Prolog

7.8K 577 16
                                    

WARNING:
1. Meminjam latar Dinasti Goryeo. Tidak berkaitan dengan sejarah.
2. Semua tokoh yang ada di dalam cerita ini adalah fiksi.
3. Meminjam nama personil BTS.
4. Terbuka akan koreksi dan masukan.

⠀⠀⠀⠀

⠀⠀⠀⠀

⠀⠀⠀⠀

Masa pemerintahan Kaisar Jeongjo

Tahun ke 7

⠀⠀⠀

⠀⠀⠀⠀

BAU bunga sakura tercium samar di tengah obrolan para gadis di jalanan utama ibu kota. Suara percakapan mereka seolah sedang berusaha menemani matahari yang makin meninggi. Tawa-tawa riang, bujuk rayu para penjual barang di pasar utama, dan derap kaki ribut para prajurit kota mewarnai satu lagi hari penuh kedamaian di Gaesong.

"Silakan, silakan! Kami punya mutiara dari Jeonju!"

"Sutra langka dari Yuan, hanya dua puluh koin perak! Silakan dilihat!"

"Cetakan terakhir dari Perjalanan Waktu, hanya seratus buku! Silakan, silakan!"

Teriakan terakhir berasal dari penjaga toko buku terkenal di Gaesong. Seorang laki-laki muda dengan kulit kemerahan terbakar matahari berdiri di depan pintu toko yang terbuka. Laki-laki itu menatap setiap orang yang lewat dengan mata berbinar, sambil terus berteriak menarik perhatian. Suaranya sudah sedikit serak, barangkali disebabkan oleh kegiatan promosi yang terus berlanjut sejak pagi. Upaya lelaki itu tidak sia-sia. Entah karena semangatnya, atau buku Perjalanan Waktu yang dipromosikannya, toko itu tidak jua sepi pengunjung sejak buka fajar tadi hingga saat ini.

Beberapa orang gadis muda menghampirinya bersama senyum di wajah mereka. Terlihat berharap pada apa pun yang lelaki itu ucapkan. Di tahun ketujuh pemerintahan Kaisar Jeongjo sewaktu perempuan akhirnya berhasil memperoleh hak untuk membaca buku, toko lelaki itu dibanjiri permintaan yang terus mengalir deras. Kebanyakan dari pelanggan setianya adalah para putri bangsawan, atau anak-anak para pedagang kaya. Buku-buku tidak lagi jadi akses eksklusif bagi para cendekiawan saja. Satu dari beragam alasan warga Goryeo mencintai kaisar mereka lebih besar dari cinta mereka bahkan pada Goryeo itu sendiri.

"Benarkah Perjalanan Waktu sudah bisa dibeli lagi?" Seorang gadis berpakaian aristokrat dengan jang-ot*menutupi rambut memandang lelaki itu penuh harap, meski pedagang di hadapannya tidak dapat melihat.

(*) Pakaian luar yang digunakan wanita untuk menutupi wajah.

Lelaki pemilik toko tertawa lalu mengangguk bersemangat. "Ya, Nona. Anda bisa langsung masuk untuk melihat-lihat."

"Aku tidak sabar membacanya!" Gadis itu berseru pada pelayan perempuan yang mengekor di belakangnya. "Aku menghabiskan tiga malam menangis membaca cetakan sebelumnya."

Lelaki pemilik toko tertawa melihat gadis-gadis lain di sekitar mengangguk sepakat pada perkataan si Nona Muda. Dari semua buku di tokonya yang tidak terlalu besar, Perjalanan Waktu adalah yang paling terkenal. Orang-orang di Gaesong membicarakan buku itu tanpa henti. Jumlah buku yang terbatas tidak menjadi penghalang bagi semua orang untuk menikmati cerita yang entah ditulis oleh siapa. Para pendongeng yang biasa membuka sesi bercerita di malam hari dengan senang hati membacakan cerita Perjalanan Waktu pada siapa saja yang bersedia membayar untuk mendengar.

"Tapi, Tuan... kudengar novel ini ditulis di tahun pemerintahan Kaisar Jeongjeong. Apa itu benar?"

"Benar, Nona."

"Kalau begitu, apa tulisan ini nyata?" Nona itu bertanya lagi. Tatap matanya penuh harap. "Apa kejadian seperti itu benar-benar ada? Aku hanya ingin bertanya semenjak semua hal yang ditulis terasa sangat hidup...."

Si penjualtersenyum. "Apakah itu nyata atau tidak, tergantung pada apa yang Nonapercayai."


Prolog - end.


A Walk Past TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang