Pria itu bersimpuh di depanku yang membungkuk -memeluk perut- di atas kursiku. Kedua lengannya memelukku begitu erat, seakan ingin melindungiku.
Bibirnya yang merah terus menerus menggumamkan kata yang sama—MaafTapi bukan itu yang aku butuhkan sekarang. Aku sedang tidak butuh pelukannya. Bukan maafnya juga yang kuinginkan. Aku butuh dokter. Sekarang juga.
"Ba-ba.. Yi..kuuu.." Aku berbicara tersendat-sendat.
Oh sungguh. Efek minuman sialan itu sangatlah mengerikan.
Tangan kananku merambat menuju lengannya yang memelukku. Kuremas lengan itu kuat.
"Rumah.. sa-kit.." rintihku.Namun dia sama sekali tak mengabulkan permintaanku. Dia hanya menatapku penuh penyesalan dan kesedihan, namun tak berbuat apapun.
"Maafkan Aku.. maaf, maaf." adalah kalimat yang telah Ia ucapkan ke 1001 kalinya.
Dilanjut "Aku mencintaimu, sangat-sangat mencintaimu."
Kepalaku menggeleng. Mataku terpejam sesaat merasakan dahsyatnya rasa sakit yang seakan ingin menghancurkanku dari dalam ini.
"Bawa aku.. brpengsek. Selamatkan Anakku!" teriakku akhirnya.Aku berusaha melepaskan pelukannya dan hendak berjalan menuju pintu keluar, namun dia menahanku agar tetap duduk di kursiku ;masih sambil menggumamkan kata maaf.
Cukup sudah! Aku tak bisa hanya berdiam diri lebih lama lagi saat kurasakan cairan mulai merembes menuruni kakiku.
Aku menunduk, dan menemukan banyak darah di sana.
Mataku memanas. Aku menggelengkan kepalaku kuat-kuat.
Tidak! Jangan sampai itu terjadi! Teriak batinku.
Dengan tenaga yang kian melemah Aku berusaha mendorong tubuh besar yang masih setia menahanku itu.
"Lepaskan Aku! Biarkan Aku pergi!" teriakku dengan suara bergetar."Maaf.. Maafkan Aku.."
"Simpan maafmu! Biarkan Aku pergi sekarang!"
"Maaf.. Maaf--"
"Minggir sialan!" murkaku pada akhirnya sambil menendang tubuhnya dengan kakiku -walaupun Aku harus menahan nyeri pada perut setelahnya.
Dia jatuh tersungkur. Dan kesempatan itu kumanfaatkan untuk kabur darinya.
Dengan langkah tertatih-tatih Aku berjalan menuju pintu keluar.
Sepanjang jalan yang kuambil, terdapat bercak darahku yang menetes-netes.
Nyeri pada perut bagian bawahku semakin nyeri. Kali ini disertai rasa mulas -seperti hendak buang air besar.
Air mataku bercucuran.
Tuhan, selamatkan kami..Aku memohon dengan sangat.
Namun sepertinya Tuhan sedang tidak ingin berbaik hati kepada makhluknya yang tidak taat sepertiku karena setelahnya siku-ku tertarik ke belakang dengan kasar hingga Aku jatuh tersungkur.Sengatan rasa nyeri di perutku membuatku menjerit kecil.
Namun dia tak peduli. Dia malah menghampiriku, memelukku dan berusaha mengangkatku untuk dibawa ke dalam kamar.
Aku meronta.
Dengan nada paling memelas dan nelangsa Aku berkata. "Tolong, kumohon selamatkan Anakku. Kali ini saja kumohon.."
"Maafkan Aku, Aku mencintaimu--"
"Peduli setan dengan maafmu!" seperti mendapat energi tambahan, Aku menonjok wajahnya berkali-kali sampai dia terbaring di lantai.
Tangannya berusaha menutupi wajahnya dari seranganku -tapi Aku pandai berkelit. Darah mengucur keluar dari hidungnya.
Wajahnya terdapat banyak goresan panjang dari cincin yang kukenakan. Tapi Aku sedang tidak ingin berbelas kasihan kepadanya.
Dengan kekuatan penuh, kulayangkan kepalan tanganku tepat ke hidungnya hingga dia jatuh tak sadarkan diri.
Kelegaan seketikan memenuhiku.
Dengan kepayahan, Aku bangkit sambil menahan perutku dengan tangan.Sementara tangan kiriku berpegangan pada tembok untuk menjaga keseimbangan ku.
Begitu mataku menangkap potret pintu keluar, rasa bahagia memenuhi dadaku. Seakan Aku dibebaskan tak bersyarat oleh Tuhan dari neraka.
Sesekali ringisan akan terdengar dari bibirku karena sakit yang kurasakan semakin bertambah mengerikan tiap waktunya.
Bersandar pada dinding, Aku mencoba merogoh tas selempangku.
Tanganku yang gemetaran berhasil membuat panggilan telfon entah kepada siapa yang berada pada list teratas log panggilanku."Tolong, tolongin gue..." yang kuingat itulah kalimat terakhirku sebelum kegelapan merenggutku.
Anakku, bertahanlah.
TBC..
KAMU SEDANG MEMBACA
Mission Impossible ;The Badass series 2 [Finished]
Chick-LitLea punya sederet daftar yang harus dilakukannya dalam rangka membalas dendam pada Kalael -sang mantan suami yang telah menduakannya. Namun apa yang menjadi ekspetasi tak pernah sesuai dengan realita. Realitanya, yang dilakukan Lea hanyalah menyer...