07 : Enchanted - unedited

2.3K 404 151
                                    

07 : Enchanted

⠀⠀⠀

⠀⠀⠀⠀

Dua malam setelah hari dimana Jeon Jeongguk mendadak meminta Taehyung menemani tidurnya semalam suntuk, lelaki itu datang lagi. Ia masih mengenakan pakaian hitam yang tampak lebur bersama gelap malam. Seokjin memberinya ruangan yang sama, dan Taehyung tidak tahu kenapa, tapi ia merias diri dengan lebih serius hari itu. Ada sukacita yang sulit dijelaskan dirasakannya sewaktu tahu lelaki itu tengah menunggunya.

Sejak malam pertama kedatangannya, Jeon Jeongguk yang mengunjungi gyobang Mugunghwa menjadi perbincangan hangat di kota. Sebelum dua malam lalu, Jeon Jeongguk memegang rekor sebagi satu-satunya lelaki suci di Gaesong yang belum pernah mengunjungi gyobang untuk mengunjungi gisaeng. Tapi malam itu Jeongguk datang, dan tidak ada yang tahu apa yang lelaki itu lakukan di dalam gyobang milik Seokjin semalam suntuksebelum pulang sewaktu matahari sudah meninggi.

Taehyung tahu Kaisar murka, tapi tidak ada yang bisa lelaki itu lakukan untuk mengusik Jeongguk selain melancarkan protes ke Jenderal Tua Jeon dengan dalih menegur. Jeongguk bilang Ibunya menjadi lebih tegas, tapi lagi-lagi bahkan wanita yang rupanya bukan ibu kandung Jeongguk itu tidak bisa menahan langkah putra keemasannya. Ia tetap datang setiap malam hanya untuk mengobrol dengan Taehyung mengenai berbagai hal. Entah itu lukisan, puisi, bermain baduk, atau sekadar berbaring sambil tangan Taehyung dengan terampil mengusap kepalanya sampai ia terlelap.

Jeongguk berbaring di atas tilamnya dengan mata terpejam. Aneh sekali, pikir Taehyung. Ruangan ini dan Jeon Jeongguk seolah sudah menjadi kesatuan. Segala hal di tempat dengan aroma lavender ini seolah sudah berada di bawah kepemilikan lelaki itu; termasuk dirinya. Jemari Taehyung menyingkirkan helai-helai rambut yang menutupi dahi dan menusuk mata Jeongguk dengan gerakan perlahan. Ini adalah malam keenam sejak Jeongguk pertama kali mampir dan menggemparkan Ibukota; dan Taehyung sudah cukup berani menyentuh laki-laki itu sambil menikmati ribuan kupu-kupu berterbangan di dalam perutnya.

"Tanganmu halus," Jeongguk bergumam, masih dengan matanya yang tertutup rapat. Dipuji demikian, Taehyung beralih membelai rambut Jeongguk yang anehnya selalu terasa halus di permukaan tangannya. Rambut itu hitam, tebal dan sedikit keriting. Tapi untuk ukuran lelaki yang selalu menghabiskan waktu di bawah terik matahari dataran gersang Utara, Jeongguk punya rambut yang bersih berkilau.

"Aku tidak pernah memegang pedang sepertimu," balas Taehyung. "Tapi setidaknya tanganmu hangat."

Jeongguk menarik salah satu sudut bibirnya membentuk senyum. Ia membuka mata, yang langsung disambut oleh tatapan Taehyung mengingat lelaki cantik itu duduk tepat di sampingnya. "Orang yang kubunuh dengan tangan ini sudah tidak terhitung jumlahnya."

"Tidak masalah. Kau melakukan apapun yang kau anggap perlu. Lebih baik membunuh banyak orang ketimbang mengorbankan rakyatmu sendiri. Bukan begitu?"

Jeongguk menghela napas. Ia meraih tangan Taehyung yang mengelus rambutnya dan membawanya dalam genggaman. Samar-samar Taehyung bisa merasakan irama detak jantung Jeongguk yang berjalan teratur. "Kau benar. Merelakan orang sepertimu untuk Yuan adalah kehilangan yang sangat besar."

Taehyung terkekeh. Membalas genggaman Jeongguk. "Dan orang seperti apa aku ini?"

"Orang yang membuatku tenang."

Taehyung tersenyum, tidak berkata apapun lagi. Lantas ia bawa tangan hangat Jeongguk yang berpendar keemasan di bawah sinar lilin itu ke depan bibirnya, menghadiahi lelaki itu sebuah kecupan ringan di punggung tangan.

Mungkin Taehyung sudah gila. Katakanlah, ia masih waras saat menerima tawaran Jeongguk untuk melakukan apapun selain menampilkan seni. Pun masih waras saat Jeongguk memintanya bicara tentang segala hal; yang berakhir dengan keluhan-keluhan kecilnya soal para Prajurit Kota yang kerap meresahkan warga. Tapi ia pasti sudah gila saat tangannya bergerak menyentuh rambut Jeongguk pertama kali, mengelus bagian itu sampai lelaki yang disebut belakangan lelap dalam tidur malamnya yang panjang. Ia pasti sudah gila saat ia membantu Jeongguk menyingkirkan rambutnya yang menusuk mata, atau saat menaikkan selimut ketika Jeongguk kedinginan di malam hari.

A Walk Past TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang