11

24 7 0
                                    

Di part ini didalamnya khusus tentang Echa ya...

Selamat membaca cerita aneh ini wkwk

💕💕💕

Echa memasuki kelasnya dengan senyum yang merekah, karena ia sudah mulai bisa mengalahkan seorang Agnesa, si so jagoan itu.

Orang-orang yang berada disekelilingnya merasa aneh, tidak biasanya seorang Echa tersenyum. Biasanya Echa memasuki kelas dengan wajah datar milikinya.

"Eh eh liat si Echa kenapa tuh?" Ucap seorang siswi yang tidak dikenali oleh Echa, Echa tidak mengenal semua teman-teman sekelasnya.

Echa memberhentikan langkahnya, ia menatap tajam kepada orang yang mengatainya. Orang itu seketika bergidik ngeri, siswi itu bersembunyi di balik punggung teman sabangkunya. Lalu tersenyum jahat sambil membisikkan sesuatu.

"Lo, nggak usah ikut campur urusan orang." Setelah membisikan itu Echa kembali ke bangku yang paling belakang. Bangku miliknya.

Di bangkunya ia terkekeh sinis. 'oh gini ya rasanya jadi orang jahat, jahat bentar sih haha.' ujarnya dalam hati. "Mulai sekarang aku gak boleh lemah lagi, aku harus bertindak," gumamnya.

Ia tidak menyadari bahwa ada orang yang mendengar gumaman nya itu, seorang lelaki berparas tampan dengan tatapan tajam dan rahang yang kuat serta alis tebal menunjukkan bahwa ia adalah seorang lelaki yang tegas. 'gue harus cegah Echa untuk tidak melakukan hal yang aneh-aneh, bagaimana pun caranya' ujar pria itu dalam hati.

✖️✖️✖️

"Gue harus bertindak, agar Echa enggak ngelakuin yang aneh-aneh. Sebagaimana pun Echa adalah sahabat satu-satunya gue. Walau dia nggak nganggap gue, dan malah milih si Veri sialan itu." Ia terkekeh sinis.

"Gue bakalan rebut Echa gue lagi. Harus!" Tekadnya.

✖️✖️✖️

Echa berdiam diri dikamarnya entah mengapa ia menjadi menyukai kegelapan. Tidak ada penerangan apapun didalam kamarnya, biasanya ia paling tidak suka dengan kegelapan. Ia terus menerus memikirkan apa yang terjadi padanya sehingga membuatnya seperti ini.

Echa menyalakan lampu kamarnya lalu bercermin. Saat ia hendak melangkah ia kembali bercermin. 'kalung? Perasaan gue gak pernah suka pake kalung deh, dan bunda juga gak pernah beliin gue kalung.'

"Eh tunggu kok gue, eh aku kok jadi gue gue an?" Echa bergidik, ia semakin tidak mengerti apa yang terjadi padanya.

"Echa sayang ayo cepetan kita makan malem!!!" Teriak Nindy dari bawah.

"Iya Bun bentar gu-- eh Echa bentar lagi kebawah," Ucapnya balas berteriak.

"Ihhhh ya ampun gue kenapa sih, eh aku arghh kenapa gue jadi jijik aku akuan gituh yah iiiiih," frustasinya sambil mengacak ngacak rambutnya sendiri.

Lalu ia beranjak pergi meninggalkan kamarnya dan turun kebawah untuk melaksanakan makan malam. Seperti biasa ia duduk tepat didepan kakaknya itu, Echa mencoba menunjukkan tatapan tajamnya. Dan Nata langsung menunduk.

'hah? Kenapa kak Nata, masa iya takut sama gue?' Tanyanya dalam hati.

Echa terus memakan makanannya dengan hening, hanya ada dentingan garpu dan sendok saja yang berbenturan.

"Bun besok Echa pengen dianterin bunda ya?" Rengeknya manja kepada Nindy.

"Ish apaan sih Cha, kamu tuh udah gede harus belajar mandiri," ucapnya tegas seolah-olah tidak ingin dibantah.

"Huft'..."

"Kak?" Nata langsung terkejut dan mendongakkan kepalanya lalu menatap datar kepada adiknya itu, ia mengangkat satu alis nya seolah berkata 'apa?'

"Besok temen gu-- eh" 'hampir aja' "Besok temenin Echa ke mal yu? Note book Echa kecemplung di WC."

"Enggak." Jawabnya dingin.

Echa menunjukkan raut kecewanya. "Enggak bisa nolak," ujarnya tanpa ekspresi.

'dihh aneh banget, Nerima tawaran tapi nggak ada ekspresinya. Tapi tunggu, biasanya kak Nata suka nolak deh. Kenapa jadi baik gini.'

"Dek?" Ujar Nata lembut menggoyangkan tangan Echa.

Echa langsung mengerjap. "Emh ehh apa kak?"

"Jadi gak?"

"Iya jadi!" Jawab Echa semangat.

Setelah selesai makan, Echa masuk lagi ke kamarnya. Dan mematikan sakelar lampu nya.

Echa terus bergulat dengan pikirannya, mengapa ia menjadi berubah 180 derajat. Ia menyadari itu. Saat ia terus berfikir perlahan-lahan matanya terlelap.

***

'Gue ada dimana? Kenapa cuma ada gue disini.'

Echa ngeliat ke sekeliling, enggak ada orang sama sekali. Ia bangun lalu menelusuri sebuah goa, karena hanya ada satu-satunya jalan kedalam sana.

Ia melihat keselilingnya, hanya ada suara rintik air yang turun dari atas atap goa. Lalu Echa melihat tombol, dengan pikiran yang bingbang. Ia menekan tombol itu. Terlihat banyak sekali barang-barang kuno didalam itu.

"Selamat datang nona."

Echa tersentak kaget 'nona? ' pikirnya.

"Anda tidak perlu tahu, anda sedang berada dimana. Saya hanya ingin memberi tahu, berhati-hati lah." Ucap orang itu.

"Berhati-hati?" Gumam Echa.

"Ya, kau harus menjadi wanita yang kuat dan tegar. Kamu harus mulai bisa melawan orang yang merendahkanmu."

"Tapi kenapa?"

"Mungkin setelah ini kau akan 100% berubah, bukan karena kalung itu. Tapi karena sikap orang lain terhadap mu."

Echa mengerjapakan matanya, mengapa orang itu tahu tentang kalung yang sedang ia pakai?

"Sikap? Berubah? Kalung? argh!! Tapi---" ucapan Echa terpotong karena orang itu sudah tidak berada lagi disana

Brakk

"Awwh sakit banget." Ringgisnya sambil memegang kepalanya yang terbentur.

Echa naik lagi keatas kasur, "apa maksud orang itu ya?" Ucapnya pada dirinya sendiri. "Gue? Berubah? Sikap? Dan kalung? Apa maksudnya ya?"

"Dan emang beneran gue udah berubah 100% ini, gue gak suka yang lebay lebay sekarang. Gue... Suka kekerasan." Lalu ia menyeringai.

Kepingan Yang Terlupakan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang