Terbiasa

1.1K 50 3
                                    

   

     Saka menggigil di kursi mobil yang di dudukinya, memegang sabuk pengaman dengan erat. Dengan menggunakan masker dan topi yang berwarna senada. Bukan hanya ia saja yang mengenakan benda itu, Orang yang berada di kursi pengemudi juga mengenakan hal yang sama. Mengawasi orang yang akan keluar dari sebuah gedung yang dari tadi mereka perhatikan.

  Pasalnya seminggu sesudah deklarasi mereka berkerja sama terucap Caroline tiba tiba membawanya ke sini setelah menggunakan perlengkapan. Awalnya Saka tidak tahu apa yang di maksud Caroline, ia membranikan diri untuk bertanya dan apa yang ia dapat.

"Kita bakal bunuh orang" Kamat yang sangat ringan diucapkan oleh gadis itu, namun berefek besar pada Saka. Kepalanya pusing, nafasnya berubah menjadi pendek dan jantungnya seperti berhenti berdetak.

  Ditambah orang yang akan mereka bunuh adalah saudaranya sendiri. Ia tidak munafik menginginkan kematian saudaranya itu, tapi ia masih sehat walau Guntur adalah iblis baginya tapi tak pernah terbesit untuk membunuh lelaki itu.

"Kalo kamu gak mau bantu ya udah, setelah pulang aku bakal cari kamu" sekali lagi Saka terkejut setengah mati, darahnya serasa beehenti mengalir. Nyari dia buat apa?

Dan disini lah ia berada, terjebak oleh rencananya sendiri. Mencelakai diri sendiri, dibalik topi Saka menutup mata takut.

Caroline mengalihkan pandangan kearah Saka yang tak berkutik, dibalik maskernya ia tersenyum gila. beralih menatap manusia yang baru keluar dari dalam gedung, segera menginjak pedal gas sedalam mungkin. Mobil melaju kearah Guntur dengan sangat cepat. Saka yang menyadari akan adanya benturan menutup matanya semakin dalam juga menutup indra pendengaran.

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

Tak ada benturan atau benda terinjak ban mobil, Saka memberanikan membuka mata, tarikan napas lega keluar dari hidung Saka, mobil sudah berada di jalan raya. Mungkin ia sudah gila mengikuti permintaan gadis psiko itu.

Suara terkekeh keluar dari samping Saka dan Saka memandangnya aneh.

"Kamu tegang banget, padahal kamu sendiri yang pengen dia mati" ucap Caroline di sela tawanya. Mendengar hal itu Saka tidak terima tuduhan tak beralasan itu.

"Kapan gue bilang gitu?"

"Hmm entah, kita rayain atas kesepakatan kerja sama kita" Caroline membuka masker dan topi yang bertengger di kepalanya, Saka juga mengikuti jejak gadis itu.

"Jadi kita gak jadi bunuh orang nih?" tanya Saka keceplosan.

"Emang kamu mau bunuh siapa? Kita mau bunuh orang? Balik yuk" tanya Caroline santai, mendengar itu Saka menggeleng geleng kepala. Entah mengapa kata 'bunuh' sudah biasa ditelinganya.

"Ini kali pertama aku ajak orang buat melakukan ini, jadi sedikit asing" ucap Caroline diiringi dengan berhentinya mobil yang mereka kendarai.

Caroline berjalan kedepan mobil lalu mencopot penutup BK mobilnya. Saka yang ikut turun mengerutkan alis bingung.

"Mobil siapa ini?" tanyanya, pertanyaan itu bercokol di otaknya.

"Mobil paman aku" lanjut Caroline melepas penutup BK bagian belakang.

"Kenapa ditutupin?" tanya Saka saat mereka kembali memasuki mobil.

"Di sekitar gedung tadi ada CCTV, kalo gak ditutup kita bakal tertangkap dalam waktu dua puluh empat jam" sambil tersenyum sengah dan menunjuk ke arah kepalanya.

Saka mengagguk angguk mendengar itu, Memang Caroline sangat pandai atau ia yang terlalu bego?

Mereka berhenti disebuah Kafe yang sepi pengunjung.

"Sepertinya kamu udah mulai terbiasa dengan keadaan seperti tadi" Caroline berjalan masuk kedalam kafe disusul Saka yang cengo. Sudah terbiasa katanya?

Ingin Saka tertawa kencang dengan ucapan Gadis itu tapi tidak jadi, ia berjalan mengikuti Caroline masuk kedalam kafe.

Psycopath Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang