SOMEDAY - 17. SEBUAH PERINGATAN KEMATIAN

53 13 0
                                    

Jung Ilhoon belum sedikitpun beranjak dari tempatnya sejak ia melihat ada orang selain Jin Ho di sana. Ia menatap laki-laki itu sambil berusaha melempar senyum, namun keterkejutannya jauh lebih besar dibanding itu. Ilhoon tahu dirinya melihat sosok lelaki ini kemarin-laki-laki yang mengintip di balik tirai-namun ia tak menyangka akan bertemu dengan pria itu di sini: di tempat Jin Ho.

"Jung...Ilhoon? Jung Ilhoon?" Minhyuk mendekati Ilhoon. Matanya tak bisa berhenti menatap anak itu seolah memastikan bahwa seseorang yang ada di hadapannya adalah manusia-masih manusia. Tampak lupa, Jin Ho kemudian menyebut nama Lee Minhyuk untuk membantu Ilhoon mengingat.

"Minhyuk-Sunbae...Minhyuk..." Ilhoon mengingat nama itu. Ia merasa pernah menggumamkan namanya setiap hari dan alam bawah sadarnya masih mengingat itu.

"Ilhoon-ah... eottoke... apa yang terjadi? Apa yang sudah terjadi padamu, eoh? Kau tahu berapa lama..." Lee Minhyuk memegang pundak Ilhoon, menyentuh luka di tangan pemuda itu, dan terakhir ia menyentuh alat bantu dengar yang terpasang manis di telinga hoobae-nya.

"Lee Minhyuk... apa aku benar mengingat namanya?" Ia bertanya pada Jin Ho yang barusaja mengusap air mata-yang bahkan belum sempat terjun bebas. Jin Ho mengangguk, mengiyakan. Ia lalu merangkul kedua rekan lamanya dalam satu pelukan besar dan lagi-lagi menahan haru karenanya. Ini lebih dari lima belas tahun sejak ketiganya hidup dalam perasaan bersalah dan ketakutan.

"Mianhae, Ilhoon-ah...jeongmal mianhae. Maafkan kami karena tak bisa membawamu kembali waktu itu. Maaf, karena kami tiba-tiba berada jauh dari jangkauanmu. Maaf..." gumam Minhyuk penuh penyesalan. Jin Ho menepuk-nepuk bahunya. Ia menunduk dalam-dalam.

"Jika itu adalah sebuah permintaan maaf, kau hanya perlu mengatakannya sekali dengan penuh penyesalan, Sunbae. Lebih dari itu semua, aku akhirnya tahu arti kehilangan, penyesalan, kasih sayang, kehangatan, dan perjuangan serta air mata. Berkat ketidaksengajaan Minhyuk dan Jin Ho-Sunbae meninggalkanku, aku bisa belajar banyak hal dan menghargai hidupku sendiri."

Jung Ilhoon menitikkan air matanya. Ia ingat kali pertama dirinya disidang dan dijatuhi hukuman menjadi bagian dari Tentara Kekaisaran Jepang. Ia ingat sosok pengecut yang selalu berlindung di balik keberanian rekannya yang lain. Memorinya mengingat jelas detik-detik Kim Junshik gugur karena menyelamatkannya, bergabungnya ia dengan orang-orang yang dipilih dalam misi bunuh diri, kebersamaannya dengan Lee Changsub, hingga insiden ia kehilangan pendengaran karena menyelamatkan seorang rekan, Hasegawa Tatsuo, serta keputusasaannya setelah Changsub gugur di medan perang.

"Dan aku akhirnya kembali ke sini..."

"Geurae, kau sudah jauh lebih berani. Aku tak lagi melihat Jung Ilhoon yang penakut di sini. Dan apakah itu berarti... kau sungguh pandai menggunakan senjata?" tanya Jin Ho. Sampai di sini ia kemudian menyadari bahwa selama lebih kurang lima belas tahun, Ilhoon pasti memegang senjata, membunuh, bahkan selalu melatih kepekaan tubuhnya agar tetap waspada. Ilhoon kecil yang sudah berubah menjadi laki-laki tangguh...

"Anieyo, Sunbae. Aku tak sepandai itu menggunakan senjata api. Ada orang lain yang selalu membantuku berani menggunakannya, namun ia kini hidup dalam kenanganku. Aku hanya pandai menggunakan senjata tajam, baik itu untuk mengobati orang lain, atau justru membunuh. Iya, aku mengakuinya. Aku membunuh banyak orang pada akhirnya. Tapi itu hanya berlaku untuk musuh. Aku masih Ilhoon yang dulu, yang begitu mengagumi kalian berdua..." Ia tersenyum simpul. Hanya pemuda itu yang masih terampil dengan benda-benda tajam yang selalu ia bawa ke mana-mana. Ia mendengar semuanya dari Jin Ho, bahwa para sunbae-nya sudah tak memegang pisau bedah, alat jahit, bahkan berkutat dengan obat-obatan sejak peristiwa kerusuhan yang menghilangkan nyawa siswa sekolah medis.

"Tapi Sunbae tahu bahwa kata-kata jauh lebih tajam dari apa pun. Mereka bahkan bisa membolak-balikkan fakta dan realita menjadi dusta, demikian sebaliknya. Kekuatan itu selalu siap menghancurkan atau membangun sebuah peradaban baru. Alih-alih berkutat dengan senjata, aku lebih senang membaca tulisan yang membara..." akunya. Ilhoon menenggak air putih di gelasnya hingga tandas.

[2019] SOMEDAY (Sequel of Hour Moment) ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang