Pukul sepuluh tepatnya, bebeapa selebaran berisi tentang pemberitaan insiden semalam telah tersebar di jalanan Gyeongsong. Saat itu, Lee Minhyuk sudah berada di Mokpo untuk mengambil beberapa pakaian dan menetap lebih lama di Gyeongsong untuk mengamati perkembangan insiden pemberontakan itu. Sebuah artikel terpampang di sisi bawah selebaran dengan nama penulis Hui Seong.
Minhyuk memasuki pekarangan rumahnya yang luas. Ia melihat asap-asap membubung naik mengotori warna langit siang itu. Tak jauh dari sana, ayah dan istrinya berdiri sambil menatap tumpukan buku-buku serta kertas yang mengabu. Pemuda itu melepas kacamata yang ia kenakan dan menatap nanar benda-benda yang menjadi hangus. Semua itu karyanya. Semua buku itu berisi tulisannya. Semua itu...terbakar.
"Aku sudah mengatakan padamu untuk tidak menulis hal-hal yang tak penting. Mengapa kau masih saja..."
"Mengapa tulisanku tidak penting? Mengapa pendapat Ayah begitu penting sementara pendapatku tak berharga sedikitpun?" potong Lee Minhyuk.
"Kau pikir hanya 'menulis' alasan ayah membakar semua itu? Kau pikir ayahmu ini tidak tahu kau pergi ke Gyeongsong untuk seorang wanita? Wanita yang bernyanyi di depan pria yang tak dikenalnya? Bocah gila!" marahnya. Lee Minhyuk tampak terkejut mendengar penuturan sang ayah, namun ia berusaha mengendalikan diri. Ya, ia memang tampak memperhatikan Lee Eun Bi akhir-akhir ini, barangkali itu rindu. Namun ia tak semata-mata mengingkari janjinya pada Byeol, putri semata wayangnya yang tak pernah menuntut.
"Abeoji! Aku tidak segila itu!" kilahnya.
"Jangan sekali-kali meninggikan suaramu padaku, Lee Minhyuk. Aku sudah memperingatkanmu. Geurae, lelaki yang main mata sebentar dengan wanita lain, ayah bisa memakluminya. Anggap saja begitu..."
"Abeoji! Aku sudah mengatakannya. Aku tidak..."
"Seobang-nim..." Na Seo Ri menegur suaminya yang masih meninggikan suara dalam pembicaraan itu. Ia tak bisa melakukan apa pun selain menyaksikan keegoisan kedua lelaki yang tak pernah akur: kedua lelaki yang ada dalam hatinya.
"Geurae. Tidak ada satupun yang percaya padaku. Maka tidak ada alasan aku tinggal di sini lagi. Abeoji, maafkan aku jika kata-kata dan perbuatanku selalu menyakiti hatimu. Aku akan meninggalkan semua hal yang berasal darimu..." Lee Minhyuk merendahkan suaranya. Ia berkaca-kaca. Dusta apa yang sudah diperbuatnya hingga tak seorangpun mempercayai ucapannya, Minhyuk bahkan tak tahu. Barangkali memang bukan karena dusta, melainkan karena ia bicara jujur.
"Kau pikir aku akan mencegahmu pergi? Tanpa uang dariku kau takkan bisa menulis. Hah, berapa lama kau akan mampu bertahan dalam kemiskinan? Pergilah kau, anak tak tahu diuntung! Pergi dan nikmati jalan berapi yang kau pilih!" hardiknya.
"Ayah...ayah tidak bisa..."
"Mau sampai kapan kau mempertahankan suami bodoh sepertinya, Seo Ri-ah? biarkan dia pergi! Ada dan tidak ada ia, kau tetap sama." Na Seo Ri meneteskan air matanya. Bukan soal itu. Seo Ri bukan menangisi kepergian Lee Minhyuk, tapi nasib buruk putrinya, Byeol. Gadis kecil itu begitu mencintai ayahnya. Jika ia tahu setelah ini Minhyuk takkan pernah kembali, apa yang harus ia katakan pada sang putri?
Tanpa sedikitpun melangkah masuk ke dalam rumah, Minhyuk membalikkan badan hendak meninggalkan rumah ketika suara gadis kecil meneriakkan panggilan untuknya dan seketika ia berhenti. Itu Byeol. Itu satu-satunya gadis kecil yang menjadi momok bagi kepergiannya. Ia satu-satunya putri cantik yang menjadi alasan Minhyuk tak mengatakan bahwa dirinya tengah jatuh cinta pada Lee Eun Bi. Dan suaranya kali ini terdengar begitu lekat...
"Appa!!! Appaaa!!!" Byeol yang berlari hendak menghampiri Lee Minhyuk dipegang erat oleh sang kakek. Ia menangis, meronta.
"Harabeoji, lepaskan aku! Lepaskan aku! Aku mau ikut appa! Lepaskan aku!!" teriaknya. Lee Minhyuk hendak menghampiri putrinya, namun kakinya mematung. Sekilas dalam benaknya bertanya: apakah aku layak untuk kembali pada putriku?
KAMU SEDANG MEMBACA
[2019] SOMEDAY (Sequel of Hour Moment) ☑️
Ficción histórica#1 btob (04.05.19 - 04.06.19) Lee Eun Bi pada akhirnya tumbuh tanpa sosok Changsub, kakak yang paling ia sayangi. Sekitar tahun 1920-an akhir mereka terpisah. Kerusuhan yang terjadi akibat kecurangan Jepang atas lomba lari marathon terjadi secara ti...