Author notes:
Maafkan segala typo di antara kita. Aku tunggu komentar dan koreksinya!
⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀
16 : A Pack of Wolves
⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀
Di dalam kamar itu berhamburan pecahan guci, cangkir tumpahan teh dan bunga hias. Meja berbahan mahoni berwarna coklat tua di tengah kamar terguling, sementara penghuni ruangan sedang duduk di atas kursinya, memandang pada kekosongan. Tidak ada objek di ruangan itu untuk dipandangi selain ukiran pada pintu kayu. Tapi bukan pada benda itu isi kepala si lelaki berdiam; melainkan pada hal-hal lain yang tidak dibatasi dinding dan ruang.
Lee Wonho susah payah mengendalikan emosinya. Percayalah, ia sudah mencoba, tapi kabar yang didapatnya sama sekali tidak menyenangkan didengar telinga. Beomsil datang ke ruangannya pagi tadi, membawa laporan mengenai kebakaran yang terjadi di ruang bawah tanah istana. Apinya berkobar hingga hampir membakar kediaman selir Eun. Tapi bukan itu yang membuatnya berang.
Sejak dua hari lalu, berita mengenai pengkhianatan Jenderal Jeon menjadi titik balik pecahnya dukungan rakyat terhadap pemerintahan Kaisar Jeongjeong. Kim Namjoon memang musuh yang berat, tapi Jeon Jeongguk punya reputasi yang tak tergoyahkan di depan masyarakat. Perpaduan di antara kedua orang muda dengan nama baik seperti Kim Namjoon dan Jeon Jeongguk adalah mimpi buruk bagi dirinya dan seluruh klannya.
"Bajingan," Lee Wonho mendesis rendah. Tangan kananya mengepal begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih.
Seolah pengkhianatan Jeongguk belum cukup buruk, satu-satunya bidak yang ia harapkan bisa mengendalikan Jeongguk lolos dari penjara istana malam tadi; bersamaan dengan terbakarnya penjara. Ada tiga mayat yang terpanggang hangus di dalam, tapi kentara sekali tidak ada gisaeng itu di antara mereka. Beomsil mengatakan bahwa ketiga mayat itu kemungkinan adalah pasukan mereka yang ia kirim untuk mengonfirmasi kebenaran soal jenis kelamin si gisaeng.
Tapi ketiga orang itu bukan lelaki bodoh, dan mustahil bagi mereka yang sudah dilatih sejak kecil untuk terjebak di penjara bawah tanah yang terbakar saat pintu terbuka begitu lebar. Kesimpulan yang Lee Wonho bisa ambil adalah bahwa ada orang yang membantu si gisaeng keluar dan membunuh mereka sebelum api tersulut dan menyala.
Masalahnya, siapa?
"Aku mendengar kabar bahwa seorang penjaga kota melihat Park Jimin berkuda dengan seorang wanita keluar dari gerbang tenggara." Suara Beomsil membuyarkan lamunan Wonho. Peluh menggantung di pelipis lelaki itu, tanda bahwa ia mungkin baru saja berlari dari pos penjaga di tenggara Gaegyeong menuju kediaman Lee.
Lee Wonho mengernyit. Benar, Park Jimin. Tidak ada berita mengenai lelaki itu sehingga Wonho begitu yakin Jimin tinggal di utara untuk mengontrol pasukan di sana. Wonho tidak pernah berpikir bahwa Park Jimin akan datang ke sini dan membelah arus justru saat Jihyo berada di tengah pusaran. Mungkinkah ia salah memperhitungkan? Atau seseorang berpikir lebih jauh sampai bisa menganalisa rencana-rencananya?
"Bawakan kudaku. Kita akan pergi ke istana sekarang juga."
⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀
Seorang nenek berjalan ringkih di tengah dipan-dipan tempat orang-orang duduk sambil menikmati semangkuk sup ayam. Malam itu bintang di tengah pasar tampak dalam berbagai macam warna, berbaur dalam tawa dan obrolan ringan rakyat biasa. Nenek yang masih perkasa itu meletakkan dua buah mangkuk di salah satu meja, lengkap dengan secangkir air dan botol arak untuk masing-masing orang. Hanya ada dua orang di atas dipan itu. Dua orang lelaki dengan pakaian biasa berwarna abu-abu dan coklat pastel.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Walk Past Time
FanfictionFrustasi dengan tuntutan dari keluarganya, juga tekanan dalam perjalanan karirnya di militer kerajaan, Jeon Jungkook menemukan hiburan dalam setiap petik gayageum seorang gisaeng. "Today the moon shines brighter on the blank spot of my memories."...