Masa lalu

1.6K 61 0
                                    

Ruangan kecil bercat putih tampak indah, bingkai poto yang menghiasi dinding membuatnya semakin menambah keindahanya.

"Mama..." panggil cempreng seorang gadis kecil dari arah pintu rumah.

Sang mama yang sedang mengerjakan sesuatu menoleh kearah asal suara. Ia memberi senyum keapad sang gadis kecil yang berlari menujunya.

"Ma... " panggilnya lagi ketika sampai di depan mamanya.

"Ya, ada apa hmm?" mamanya membungkuk mensejejerkan tubuh ke sang anak.

"Nilai aku sepuluh ma" ucap anak antusias sambil mengambil kertas dari dalam tas.

"Hebat anak mama, mana coba mama lihat" ucap Mama, sang gadis kecil menyodorkan kertas itu kearah namanya sambil tersenyum.

Segera sang mama meraih kertas milik sang Putri, saat ia Melihat kertas itu dengan seksama senyumnya mulai pudar digantikan dengan kerutan bingung.

"Kok kamu salah sembilan nak? Kamu cuma benar satu?" tanya sang mama pelan.

"Ini ma, aku bingung" ucap anak itu cemberut.

"Kenapa bingung hmm?" sang Mama bertanya dengan lembut kepada anaknya.

"Ini tentang kuarga, semua aku jawab yang ada tulisan mama aja" kata anak itu pada mamanya.

"Lihat nih ma pertanyaanya aku bingung" tunjuk gadis itu  pada kertas yang depegang sang Mama.

"Siapa kepala keluarga?
Siapa kakak dari ayah?
Ayah dari ibu?
Adik lelaki ayah? " baca anak itu pada kertasnya.
"Aku buat jawabanya 'Mama'" ucapnya polos.

"Kamu udah belajar sama guru disekolah 'kan?" ucap mama dengan lembut.

"Udah, kata guru aku punya ayah kakek nenek, tapi aku bilang aku cuma punya Mama" susana berubah menjadi canggung bagi sang Mama.

"Kamu punya" kata mama memegang bahu putrinya.

"Benarkah?" mata si anak berbinar bahgia.
"Kapan kita ketemu ayah paman kakek ma?" tanyanya dengan riang.

"Sebentar lagi" kata mama sambil tersenyum sedih. Karna memang sifat anak kecil, gadis kecil itu tak menyadari kesedihan sang Mama.

"Ok ma, aku tunggu" ucap sang anak mencium pipi mamanya bergegas kearah kamar mereka berdua dengan sangat girang.


Caroline membuka mata pelan, sekarang ia berdiri disamping pintu apartemen tetangganya. Cukup lama. menunggu sang pemilik keluar?
Tentu tidak, ia sudah tahu kalau sang pemilik kabur setelah keluar dari apartemen miliknya.
Miliknya?
Ya, tentu saja.

Dengan baju kaus putih yang polos, dipadu dengan rok berwarna senada dengan rambut digerai, Di tambah pencahayaan yang remang dari lorong apartemen membuat setiap orang yang melihatnya bergidik merinding.

Tapi siapa peduli dengan hal itu, aprtemennya adalah apartemen paling akhir di lorong ini.

Sambil sesekali memejamkan mata ia memikirkan apa yang akan ia lakukan pada lelaki pengecut itu, sudah beberapa jam ia menunggu, jam putih pada pergelangan tanganya sudah menunjukan angka satu.

Kemana lelaki itu sebenarnya?
Jangan katakan ia sedang mencoba bunuh diri di kali ciliwung.
Jika itu terjadi, maka permainan tak akan seru'kan?

Bravo

Sang mangsa sudah datang, di ujung lorong dari arah lift Saka berjalan lunglai, tanpa kaca mata yang membingkai mata.

Mungkin karna tanpa kaca mata miliknya ia tak bisa melihat malaikat di depan aprtemenya, malaikat pencabut nyawa yang siap mencabut nyawanya kapan saja. Dengam senjata tak masuk akal milik sang malaikat.

Saka berjalan gontai menuju apartemenya, masih tak percaya dengan apa yang ia alami hari ini.

"Kena kau" ucap Caroline pelan, sambil menunggu Saka sampai di tempat ia berdiri.

Sabar?

Caroline sangat sabar, menunggu Saka selama berjam jam didepan pintu apartemen lelaki itu. Sangat sabar malah, siapa lagi yang lebih sabar darinya?

Bunyi gesekan sepatu Saka semakin dekat, Saka langsung hendak memasukan kode apartemennya ketika sampai didepan pintu. Tak menyadari gadis cantik yang sudah ada disampingnya menatap heran.

Sampai sebuah tangan mendarat di lengan Saka barulah ia tersadar.

"Kau mengabaikan aku?" tanya Caroline dengan santai di barengi senyum manis.

"Huah..." Saka terkejut melepaskan lenganya dari orang kasat mata, mencoba melihat Caroline dengan jelas, mengucek mata yang rabun itu.

Saka menyipitkan mata mencoba menyesuaikan penglihatan pada lorong yang minim cahaya.

Dan akhirnya pandanganya menjadi lumayan jelas. Disana ia melihat Caroline tersenyum manis menunjukan eyes smile miliknya.

"Hai, apa kamu dari kantor polisi?" sapa dan tanya Caroline senyumnya masih belum hilang.

Berbeda dengan Caroline, Saka sudah memucat kaku ditempat.

"Ini bukan mimpi"






Psycopath Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang