05 : That Person (Bagian 2)
⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀
Persiapan pesta ulang tahun Hoseok di bulan purnama kedua setelah tahun baru berjalan dengan lancar. Para pemuda di Gaesong tampak antusias menyambut pertambahan umur Hoseok. Untuk ke sekian kalinya Jeongguk dibuat mengerti bahwa pengaruh kawannya yang satu itu, serta popularitasnya di tengah-tengah masyarakat borjuis Gaesong, rupanya bukan isapan jempol semata. Barangkali Jung Hoseok memang dilahirkan untuk tinggal di tengah kehidupan, bukan untuk menyaksikan lautan mayat di medang perang bersamanya.
Sejak sore, Jung Hoseok sudah dengan suka rela menyeret Jeongguk memasuki kediamannya. Ayah Hoseok tersenyum begitu lebar menyambutnya di depan pintu. Sejak dulu, kedua klan sudah berhubungan dengan sangat baik mengingat para pendahulu mereka adalah kaki dan tangan Taejo saat membangun Goryeo. Jeongguk tersenyum ala kadarnya membalas keramahan yang membuat linu itu, sebelum dipotong oleh gerutuan Hoseok yang kembali menyeret Jeongguk menuju halamannya di bagian selatan.
"Bukankah pestanya ada di depan?" Jeongguk bertanya dengan nada sangsi, meski kakinya masih dengan patuh mengikuti langkah Hoseok.
Hoseok tertawa, bersikap seolah-olah ia sudah memprediksi pertanyaan ini sebelumnya. "Ayahku akan menjejalimu berbagai pertanyaan dan bualan soal bagaimana leluhur kami dan leluhurmu bahu membahu membangun Goryeo. Kau yakin lebih ingin mendengar ceritanya ketimbang ikut denganku dan memilih pakaian pesta?"
Oh, percayalah, dongeng Ayah Hoseok lebih dari sekadar buruk sampai Jeongguk merinding sendiri. Seperti ayahnya yang gemar mendongeng soal kejayaannya di masa lalu, ayah Hoseok punya kebiasaan yang sama. Sepertinya hampir semua orang tua punya kecanduan yang aneh pada kegiatan bercerita; pada aktivitas mengenang hal-hal di masa lampau dan membandingkannya dengan segala sesuatu yang terjadi hari ini. Jujur saja, Jeongguk tidak begitu ingin tahu soal masa lalu klannya, atau siapapun itu. Pada akhirnya Jeongguk hanya menggeleng pasrah dan mengikuti Hoseok dengan patuh.
Hoseok memaksa Jeongguk mengenakan jokki(1) berwarna coklat pastel tanpa motif dengan jeogori(2) warna putih (yang tentu saja langsung ditolak oleh yang bersangkutan). Upaya Hoseok mudah sekali dibaca; ia ingin Jeongguk mengenakan pakaian berwarna terang untuk perayaan ulang tahunnya nanti malam. Sebagai sahabat yang baik, Jeongguk tentu ingin membuat Hoseok senang di malam pertambahan usianya, tapi memakai pakaian terang jelas menyalahi prinsipnya.
"Berikan aku jeogori warna abu-abu dan akan kupakai jokki sialan ini untukmu. Adil?" tawar Jeongguk di akhir perdebatan mereka yang panjang dan tidak berguna. Hoseok mendengus, tapi memilih menurut sebelum kesabaran Jeongguk tinggal seujung kuku.
"Setidaknya kau harus berpakaian layak di depan Taehee-ku," keluh Hoseok dalam suara kecil yang terdengar nyaris seperti bisikan. Jeongguk berjengit sedikit, lantas memutuskan abai.
"Kau tidak mau bertanya padaku kenapa Seokjin membiarkan aku membawa gisaeng kesayangannya?" Hoseok memancing, mencoba menarik minat pada sikap Jeongguk yang terkadang terasa menjengkelkan.
Jeongguk menggeleng, berusaha terlihat tidak tertarik. Faktanya, melihat gisaeng bernama Taehee itu bermain gayageum baginya merupakan pengalaman yang baru. Sejak muda, Jeongguk jarang mengunjungi gyobang. Malah boleh dibilang hampir tidak pernah. Mungkin hanya satu-dua kali menemani kawan-kawannya menghabiskan malam dengan minum dan makan; sebelum pulang sewaktu semua orang mabuk dan waktu semakin larut. Jeongguk lebih senang menghabiskan waktu mengasah seni pedang atau mengawasi bawahan ayahnya berlatih. Ia tidak punya alasan apapun untuk ikut menjadi salah satu dari barisan laki-laki yang tertipu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Walk Past Time
FanfictionFrustasi dengan tuntutan dari keluarganya, juga tekanan dalam perjalanan karirnya di militer kerajaan, Jeon Jungkook menemukan hiburan dalam setiap petik gayageum seorang gisaeng. "Today the moon shines brighter on the blank spot of my memories."...