Perjalanan dari rumah Yeri sampai Bosscha ditempuh sekitar satu jam diakibatkan jalan raya lembang yang macet panjang. Mungkin karena malam ini malam minggu dimana banyak orang-orang yang ingin menghabiskan malam minggunya dengan cara yang berharga seperti Mark dan Yeri kali ini. Hanya saja sialnya mereka, Kak Kai harus ikut merusak malam minggu yang Yeri bayangkan hanya berdua dengan Mark, dengan alasan apa tadi? menjaga Yeri? Biasanya juga dibiarin batinnya.Untung sebelum sampai, Kak Kai minta diturunkan di salah satu warung makan dekat Bosscha, membiarkan Mark dan Yeri menghabiskan waktu berdua sekarang.
Tapi tetap saja pakai ancaman, "awas ya kalau sejam nggak balik kesini kakak bilangin mama."
"Ih kak itu bentar,"
"Ngeliat bintang nggak selama itu Yeri, tanya tuh sama Mark setengah jam aja nggak nyampe. Udah sana pokoknya kalau sejam lagi nggak balik awas aja." kemudian menatap ke arah Mark, "nitip ya Mark, anaknya suka ngilang sendiri. Pegangin aja."
"Haha siap Kak,"
Begitulah drama yang terjadi sebelum Kak Kai turun dari mobil Mark.
---
Mark dan Yeri sampai di Bosscha tepat pukul setengah delapan malam. Mereka turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam observatorium.
"Lo pasti udah sering kesini?" tanya Yeri ditengah perjalanan mereka ke dalam.
"Setiap langitnya cerah dan kalau ada waktu gue bakal dateng kesini sih buat ngeliat bintang."
Mark menengadahkan kepalanya melihat langit Lembang yang hari ini banyak bintang, "Liat tu, kita nggak pake teleskop aja bintangnya udah bisa dilihat pake mata telanjang."
Yeri mengikuti kegiatan yang dilakukan Mark, memang banyak bintang malam ini.
"Masuk yuk keburu satu jam hehe," ucap Mark mengingatkan kalau waktu mereka disini terbatas karena Kak Kai.
Selang setengah jam kemudian Mark dan Yeri keluar dari dalam bangunan tempat melihat bintang dengan teleskop. Sangat menggagumkan dan pengalaman pertama Yeri yang menyenangkan.
"Seru banget ya ternyata liat bintang pake teleskop, keliatan lebih jelas."
Mark hanya terus tersenyum melihat banyak ekspresi Yeri setelah mereka keluar.
Kemudian keduanya melihat bangku yang kosong disekitar taman bosscha, "duduk disini bentar ya Yer." ajak Mark sambil berjalan lalu duduk bangku itu.
Yeri pun mengikuti Mark dan duduk disebelahnya. Mereka berdua sama-sama terdiam sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Mark maafin gue ya," ujar Yeri memecah kesunyian diantara mereka berdua, "Kak Kai jadi ngikut kita."
"Nggak papa kok, gue malah yang nggak enak, Kak Kai malah nungguin kita gitu jadinya."
"Biarin aja, salahnya nggak pake izin minta ngikut."
Mark hanya tersenyum, "Kak Kai itu seru ya Yer,"
Yeri mengerutkan dahi memandangi Mark seperti minta penjelasan. Kak Kai itu orang tertidak jelas yang Yeri kenal, seru dari mana?
"Pengetahuan dia tentang astronom banyak banyak banget, seru ngobrol sama dia."
"Tuh kan gue bilang apa, lo tu kalau ngobrol sama Kak Kai pasti nyambung. Sama-sama suka benda-benda langit."
Mark hanya tertawa mendengar perkataan Yeri, jiwa keingintahuannya tentang Yeri jadi bangkit, "Lo tu dua bersaudara sama Kak Kai?"
"Nggak, gue masih punya kakak cowok satu lagi tapi kuliah di Jogja."
"Anak cewek sendiri dong lo? pasti paling disayang."
"Hm, ya gitu deh." ujar Yeri, "eh Mark, lo kan udah tau tu mau kerja dimana. Berarti lo juga udah ada pandangan mau kuliah dimana?"
Mark menanggukkan kepala, dia memang sudah merencanakan masa depannya dengan matang.
"Dimana emang?" tanya Yeri penasaran.
Mark sedikit berpikir, sebelumnya hanya Pak Yudi yang ia beritahu dimana ia ingin kuliah. Pak Yudi adalah guru fisika di sekolah mereka sekaligus WaKa bagian Kesiswaan. Pak Yudi sering memberikannya informasi tentang MIT dan Harvard.
Selain Pak Yudi, memang banyak yang bertanya dimana Mark ingin melanjutkan pendidikannya itu, tapi Mark memilih diam. Ia selalu menghindar saat mendapat pertanyaan tersebut. Membuat orang-orang berpikir bahwa Mark masih bingung memilih jalan yang akan ia ambil. Padahal nyatanya Mark sudah merencanakannya.
"Ada tiga kampus pilihan gue." Mark memulai penjelasannya, " Massachusetts Institute of Technology (MIT), Harvard, yang terakhir baru ITB, gue pengen masuk ke jurusan Fisika tapi kalau di ITB jurusan Astronomi."
Yeri yang sedang minum dari botol air mineral yang ia bawa, tersedak kaget. Pilihan kampus Mark tidak main-main.
"uhukk.. keren banget lo Mark uhukk" kata Yeri sambil terbatuk-batuk karena tersedak.Mark menepuk punggung Yeri,"kaget banget lo ya dengernya?"
"Sebagai orang yang selama ini cuma denger temen-teman gue cerita paling banter ngejar dapet ITB UI UGM, jelas gue kaget."
"Gue dah ngerencanain itu dari SMP. "
"Orang tua lo tau ?"
Mark mengelengkan kepala, "cuma tau gue pengen masuk ITB selebihnya belum tau."
"Gue doain deh lo keterima MIT."
"Hahahha, aamiin." jawab Mark mengamini ucapan Yeri, "kalau lo? udah ada bayangan mau lanjut kemana ?" Mark ganti mengajukan pertanyaan.
"Gue pengen kuliah di Jogja yang jelas, mau jurusan apanya masih bingung." jawab Yeri seadanya.
"Kenapa Jogja?"
"Kota impian, nggak ngerti gue suka banget sama Jogja. Malahan waktu tau kakak kedua gue keterima di UGM gue yang lebih seneng." Yeri terlihat sangat bersemangat saat mengatakannya.
Walaupun dia bukan orang Jogja, ntah mengapa Yeri sangat menyukai kota itu semanjak keluarganya mengadakan liburan keluarga ke kota yang terkenal dengan budayanya tersebut. Ia pertama kali menginjakkan kaki ke Jogja saat SMP kelas 2 dan sejak saat itu sudah bertekat bahwa dia harus bisa kuliah disana.
Percakapan mereka terhenti karena deringan telpom di hp Yeri, terlihat nama Kak Kai disana.
"Hal—"
"udah 55 menit nih waktu kalian tinggal 5 menit sebelum gue telponin mama."
"Iya ini udah mau balik kak."
"Okee— tutt" telpon diputus sepihak oleh Kak Kai.
Dengan raut kesal Yeri menghela nafas, menyebalkan sekali kakak tertuanya itu.
"Ayo Yer balik, udah dicariin Kak Kai kan?" Mark sudah berdiri mendahuli Yeri dan menawarkan tangan untuk membantu Yeri berdiri.
