Culik

1.1K 57 0
                                    

   Saka berjalan santai menuju motor ninja miliknya, sampai sekarang ia tak habis pikir,kenapa ia tak sanggup melaporkan malaikat pencabut nyawa itu. Padahal sedikit lagi. Sedikit lagi ia akan terbebas.

Menaiki motor dengan kecepatan rata rata, Saka merasa di buntuti mobil BMW hitam. Segera Saka menancapkan gas lebih tinggi.

Saat berada di tikungan tiba tiba motor Saka ditabrak sampai Saka terjerembab beberapa meter sambil mengguling.

Gilak...

Belum sempat ia bangun dan melihat sipelaku tubuhnya sudah melemah saat sebuah suntik menusuk lehernya.

Gelap...

Siapakah pelakunya? pihak ibu tiri Saka yang haus kekuasaan atau Si pencabut nyawa yang khawatir rahasianya terbongkar?

***

Saka membuka mata, sudah berapa jam ia tertidur?
Apa ia diculik?
Tapi jika ini penculikan tidak mungkin ia berbaring dikasur.
Setahunya penculikan identik dengan ruangan gelap dan tali.

"Anda sudah sadar?" tanya seseorang berdiri disampingnya. Mungkin mengawasinya dari tadi.

Saka meringis, sudah tahu ia membuka mata pake nanya lagi.

"Anda harus segera pergi keruang tengah" ucapnya lagi, mungkin ia adalah seorang pelayan disini.

"Dimana aku?" tanya Saka menghiraukan ucapan si pelayan.

"Anda harus cepat, boss besar tidak suka menunggu" ucap pelayan itu

Salah siapa menculiknya pake acara bius segala.

Saka bangkit dari ranjang berwarna putih itu. Berjalan keluar dan tercengang.

Wah gilak, gede amat ni rumah.

Saka tak habis pikir, saka keluar dari kamar dan langsung mendapati pemandangan yang membuatnya terperangah.

Rumah yang amat besar, Saka celingak celinguk mencari jalan menuju ruang tamu.

"Lewat sini" ucap Pelayan itu mengetahui kebingungan Saka.

Saka berjalan di belakang pelayan itu sampai mereka diruangan besar. Dimana di atas sofa terdapat empat lekaki yang berbeda umur seperti sedang menunggunya.

Wajah ramah, namun memiliki aura menyeramkan. Itu yang Saka rasakan.

"Silahkan duduk" ucap Seorang lelaki tua berkarisma yang berada di sofa tunggal, dan Saka yakin ia berpangkat paling tinggi disini.

Saka duduk dengan kaku, sedikit gugup menjadi bahan perhatian.

"Langsung saja" ucapnya menegakkan punggung pada sofa.

"Apa kau mengenali Caroline?" tanya lelaki tua itu tepat pada mata Saka.

"Y.. Ya" jawab Saka ragu, lelaki yang berada di samping kanan menahan tawa.

"Apa kamu tahu seperti apa dia?" tanyanya lagi, Saka bersikap waspada.

"Maaf kalo boleh tahu anda siapa?" tanya Saka memastikan ia tak salah berbicara nantinya.

"Oh ya, Saya kakek Caroline dan meraka adalah para paman Caroline" Saka memucat.

Apa ia bermimpi?

Keluarga Caroline?

"Saya, saya tetangga apartemen cucu anda" ucap Saka jujur.

"Sepertinya bukan sekedar  tetanggaan tapi lebih dekat dari itu"

"Langsung saja, kamu tahu kepribadian Caroline bukan?" tanya lekaki di samping kanan Saka yang duduk bersama lelaki lainya.

Kepribadian yang sakit jiwa itu maksudnya?

"Tidak" bohong Saka, tidak mungkin ia menjawab
'Benar, saya tahu kepribadian cucu anda. Ia tak ada bedanya dengan psokopat sakit jiwa' bisa bocor kepalanya setelah mengatakan hal itu.

"Tidak perlu sungkan, kamu sekeluarga sudah mengetahuinya" kali ini dari samping kiri yang berbicara, lebih ramah dan tampak bersahabat.

Saka terdiam sejenak.
"Anda sudah mengetahuinya? Kenapa anda tidak mengahalanginya atau mencegahnya?" tanya Saka tak habis pikir, ingin ia tertawa mengejek tapi takut

"Selama itu tak merusak dirinya" ucapnya santai. Ingin Saka membenturkan kepala di meja.

Jadi maksudnya selama itu tak merugikan Caroline walau menghilangkan nyawa orang, itu tidak apa apa. Wah hebat banget punya kakek sejenis ini. Dapat dimana kah? Pengen dong dua biji.

"Kamu tahu, psiko itu sebagian terjadi secara gen" ucap Kakek Caroline.

Glek....

"Maksudnya Caroline itu awalnya bukan gadis seperti itu, tapi ada hal lain memicu bangkitnya jiwa psiko dari dalam diri Caroline" ucap lelaki yang tadi terdiam saja.

"Apa anda anda juga... " Saka tak melanjutkan ucapanya. Ia berada diantara psiko.

"Ya, kami bertiga adalah psiko" ucap pria yang menahan tawa tadi.

"Bukan gue udah tobat" sangkal lelaki muda di samping kiri.

"Lo berubah karna punya cewek kan, CINTA...." ucap lelaki itu mengejek.

"Diam lo, atau gue patahin tuh tangan" mereka berdua tampak masih kanak kanak.

Berbeda dari yang ramah dan bersahabat tadi, ia nampak hanya tersenyum kecil.

"Jadi... Seminggu terakhir ini, saya tidak mendapat laporan tentang hobby Caroline"

"Dan usut punya usut ia telah jatuh cinta" Lanjutnya lagi. Saka memiliki perasaan yang kurang nyaman sekarang.

"Maksud anda?" tanya Saka langsung.

"Cucu saya jatuh cinta dengan kamu" katanya kelewat santai.

"Dari mana anda tahu?" Saka melotot tak percaya.

"Saya selalu mengawasi cucu saya, menurutmu kenapa ia bertahan sampai sekarang dengan hobby seperti itu?" katanya Menjelaskan.
Saka menganggukan kepala paham. Ia juga, pasti ada orang dalam yang kuat membantu gadis itu melakukan hobby gika itu.

"Saya mau kamu jadi pacar cucu saya dengan begitu ia dapat di kontrol" ini namanya pemaksaan.

"Tapi belum tentu, mungkin saja setelah saya menjadi pacarnya saya aka dimutilasi, dan atas dasar apa anda menyimpulkanya"

"Di dalam apartemen Caroline terdapat  CCTV bahkan sekarang di apartrmen kamu
juga telah dipasang, saya mengenal cucu saya dengan baik" ucapn kakek itu tegas.

"Tunggu, jika anda mengenal Caroline dengan baik. Kenapa ia bisa seperti Itu? Kesepian dan menyedihkan bahkan jadi psiko" Ucap Saka agak nyolot.

"Jaga ucapanmu" bentak pria yang tadi bersahabat itu.

"Bapak juga, kenapa Caroline sampai seperti itu? Kata anda jika ada suatu pemicu yang membuat Caroline menjadi seperti itu. Kenapa tidak dicegah? atau karena kalian sesama psiko jadi harus saling membantu bukan menolong. Dan meminta saya berpacaran dengan cucu anda agar ia dapat di kontrol? Kenapa tidak dari dulu aja di cegah? Apa anda anda tidak berpikir nyawa siapa yang habis ditangan Caroline? Apa anda semua tidak berpikir bagaimana keluarga mereka? Jika Caroline tewas seperti korbannya apa yang akan anda lakukan?" Saka tesengal kehabisan napas.

"Kamu salah, Caroline tak sembarangan membunuh" ucap kakek itu teguh.

"Maksud anda?"

"Apa bedanya dengan ibu tirimu yang nembunuh ibumu? Apa bedanya ayahmu yang menelantarkanmu? Apa bedanya kau yang ingin membunuh saudara tirimu?
Tapi kamu tak bernyali"

Saka bungkam mundur selangkah, tak percaya dengan apa yang ia dengar. Benarkah ibunya dibunuh? Bukan karna kecelakaan?

Saka memegang kepalanya pening.

"Jika kau bersedia, saya akan memenuhi segala keinginanmu" Masih dengan keadaan tenang, kakek Caroline menyenderkan punggung ke kusri.

"Semua?" Saka tertarik dengan tawaran Kakek Caroline ini, ini saatnya ia membalas dendam.

"Ya semua"

"Saya ingin menyingkirkan keluarga Abimanyu"

Psycopath Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang