SOMEDAY - 2. DALAM RENTANG PENANTIAN

115 18 6
                                    

Bagi sebagian orang, kebahagiaan mereka terukur dari hal-hal sederhana, sekalipun itu pahit, bahkan masam tak mengenakkan. Ya, bahagia yang mana dulu yang tengah kau maksud? Barangkali itu adalah persoalan tentang menunggu. Tiap hari kau dituntut untuk tersenyum meski hatimu tengah gundah tersiksa memupuk rindu yang kian hari merongrong dalam relung jiwa. Tidak. Tetap saja ini soal kebahagiaan. Kadang kau tak mau mengaku bahwa setiap sudut kepahitan dalam liku kehidupan adalah secuil kebahagiaan yang sederhana.

Gadis itu sudah menunggu lebih dari sepuluh tahun lamanya. Ia menunggu seseorang kembali meski barangkali itu hanya fiksi dalam imajinasinya. Ia menyanyikan lagu-lagu rindu acapkali senja meredup di pangkuan malam. Pikirannya melayang jauh entah ke mana. Ia tak bisa melacak keberadaan laki-laki itu: laki-laki yang menjanjikannya sebotol susu, namun hingga detik ini tak pernah betul-betul pulang menepati janji.

"Eun Bi-ah? Memikirkan apa?" Seorang pria menghampiri Lee Eun Bi sambil membawa semangkuk mie kuah pedas.

"Oppa tahu apa yang sedang kupikirkan," jawab gadis itu sambil melempar senyum.

"Lee Changsub? Ya, kau benar. Tidak ada kabar apa pun yang kita dengar sejak saat itu. Bahkan sedikit isu pun tidak..." sahutnya. Ia meletakkan sepasang sumpit di sisi mangkuk yang isinya mengepul-ngepul—mempersilakan Eun Bi menikmati mie kuahnya selagi panas.

"Aku tidak tahu mengapa orang-orang berbohong soal Changsub Oppa. Hanya Hyunsik Oppa yang mengatakan kebenaran itu padaku. Hanya kau, Oppa..." Eun Bi meraih sumpitnya lalu mengaduk mie yang tampak kenyal.

"Mengapa harus berbohong jika kenyataannya memang seperti itu? Kebohongan akan membuat hatimu tercabik suatu saat nanti. Ini bukan mitos. Aku berpikir bahwa masing-masing orang harus belajar menerima kenyataan, bukan melarikan diri dengan tameng kebohongan." Im Hyunsik mengusap-usap rambut Eun Bi sambil tersenyum.

"Oppa tidak pergi bekerja?"

"Nanti. Aku mau menemanimu dulu di sini. Ini sudah seminggu sejak kepulanganmu ke Korea. Aku harus menghabiskan banyak waktuku bersamamu, Eun Bi-ah..." Im Hyunsik berkelakar. Ia sama sekali tak memandang ke arah gadis itu, namun senyumnya terus mengembang.

"Kau rindu padaku?" tanya Eun Bi.

"Neomu geuriwo. Neomuuuuuu....hahahaha." Keduanya tertawa lepas.

Entah kapan terakhir mereka melakukannya bersama. Tahun lalu, Eun Bi memutuskan pergi bersekolah di Jepang setelah Hyunsik mendorongnya untuk pergi. Awalnya gadis itu bahkan tak mau berurusan dengan segala persoalan tentang Jepang mengingat sang kakak terpisah dengannya akibat kerusuhan tempo lalu. Namun, Hyunsik selalu bilang: cara paling ampuh membalas musuh adalah dengan menjadi bagian mereka dan menghancurkannya dari dalam. Namun itu terlalu jauh untuk dipahami Eun Bi.

"Gwaenchana. Maaf, oppa mengatakan hal-hal yang terlalu sulit untuk dimengerti. Sekarang kau hanya perlu sekolah di sana, mengambil ilmu sebanyak-banyaknya, dan menjadi bagian dari semangat perjuangan pemuda-pemudi Korea, hm?"

"Hyunsik Oppa, bolehkah aku hanya belajar untuk bernyanyi? Bukan maksudku untuk mengecewakanmu, tapi..."

"Tidak apa-apa. Lakukan apa pun yang bisa kau lakukan di sana. Oppa sepenuhnya mendukungmu. Pergilah. Soal ayahmu, biar aku dan eomma yang menjaganya. Maaf oppa hanya bisa melakukan ini untukmu, Eun Bi-ah..." Gadis itu mencari celah kebohongan dalam mata Im Hyunsik, namun sama sekali tak menemukannya. Ia bahkan sama sekali tak mengetahui alasan Im Hyunsik begitu baik terhadapnya. Yang ada dalam pikiran Eun Bi hanyalah Hyunsik butuh pelarian usai kematian adik kandungnya pascakerusuhan waktu itu.

Usai kerusuhan yang menyebabkan banyak laki-laki Korea dipaksa menjadi tentara Kekaisaran Jepang, mayoritas masyarakat menutup pintu rumah mereka. Beberapa ruko tua bahkan memutuskan tak beroperasi lagi. Ini bicara soal trauma. Tak pernah ada yang tahu di waktu apa peluru akan mengetuk pintu rumah atau barangkali suara ketuk-ketuk sepatu tentara berhenti di depan daun pintu, lalu tangan mereka menyeretmu keluar dari rumah, dan pada akhirnya kau tertuduh sebagai salah satu dari sekumpulan 'pemberontak'.

[2019] SOMEDAY (Sequel of Hour Moment) ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang