Suara debuman terdengar begitu keras seperti sesuatu sedang menghantam dinding tak lama di susul debuman lain kali ini di sertai teriakan seseorang seperti terlempar keluar dari jendela.
Ruangan yang hanya di terangi cahaya remang-remang membuat skyla tidak bisa melihat siapa yang membantunya, siapapun itu skyla sangat bersyukur ia akan berterima kasih pada pahlawannya itu.
Terdengar suara benda pecah dan rintihan seseorang di sertai pukulan keras menghantam tubuh, entah siapa yang melakukannya, sang pahlawan atau si penculik, Skyla tidak bisa melihatnya dengan jelas.
“You gonna be alright” Detik selanjutnya Skyla merasa tubuhnya melayang dan tak mengingat apa yang tejadi setelah ini, tapi dirinya yakin akan satu hal, siapa pemilik suara itu.
Namun saat ia terbangun justru Aland yang ada menjaganya dia tengah duduk menggenggam tangannya, hangat, tapi Skyla justru merasa aneh dengan keberadaan aland.
Mengabaikan tentang bagaimana aland bisa ada di sini, Skyla berhambur memeluk lelaki itu dengan erat, dia ketakutan, terlebih dengan apa yang hampir terjadi semalam.
Menangis dalam diam, tubuhnya bergetar, Aland mengusap bahu Skyla mencoba menenangkan gadis yang memeluknya ini.
“It’s okay. Aku di sini” Jemari Aland mengusap air mata Skyla yang membasahi pipi gadis itu. Skyla mengangguk, tangan Aland masih menangkup wajahnya “Kau aman bersamaku” Ucapnya, sekali lagi aland menarik Skyla kedalam pelukannya, mengusap kepala gadis itu dengan perlahan.
Saat di rasa Skyla sudah tenang Aaron yang sedari tadi berada di balik pintu menghela nafas lega, seharusnya yang ada di posisi Aland saat ini adalah dirinya, tapi tidak! Justru ini adalah kesempatan membuat mereka lebih dekat.
Tapi kenapa hatinya terasa sesak? Seperti kekurangan oksigen padahal semua ini ia lakukan agar mereka dapat bahagia.
Aaron segera pergi dari sana sebelum keberadaannya di ketahui dan lebih baik ia segera menyingkir agar rasa sesak itu cepat menghilang.
Begitu kakinya menginjak di lantai lobby kantor sebuah panggilan masuk dari Mikaila Alcander, Aaron mematikan ponselnya mengabaikan panggilan Mika yang terus menyerbunya tanpa henti. Begitu Aaron mendudukkan dirinya di kursi dan melihat ponselnya kembali ada 15 panggilan tak terjawab dari mika dan puluhan pesan dari wanita itu.
Aaron melemparkan ponselnya ke meja dia memilih menyandar di kursi dan menatap pemandangan kota dari lantai dua puluh yang dia tempati. Banyaknya bangunan menjulang tinggi memenuhi kemana mata memandang tanpa membiarkan matanya melihat lebih banyak pemandangan yang lain, seperti hatinya yang tak bisa ia kendalikan sesuka apa yang Aaron mau.
Memejamkan mata dan merasakan aliran darah yang mengalir di setiap urat nadi sekaligus menjernihkan pikiran dari hal yang membuatnya tidak bisa fokus, namun perasaan tenang itu tidak bertahan lama saat Mikaila langsung membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dahulu di susul ocehan tidak jelas yang tentunya sangat tidak Aaron sukai.
“Semalam kau pergi dari pestaku, sekarang kau tidak mengangkat telfon bahkan tanpa membalas satupun pesan yang ku kirimkan, kau tau kita sudah sepakat untuk bertunangan dalam waktu dekat!”
Aaron menghela nafas, memutar kursi untuk menghadap Mika.
“Jelas kau pasti tahu alasannya. Jika bukan karna ayahmu aku tidak akan pernah mengatakan ingin bertunangan. apa lagi denganmu”
Mika berjalan tegas kearah Aaron, tangannya melayang akan menampar wajah Aaron begitu dia sudah dekat. Aaron tidak menghindar, membiarkan tangan Mika memberikan bekas perih di wajahnya, itu sudah biasa. Tamparan barusan tidak sesakit apa yang hatinya rasakan.
Nafas mika memburu, ia tidak suka Aaron mengatakan seakan lelaki itu akan membatalkan tunangan yang sudah ia inginkan akan segera terjadi dan malah terancam batal.
“Sudah selesai drama yang kamu buat di sini? Kalau begitu pergilah selagi aku masih berbaik hati” Tegas, tenang dan menakutkan. Mika terdiam untuk sesaat, wajahnya merah karena marah.
“Sekarang kau berani mengusirku tapi saat aku sudah menjadi istrimu tidak akan ku biarkan kau melakukan ini padaku!” seru mika.
Aaron mengurut keningnya kemudian menatap Mikaila, dalam, mengintimidasi.
“Dengar Ms. Alcander, katakan pada ayahmu. Aku tidak akan pernah bertunangan denganmu apalagi untuk menikahimu, semua kontrak kerja yang sudah kami tandatangani bisa ayahmu tarik kembali aku tidak peduli dengan kerugiannya asal kau segera keluar dari ruanganku dan jangan pernah kembali lagi!” Ucap Aaron menegaskan.
Mika ingin membantah ucapan Aaron tapi percuma, jika satu hal yang sudah aaron katakan maka lelaki itu akan melakukannya. Kecewa tentu saja hal yang wajar mika rasakan. Aaron sendiri sudah biasa dengan sikap wanita keras kepala seperti itu, kecuali Skyla.
Skyla? Kenapa harus dia?
Aaron merasa denyut di kepalanya semakin menjadi dia meraih ponsel yang di lemparkan tadi untuk segera bergegas mencari udara segar, di manapun agar pikirannya bisa melupakan tentang skyla, itu saja sudah cukup.
Sebuah bukit menjadi pilihan Aaron saat ini, bukit yang menampilkan pemandangan kota dengan lampu kerlap kerlip dan angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya. Jauh dari bisingnya mesin kendaraan, begitu tenang cocok untuk menenangkan pikiran yang sedang kalut.
Taburan bintang di langit melengkapi keindahan malam ini. Aaron tersenyum saat melihat sebuah bintang jatuh, ia jadi teringat kata-kata skyla jika gadis itu bersikap cerewet hanya agar ia dapat melihatnya tersenyum, tindakan yang sia-sia.
Sudah lama sejak belasan tahun lalu Aaron tidak pernah tersenyum pada siapapun, untung saja apa yang Skyla katakan tentang urat senyumnya yang sudah putus tidaklah benar. Ini sudah lama, sangat lama sampai Aaron sendiri tidak ingat kapan terakhir dia tersenyum seperti ini.
Tersenyum seperti orang gila bahkan hanya sekedar melihat bintang jatuh dari langit. Setidaknya tersenyum seperti ini membuatnya sedikit lega.
Aaron berdiri menyandar di pohon memasukkan sebelah tangannya di saku celana, memejamkan mata membiarkan angin malam menyapu wajahnya.
Cukup lama Aaron hanya diam memejamkan mata menikamati terpaan angin sampai dia teringat sesuatu dan menyalakan ponsel yang sedari tadi ia matikan. Begitu benda persegi itu menyala bunyi notifikasi yang masuk saling tumpang tindih memenuhi layarnya.
5 pesan dari Raymond asistennya, 8 dari Aland, 15 dari nomor yang tidak ia kenal dan terakhir ada satu pesan yang mampu aaron lihat tanpa berani membukanya.
Aaron lebih memilih menghubungi Raymond dan menghapus pesan dari skyla, aaron meminta Ray untuk menerima semua pertemuan esok hari atau beberapa hari kedepan dengan menyibukkan diri Aaron harap ia lupa dengan Skyla.
“Terima pertemuan di sidney, besok semua persiapan harus selesai” Ucap Aaron, memang terdengar terburu-buru mungkin asistennya, Ray, malam ini akan kewalahan menyiapkan apa yang Aaron minta, begitu sudah ada tanggapan dari Raymond, Aaron mengantungi kembali ponselnya lalu menghela nafas panjang ia harap keputusannya cukup memberi ruang bagi mereka.
“Ku harap keputusanku kali ini sudah tepat” Aaron tersenyum kecil untuk hari ini, mengakhiri ketenangannya di bukit itu sebelum besok ia sudah tak berada satu Negara dengannya.
****
To be continue
Hai ada yang rindu sama ocehan gak jelas uthor kece badas ini gak? Pasti gak kan aku tau kok 🤧 dan bodohnya malah aku yang rindu tidak nyapa kalian😌
Contact uthor via
👇👇👇👇👇👇@VIO.HIL
KAMU SEDANG MEMBACA
All Of YOU (Hiatus)
Romance(17++) Tidak kejam tapi mengerikan. Pendiam namun mematikan dan tegas tapi mempesona Itulah AARON. Pangeran es yang banyak di puja sekaligus di takuti dia sukses di usia muda tak terhitung banyaknya wanita menawarkan diri agar bisa dekat dengannya...