Author notes:
Maafkan segala typo di antara kita.
⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀
13 ; The Sharp Edge of a Knife (Bagian 2)
⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀
Ruang utama keluarga Jeon terasa dingin dan menyesakkan, seolah berusaha menarik setiap oksigen dalam paru-paru Jihyo. Jenderal Besar Jeon, Jeon Jeongsuk duduk di kursi utama, nampak hanyut dalam apapun yang berkelebat di kepalanya. Di sisi kanannya, Nyonya Jeon terlihat sedikit gusar dan marah. Jihyo tahu sejarah perempuan itu bersama Jeongguk. Bukan hal yang menyenangkan untuk didengar, kalau ia boleh jujur, tapi Jeongguk menceritakan padanya dengan wajah datar seolah ia tidak dapat merasakan emosinya lagi.
Kakak Jeongguk dan istrinya Mijoo duduk bersisian di sebelah Nyonya Jeon, sedang Jeongguk dan Jihyo duduk bersisian di samping Madam Jeon, satu-satunya selir di kediaman ini. Sejak pagi, ketika keributan di depan gerbang barat terendus oleh kediaman utama, mereka semua sudah duduk di sini. Tidak ada siapapun yang bicara sehingga atmosfer di ruangan ini menjadi begitu sesak dan tidak menyenangkan.
Jeongguk terus menggertakkan gigi, dan setiap kali suaminya melakukan itu, ada rasa takut yang tidak dapat dijelaskan merayap di hati Jihyo. Tangan Jihyo dengan sabar meraih jemari Jeongguk yang terkepal, terus menggenggam tangan hangat itu guna memberi suaminya setitik rasa tenang. Agaknya menjadi tenang dalam keadaan ini akan sedikit mustahil, mengingat betapa keras kepala Jeongguk dan betapa berani ia menantang langit demi orang bernama Taehyung itu.
"Sampai kapan kita akan diam begini?" suara Jeongguk terdengar seperti meraung di telinga Jihyo saat lelaki itu bicara. "Aku tidak punya waktu. Aku harus pergi ke istana sekarang juga."
"Jangan bodoh," Nyonya Jeon menghardik. Ada sarkasme yang kental dalam suaranya, sesuatu yang Jihyo sesalkan sebab bisa membangkitkan amarah dalam diri Jeongguk yang sejak tadi berusaha ia redam. "Kau mau mengorbankan keluargamu untuk pelacur seperti dia?"
Jihyo menutup matanya, mengata-ngatai perempuan yang berstatus sebagai ibu mertuanya itu di dalam hati. Gigi-gigi Jeongguk beradu saat Nyonya Jeon selesai mengatupkan mulut. Ada kilat kemarahan yang nampak nyalang di kedua matanya yang biasa tenang. Tatapan matanya mengirimkan rasa dingin pada tengkuk Jihyo, membuatnya tanpa sadar meremas tangan Jeongguk di bawah meja.
"Jangan pernah panggil dia seperti itu," Jeongguk mendesis dalam suara rendah.
"Lalu kau akan mengorbankan keluarga kita untuk melindungi jalang itu?" Mijoo bertanya, suaranya terdengar frustasi. Jihyo duduk dengan kaku, pasrah menunggu respon Jeongguk selanjutnya.
"Hentikan." Jenderal Besar Jeon memotong sebelum Jeongguk sempat membuka mulut. Lelaki tua itu menatap nyalang pada menantu pertamanya, memintanya untuk diam. Baik Jeongguk maupun Mijoo bungkam, dan Jihyo bersyukur tidak perlu menyaksikan Jeongguk lepas kendali. Ia tahu Jeongguk sedang berusaha mengendalikan amarah, padahal lelaki itu mungkin ingin segera lari membawa Taehyung keluar dari jeruji penjara secepat ia bisa.
"Yeobo..." suara Nyonya Jeon terdengar lirih, barangkali berusaha membujuk agar suaminya tidak memihak Jeongguk. Jihyo kembali memaki di dalam hati. Perempuan tua sialan itu mana mau mengorbankan kekuatan keluarganya hanya untuk menolong seorang gisaeng.
Tapi Jeongguk bahkan siap memberikan hidupnya untuk menjaga agar Taehyung tetap aman, sesuatu yang entah bagaimana bisa dimengerti Jihyo. Mungkin itu cinta, pikirnya. Mungkin karena perasaan itu lah Jeongguk yang dikenalnya lurus dan selalu berpikiran dingin bisa kehilangan kontrol seperti ini. Mungkin perasaan itu juga lah yang membuat Jihyo menjadi ketakutan sepanjang waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Walk Past Time
FanfictionFrustasi dengan tuntutan dari keluarganya, juga tekanan dalam perjalanan karirnya di militer kerajaan, Jeon Jungkook menemukan hiburan dalam setiap petik gayageum seorang gisaeng. "Today the moon shines brighter on the blank spot of my memories."...