SOMEDAY - 18. SEBUAH PANGGILAN TELEPON

113 18 6
                                    

Lee Minhyuk mendengar nada putus-putus dari jaringan telepon yang ia hubungkan ke nomor itu, sementara Byeol sibuk memainkan rompi sang ayah. Panggilan itu kemudian dijawab oleh seorang wanita yang menyapa dengan begitu halus. Ah, kira-kira sudah lebih dari tiga bulan Lee Minhyuk tak mendengar suaranya. Ia masih sama: Na Seo Ri.

"Apakah ini... Seobang-nim?" tanyanya.

"Eoh, ini aku, Na Seo Ri-ssi. Byeol... ingin meneleponmu..." katanya. Canggung, Minhyuk memulai percakapan singkat yang kemudian ia teruskan pada putrinya. Pemuda itu membiarkan Byeol bercengkrama dengan ibunya selama yang ia mau. Lagipula, jika ia yang menelepon, ia bahkan tak tahu harus mengatakan apa, atau sekadar berbasa-basi bagaimana.

Lee Minhyuk memutuskan tidak kembali. Ia tidak pergi ke rumahnya atau ke rumah ayah mertuanya. Tepat sebulan yang lalu Jepang menyerahkan Korea kepada Sekutu karena kekalahan yang diterima setelah peperangan. Jung Ilhoon memang benar, barangkali pemuda-pemuda pejuang di negaranya juga benar: itu semua soal waktu, strategi, dan takdir.

Beberapa hari sebelum datang ke rumah Lee Eun Bi, Minhyuk bertemu Jung Ilhoon. Ia mengatakan segala sesuatunya tentang keadaan perang di luar sana. Ia bilang, dirinya juga mendapat beberapa informasi soal propaganda yang sudah tersebar ke seluruh negeri dengan segala jenis kalimat yang menggaung liar. Namun kemudian, Ilhoon mengundang ia dan Jin Ho ke rumah Lee Eun Bi setelah upacara peringatan kematian Lee Changsub selesai dilaksanakan.

Mendengar nama Lee Eun Bi disebut, barangkali juga satu dua ia dengar nama Lee Changsub, ingatan Minhyuk melayang pada ia menghabiskan waktu bersama gadis itu di Tokyo-ketika mempersiapkan sebuah pementasan drama dan musik baru. Ada perasaan aneh yang mendesir di dadanya ketika ia mengiyakan undangan Ilhoon. Walau bagaimanapun juga, Eun Bi pernah menceritakan perihal kakaknya pada Minhyuk.

"Minhyuk-Sunbae, Jinho-Sunbae, wasseo-yo?" sapa Jung Ilhoon. Im Hyunsik dan Lee Eun Bi yang juga berada di sana sontak berdiri menyambut tamunya-juga anak perempuan itu.

"Eoh, Ilhoon-ah. Annyeonghaseyo..." Minhyuk dan Jinho membalas sapaan itu kemudian turut duduk usai Hyunsik mempersilakan ketiganya untuk menyamankan diri. Suasana itu, bagaimana menjelaskannya? Itu sungguh kaku.

"Ah, perkenalkan ini sunbae-sunbae-ku. Ini Minhyuk-sunbae dan ini Jinho-sunbae. Kupikir Eun Bi-ssi dan sunbae-deul sudah saling mengenal. Aku mendengar cerita tentang asosiasi di Jepang dan itu tampak luar biasa. Seandainya waktu itu aku sudah kembali ke Korea, maka aku akan bisa melihat pertunjukan kalian..." Jung Ilhoon terlihat berusaha keras mencairkan suasana. Ia tidak tahu bahwa ada hal lain yang jauh lebih pelik dibanding pementasan drama dan musik kala ia belum kemabali dari medan perang: perasaan yang kembali berkecamuk.

"Ilhoon-ie, Jin Ho-ssi, bukankah sebaiknya kita ngobrol sambil minum? Aku akan meminta eomma menyiapkan beberapa soju. Mari masuk..." ujar Im Hyunsik. Ia tahu, dirinya harus memberi ruang pada Lee Minhyuk dan Lee Eun Bi meski dalam hati pemuda itu benar-benar gelisah. Namun kepercayaannya pada Eun Bi tak sesederhana itu. Sekarang Lee Changsub yang ditunggu-tunggu sejak belasan tahun nyatanya sudah tiada. Siapa lagi yang akan menyediakan diri untuk tersakiti jika bukan dirinya? Jinho yang memahami maksud Hyunsik kemudian menarik Ilhoon yang masih sibuk mempresentasikan perjumpaan dengan para sunbae-nya.

"Eoh, Byeol-ah..." panggil Minhyuk. Bocah perempuan itu juga diajak masuk. Jinho menggendongnya. Lagi. Aroma canggung pekat mengaduk udara di sekitar Eun Bi dan Lee Minhyuk. Merasa tak nyaman, gadis itu kemudian memulai pembicaraan-sekadar basa-basi.

"Rasanya sangat canggung."

"Eoh... begitulah..."

"Minhyuk-ssi apa kabar? Kau tampak sehat, putrimu juga," ujar Eun Bi.

"Seperti yang kau lihat. Meski ada beberapa hal yang membuatku tak nyaman, nyatanya aku baik-baik saja. Eun Bi-ssi...bagaimana denganmu? Aku tahu mungkin ini bukan saat yang tepat untuk menanyakan apakah kau baik-baik saja, tapi bolehkah aku bertanya apa kau sudah jauh lebih baik?" Minhyuk berusaha tak menatap wajah Eun Bi sedikitpun. Untuk melancarkan sejumlah kalimat panjang, ia sengaja tak menatap wajah gadis itu.

"Terima kasih untuk bertanya itu. Iya, aku sudah lebih baik. Changsub-oppa benar-benar sudah pergi, ayahku sakit, karir juga sedang tak bagus, tapi Hyunsik-oppa hari ini sungguh kembali..." Menyebut nama Hyunsik membuat Eun Bi mengulum senyum tipis. Ya, ia tak ingin berdusta bahwa perasaannya jauh lebih baik kala Im Hyunsik betul-betul datang, betul-betul kembali, betul-betul menepati janji.

"Syukurlah. Ah, maafkan Ilhoon. Barangkali ia mengundang kami di saat yang tidak tepat. Aku jadi tidak enak..." ujar Minhyuk. Mendadak ia merasa gerah. Tidak ada lagi bahan pembicaraan yang bisa ia perbincangkan.

"Gwaenchana-yo. Jung Ilhoon-ssi... dia lucu. Jika dipikir kembali, tanpa kedatangan dan kehadirannya, aku takkan tahu oppa-ku sudah tiada. Mungkin Minhyuk-ssi juga akan selalu hidup dalam lubang kekecewaan dan penyesalan..."

"Eottoke araseo-yo?" Minhyuk spontan bertanya. Ia menceritakan beberapa kisah pada beberapa orang, namun sama sekali dirinya tak pernah menyebut bahwa anak itu adalah Ilhoon.

"Ia bercerita. Ilhoon-ssi benar-benar suka bercerita-sangat banyak..." Mengingat Ilhoon yang bercerita dengan semangat, Eun Bi merasa dirinya tak mampu menahan tawa. Senyumnya melebar. Seperti pendulum yang menghipnotis siapapun yang melihatnya, Minhyuk akhirnya ikut tertawa. Suasana berhasil mencair.

Dari tempatnya, Im Hyunsik ikut tersenyum.

Tepukan tangan Byeol menyadarkan Lee Minhyuk dari lamunannya. Anak itu sudah selesai berbincang dengan sang ibu dan tanpa menutup teleponnya, ia menyerahkan gagang benda itu pada Minhyuk-berharap Minhyuk bicara sesuatu.

"Eoh, Seo Ri-ssi..."

"Nee, Seobang-nim. Seobang-nim...tidak berniat untuk..."

"Tidak. Jika yang kau tanyakan adalah perihal kepulanganku, aku belum berniat pulang," jawab Minhyuk tegas. Ya, memang Joseon sudah merdeka, namun batinnya tak bisa melupakan luka yang telah didapatnya sejak sebelum kebebasan itu digaungkan.

"Benar... kau mungkin tidak akan pulang. Aku memahaminya. Byeol bilang ia hidup dengan baik denganmu. Terima kasih. Abeoji... beliau juga baik, namun akhir-akhir ini beliau sering terkena flu..." jelas Na Seo Ri. Minhyuk tersenyum. Istrinya itu menjelaskan sesuatu yang tak ia tanyakan.

"Geurae. Seo Ri-ah..." panggil Minhyuk.

"Seo Ri-ah?" Na Seo Ri terkejut dengan panggilan itu.

"Iya. Kalau kau bosan di rumah ayahku, kau boleh pulang ke rumah ayahmu. Atau mungkin... menyusul ke mari..." Lee Minhyuk menyampaikan kalimatnya-terputus-putus.

"Seobang-nim..."

"Hanya jika kau bosan..." tambahnya.

"Gwaenchana-yo. Aku akan tetap di sini. Siapa tahu suatu saat kau dan Byeol pulang. Aku akan membuatkan teh dan camilan untuk kalian..."

Panggilan telepon itu masih terus berlangsung hingga 30 menit kemudian. Minhyuk lalu bergerak menuju meja kerjanya, mengambil bolpoin, dan mulai menulis sesuatu-sebuah syair panjang yang menarasikan seorang pemuda yang tak ingin pulang, namun terbalut rindu. Ada kalanya, jarak dan waktu yang tak mampu kau capai akan menyadarkanmu soal betapa berharganya sebuah pertemuan dan kebersamaan.







<< END >>










NOTE:

Akhirnya work ini selesai juga tanpa ada tangis-tangisan huhuhuhu 😆😆
Work-nya mengalir apa adanya banget dan terima kasih untuk pembaca yang stay sampai di akhir cerita. Beberapa waktu ke depan aku akan mempersiapkan work baru yang mungkin 'agak' panjang dibanding work-work sebelumnya (karena mungkin ini akan disetel sebagai novel/novelet).
Sebagai gambaran, mungkin pembaca bisa mampir ke versi pendek tersebut dalam The Last Series part The Last Disaster. Work-nya bakal semi fanfiction dengan tokoh utama Changsub dan tokoh pendukung Sungjae & Eunkwang. Genre yang akan diangkat adalah science fiction (hohoho sudah lama nih nggak icip2 scifi sejak Spy dan A Bunch of Demons Who Fall in Love kelar). So, silakan sabar menanti 😉😉😉

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 09, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[2019] SOMEDAY (Sequel of Hour Moment) ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang