WWC - 1

5.4K 534 25
                                    


_____

Abram memperhatikan Kyna yang sedang menyeruput teh hangatnya. Mereka sedang berada di taman belakang kediaman Hardjanto Damara.

"Siap?" tanya Abram. Pria itu mengambil posisi duduk menghadap Kyna.

Kyna menjawab Abram dengan malas, "Siap apa? As you can see. Gue masih minum teh."

"Ke kantor. Hari ini ada meeting dengan GreenTech. Project elektrifikasi Pulau Komodo. Kita buru-buru, Kyna. Meeting-nya jam 9 pagi. Harus on time karena Papa ada meeting lagi dengan komisaris."

Kyna menatap Abram dengan sinis. "Wait Abram... Gue harus bilangin berapa kali sih ke lo. Jangan panggil bokap gue Papa. He's not your biological father. Remember! Don't act like you're my brother."

Abram menghela nafas pelan. Dengan senyum kecil yang tercetak di bibirnya ia menjawab, "Baik, Kyna. Maksud aku Pak Har-dja-nto Da-ma-ra."

"Good!" Kyna beranjak dari duduknya. "Sekali lagi gue denger lo manggil bokap gue dengan sebutan 'Papa' saat kita lagi berdua kayak gini, nggak bakal gue ladenin ucapan lo! And oh please don't use 'aku-kamu', jangan bersikap ramah ke gue. Gue bukan cewek lo." Abram hanya tersenyum dan mengangguk paham.

"Ya udah, lo bisa tunggu gue di mobil. Gue mau pakai Bentley hari ini. Siapin, ya!" Kyna beranjak dari duduknya, menepuk pundak Abram sambil menyeringai tajam. "Thank you, Tehandradja."

Kyna, Kyna, masih aja sinis sama gue. Nggak berubah. Padahal udah minggat dari beberapa tahun yang lalu, batin Abram. Pria itu memperhatikan Kyna yang berjalan ke lantai dua —kamarnya.

🍀

"Jangan ngebut-ngebut nyetirnya. Pelan-pelan bisa, kan?" ujar Kyna.

"We will be late. Lima belas menit lagi jam 9. Meetingnya bakal dimulai. Ingat, ini hari kedua lo kerja di EBI."

Kyna mendengus. "They can wait, don't they? Telat sepuluh menit doang kan nggak masalah. Perusahaan milik siapa deh?"

"Nggak profesional," sahut Abram sambil fokus menyetir.

"Gue bakal telepon Papa. Minta permakluman. Namanya macet, kan bukan salah kita," Kyna menimpali Abram dengan santai. "Gue cuma nggak mau kenapa-napa. Karena kalau sampai hal itu terjadi, lo harus siap angkat kaki dari rumah gue. Bye bye hidup glamour."

Abram tertawa kecil. "Ya sudah, lo bisa telepon Papa sekarang."

"Abram!"

Abram melirik Kyna sekilas, tersenyum dan berkata, "Sorry."

"Bandel banget sih dibilangin."

"Udah kebiasaan, gimana dong?"

"Sucks," Kyna menanggapi jawaban Abram dengan geram. "Lo masih nyebelin aja, nggak berubah. Masih sama saat sebelum gue cabut dari rumah."

Abram menghentikan mobil tepat saat lampu merah. Ia kemudian berkata, "Sampai sekarang gue nggak tau kenapa lo benci banget sama gue. Perasaan, gue nggak pernah ngapa-ngapain lo deh."

Nggak ngapa-ngapain pala lo? Batin Kyna.

"Emang laki sama aja, ya. Nggak peka," Kyna menyilangkan kedua tangan di dada.

"Serius, gue nggak tau salah gue apa. Masa iya lo ngambekin gue bertahan-tahun. Sampai keluar dari rumah segala. So childish. Didn't you miss your parents? They worried, tau nggak sih."

When Women Commanded (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang