11 : Ripples - unedited

1.5K 309 63
                                    

Author notes:

Maafkan segala typo di antara kita.

⠀⠀⠀

⠀⠀⠀⠀

11 : Ripples

⠀⠀⠀

⠀⠀⠀⠀

Euforia pernikahan Jeongguk dan Jihyo berlangsung selama berminggu-minggu. Cukup panjang sehingga satu-satunya hal yang dapat meredam suka-ria itu hanyalah kepergian dari setengah pasukan Naga Laut ke utara. Acara pelepasan itu dilakukan Jeongguk, yang kini dianugerahi gelar 'Pangeran', dengan hati yang berat. Ada raut tak rela di wajah lelaki itu saat membiarkan Jimin dan Hoseok pergi tanpa dirinya. Hoseok bilang, Jeongguk tidak mengkhawatirkan mereka.

"Kau hanya iri karena terjebak di sini," kata Hoseok, satu malam sebelum kepergian mereka. Jeongguk tidak membantah, ia justru mengamini pernyataan itu dalam hati. Benar, kata Hoseok, ia sungguh muak pada tempat ini.

Jihyo beradaptasi dengan cepat pada ritme kehidupan Jeongguk yang serba datar, menikmati kegiatannya menghabiskan waktu membaca. Jeongguk pernah sekali berkata untuk coba menghindari Mijoo, dan itulah yang dilakukan istrinya. Beberapa kali Mijoo mencoba mengajak Jihyo minum teh bersama di sore hari dan Jihyo menghindarinya dengan dalih sibuk menjahit pakaian baru untuk Jeongguk. Di beberapa kesempatan, Jeongguk akan mengajak perempuan itu berjalan-jalan.

"Kau meracaukan namanya lagi semalam, Wangja-nim."

Jeongguk menghela napas. "Bisakah berhenti mengingatkan aku setiap hari?"

Jihyo terkekeh. Suara kekehannya terdengar pahit di telinga Jeongguk. "Tidak bisa," kilahnya. "Aku tidak mau menjadi sinting sendirian."

Menjadi pangeran berarti melibatkan dirinya dalam pengadilan raja. Beramah-tamah pada orang-orang tamak bukan hobinya, dan Jeongguk ingin sebisa mungkin menghindar dari para penjilat yang siap memanfaatkannya demi kepentingan pribadi. Beruntung, mengingat Jeongguk adalah seorang Jenderal, ia melewatkan setiap pertemuan dengan dalih latihan perang, atau sibuk berpatroli ke setiap pasukan di bawah kerajaan.

Itulah saat ia tak sengaja bertemu Namjoon di barak pasukan Rajawali; tentara yang berada di bawah komando keluarga Im.

Sore itu, karena Jihyo mengabari bahwa ia hendak menghabiskan sore dengan membaca buku sastra, Jeongguk memutuskan untuk lebih banyak menghabiskan waktu di luar. Sepanjang siang, ia mengawasi pasukannya melakukan latih tanding dengan satu sama lain.

"Ah, Pangeran Jeon," Im Hyang Soo, kepala keluarga Im yang kini menjabat sebagai Menteri Kehakiman menyambut Jeongguk dengan gugup. Ia menggosok-gosok kedua tangannya sambil membungkuk, dan Jeongguk langsung mengerti kenapa kedua orang itu bertemu di siang hari begini. Telebih, di tempat seperti ini.

Namjoon membungkukkan tubuhnya, memberi salam pada Jeongguk. Aneh rasanya membungkuk pada sahabatnya sendiri, pikir Namjoon. Itu, pun, kalau ia masih berhak menyebut Jeongguk sebagai sahabat setelah hari ini.

"Datang untuk kontrol, Kim janggwan(1)?" Jeongguk bertanya, melirik Namjoon yang sudah kembali memasang wajah datarnya.

"Benar sekali, Wangja-nim(2)."

Jeongguk mengangguk, mencoba untuk tidak terlihat tertarik karena tidak ingin membebani Namjoon. "Boleh kumita waktu Im janggwan sebentar?" tanyanya.

Kedua lelaki di hadapan Jeongguk bertukar pandang, sebelum kemudian Namjoon menggumam 'tentu saja' dengan nada pelan dan undur diri. Lelaki itu hendak melangkah ke pintu depan saat ia mendengar Jeongguk berbisik; "Nanti malam di gyobang Seokjin," sebelum melangkah memasuki kediaman keluarga Im bersama Hyang Soo.

A Walk Past TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang