisa dikatakan tidak minat. Buktinya, dia lebih memilih keluar dari rumah—"

Kyna berdecak, "Pa..." keluhnya.

"Anak papa yang cantik ini harusnya paham kalau Papa itu sudah tua. Papa nggak bisa full time lagi di kantor sehingga butuh wakil yang bisa meringankan pekerjaan Papa."

Kyna mengembuskan nafas kasar. "I know, Pa. But please, not him. Aku nggak setuju. Aku nggak percaya sama Abram."

"Oke, you don't trust him. Lalu, siapa kandidat yang pantas menurut kamu? For your information, sweetheart, dua orang kepercayaan Papa itu cuma Pak Rendra dan Abram. Pak Rendra jelas tidak bisa mengambil posisi ini. Pertama, dia lebih tua dari Papa, kedua dia bukan keluarga. Satu-satunya yang mungkin adalah Abram."

Kyna berdiri dari duduknya, lalu berkata, "Kandidat yang pantas jadi VP adalah Kyna. Aku kan anak kandung Papa. Harusnya Papa bisa mempertimbangkan itu, bukan meragukan kemampuan anak sendiri."

"Papa tidak meragukan kemampuan kamu. Hanya saja kamu tidak berpengalaman mengurusi perusahaan ini. Itu fakta yang nggak bisa disembunyikan. Bagaimana mungkin Papa bisa percaya kalau kamu bisa mengurus perusahaan, sementara ingin tahu dan peduli dengan perusahaan saja tidak."

Kyna menghela nafas dan berkata, "Give me a chance, Pa. I'll prove it. Aku akan mempelajari seluk beluk perusahaan dan belajar mencintainya. Aku cuma nggak mau kalau Abram jadi VP. I disagree cause he's not my brother."

Hardjanto menimpali sambil mengusap pundak Kyna, "Mungkin dia bukan saudara kandung kamu. Tapi Abram sudah Papa dan Mama anggap sebagai anak kandung kami— saudara kamu. Kami rawat dia dari umur tiga tahun. Kalian kami perlakukan adil. Kamu dan dia mendapatkan kehidupan dan pendidikan yang sama—layak. Lagipula, selama dia bekerja di kantor Papa, keuntungan perusahaan kita meningkat drastis. He's so smart. He deserves this position."

Kyna menatap Hardjanto dengan tajam. "I know, Pa. You love and trust him. Mungkin melebihi cinta Papa dan Mama kepada Kyna. But I'm your daughter, Pa. Your only child. Penerus EBI—PT Energi Biru Indonesia—yang sah. So, please give me a chance. Papa harusnya bisa percaya kalau aku bisa berkontribusi di perusahaan keluarga kita. Aku sudah terjun dalam dunia bisnis sejak kuliah dan Papa tau sepak terjang aku di dunia ini seperti apa. Aku mulai dari nol dan nggak menggunakan uang dari Papa sedikit pun. Aku—"

"Oke, Papa kasih kamu kesempatan," potong Hardjanto. "Hanya saja kamu harus mengikuti prosedur perusahaan agar kamu bisa berada pada posisi VP."

Kyna menaikkan kedua alisnya dan bertanya, "Maksud Papa?"

"Sepanjang kamu sudah siap, besok kamu sudah bisa bekerja di perusahaan. Namun sebelumnya, kamu akan melalui proses training dan mentor kamu adalah Abram. Untuk efisiensi waktu, kamu bisa kembali tinggal di rumah karena selama proses training, kamu akan berangkat sama Abram."

"What?!"

"Itu aturan dari Papa. You want this position. Ya sudah, kamu harus ikuti aturan Papa. Tidak ada nepotisme dalam perusahaan Papa. Though you're my daughter, kamu harus mulai dari bawah. Understand?"

"Tapi, Pa—"

"Tidak ada tapi, Kyna. Papa sudah sangat bijak. Semua hal yang kita raih sekarang tidak didapatkan secara instan. Papa harus bekerja keras." Hardjanto mengelus rambut Kyna. "I know, you can lead this company in the future. Semua ini jelas milik kamu, tapi untuk mendapatkannya, needs effort sayang. Kamu harus meyakinkan papa kalau kamu bisa meneruskan perusahaan ini dengan cara mau bekerja dari bawah."

Kyna melongo mendengar ucapan Hardjanto. "You joked, Pa. Mana mungkin aku bisa bekerja dengan Abram. He sucks. Aku nggak akur sama Abram. We just"

"You never know if you never try. Just do it, Lacita. Abram is your brother. Hargai dia sedikit. Toh selama ini dia baik sama kamu." Hradjanto menggelengkan kepala. "Ingat Kyna, Papa dan Mama tidak pernah mengajarkan kamu untuk tidak sopan dan berlaku semena-mena pada orang lain apalagi pada Abram. Berhentilah jadi 'Tom and Jerry'. Kalian sudah dewasa."

Kyna mendengus kesal. "Iya Pa, iya. Tapi hal yang papa jelaskan tadi jelas tidak mengubah status dia di mata aku. Abram is a stranger. Dia bukan kakak atau adik aku. Dia hanya menumpang tinggal di rumah kita. Dan jujur Pa, sebenarnya aku sangat terganggu dengan keberadaan Abram. That's why, aku memilih tinggal di kondo. I don't wanna live with stranger"

"Kyna!" tegur Hardjanto. Pria tua itu berusaha menghentikan ucapan anaknya. "Jangan bicara seperti itu. Abram itu saudara kamu dan dia berhak tinggal di rumah kita. Lagipula kamu nggak berhak menentukan siapa yang pantas dan tidak pantas tinggal di rumah kita. Itu jelas hak Papa dan Mama."

"Okay, seems that you guys love him much, melebihi cinta kalian sama aku. No wonder, if you chose him over me."

Hardjanto menimpali Kyna dengan perasaan gusar, "What did you say, Kyna? Terlalu mengada-ada. Papa dan Mama jelas sayang dan cinta sama kamu. Apa yang kami lakukan juga demi kebaikan kamu."

"Kebaikan seperti apa, Pa? Hardjanto Damara lebih memilih anak angkatnya yang berada di top management ketimbang anaknya sendiri?"

...

...

"Sudah, Pa. Aku nggak mau memperpanjang obrolan tentang Abram lagi. Kesimpulan obrolan ini adalah aku harus mengikuti semua aturan yang Papa buat jika ingin mendapatkan posisi Vice President," menghela nafas panjang, "aku akan ikuti apa yang Papa perintahkan. Don't worry, Pa karena aku pasti bisa bikin Papa bangga. Aku akan membuktikan pada Papa juga dewan direksi lain kalau aku memang pantas jadi VP—wakil Papa, bukan Abram."

When Women Commanded (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang