Chapter 6

942 102 11
                                    

Sebuah toko kue dengan arsitektur gaya eropa berdiri kokoh dekat stasiun kereta. Toko kue yang menjual berbagai kue pastry dengan tampilan cantik nan menggoda lidah, begitu terkenal dikalangan pecinta makanan manis khususnya di kalangan para remaja putri.

"Ayo masuk." Ajak Gaara seraya melangkah kaki menuju toko kue dimana langsung disambut hangat oleh seorang pelayan wanita berpakaian maid.

"Selamat datang di toko kue kami." Sapa salah seorang pelayan dengan sopan juga ramah.

"Hm." Sahut Gaara datar.

Hinata berjalan mengekor dibelakang seperti anak ayam mengikuti sang induk takut tersesaat atau hilang. Sesekali mata bulannya melirik dekorasi toko yang begitu cantik serta elegan karena bergaya eropa moderen mulai dari perabotan hingga kursi serta meja makan pelanggan.

Deretan kue lezat menggugah selera berpenampilan cantik tertata rapih di sepanjang etalase toko. Membuat Hinata tanpa sadar menelan ludah saat melihat potongan cheese cake dengan toping kirim serta buah. Tapi lagi-lagi Hinata hanya bisa melihat tanpa bisa membeli, karena harga satu potong cheese cake setara dengan uang makan siangnya dan itu terbilang cukup mahal bagi kantongnya sebagai anak kuliahan yang hidup pas-pasan.

Mungkin lain kali jika ada uang lebih Hinata akan datang dan membeli kue disini.

Hinata baru teringat tujuanya kesini untuk membeli pancake pesanan Naruto hampir saja dia lupa karena begitu terlena.

Saat Hinata ingin pergi ke bagian kasir memesan kue tangannya ditarik Gaara kemudian tubuhnya di dudukan pada kursi kayu berukiran indah dengan sebuah bantal kecil dibelakang.

"Ano... "

"Apa Naruto menyuruhmu membeli pancake?" tanya Gaara menyela.

"I-iya." Jawab Hinata dengan wajah menunduk dalam merasa malu serta gugup.

Pemuda bermata jade ini mendesah, merasa jengkel dengan sifat Naruto yang sering memperbudak orang dimana jiwa sebagai Tuan Muda kaya begitu melekat pada sosoknya menjadikan pribadinya begitu angkuh, sombong suka merendahkan orang lain terlebih orang miskin yang sejak dulu di anggap sebagai sampah juga benalu. Itu semua karena didikan keluarganya sendiri dimana menanamkan pikiran sesempit itu maka jadilah sosok Naruto yang sekarang.

Gaara juga ikut merasa heran dengan tingkah Hinata yang satu ini dimana selalu menundukkan wajah dalam terlebih jika berbicara terlebih pada Gaara seakan-akan takut padahal dia tidak akan melakukan hal buruk selain itu yang membuat kesal lagi Hinata selalu saja berkata 'Iya' atau 'Tidak' seperti tak ada kata lain untuk di ucapkan.

"Sabaku-san, terimakasih." Ujar Hinata tiba-tiba membuat Gaara menyerengitkan dahi.

"Terimakasih untuk apa?"

"Sudah membawaku ke sini dan itu sangat menolongku."

"Aku tak menolongmu hanya sedang ingin makan kue saja." Kata Gaara mematahkan asumsi Hinata membuatnya semakin menundukkan wajah dalam.

Ada rasa kecewa juga sedih menyelip dihati mendengar pengakuan pemuda bermata Jade tersebut bahkan ekspresi wajah Hinata perlahan berubah sendu. "Oh." Serunya lesu.

Iris jade itu menatap penuh arti sosok Hinata yang sejak tadi menundukkan wajah. "Tak baik menundukkan wajah di depan orang lain." Katanya menyindir.

Reflek Hinata langsung mengangkat wajah dengan gugup bercampur panik."Gomenasai." Ucapnya dengan perasaan bersalah mendera hati tak bermaksud bersikap tak sopan.

"Jangan meminta maaf, kau tidak berbuat salah."

"I-iya."

"Jangan terus berkata iya, ano atau maaf padaku. Memangnya kau tak bisa mengeluarkan kata-kata selain itu." Protes Gaara setelah selama ini diam tak berkomentar.

Cinderella Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang