***
Kupikir setelah kulempar ponsel sebesar batangan emas satu kilogram itu Kalael akan menyerah mengangguku, tapi nyatanya tidak.
Pria bebal, keras kepala, otoriter dan semaunya itu menyusul ke kamarku, tepat setelah aku melepas kaos dan celana pendekku dan hendak menggantinya dengan pakaian yang lebih nyaman untuk perjalanan panjang ke ibu kota.Barnes telah kuusir beberapa saat yang lalu ke kamarnya sendiri, sehingga kini tinggallah aku yang hanya mengenakan bra dan celana dalam berenda bersama Kalael di ruangan tertutup ini.
Aku berteriak memakinya.
Dengan brutal kulemparkan bantal ke wajahnya yang datar-datar saja itu.
"Ngapain masuk!?" teriakku seraya menutupi tubuhku dengan selimut yang kusampirkan asal.Kalael mengangkat salah satu alisnya. Dia berbalik untuk mengunci pintu dan mengantongi kuncinya ke celananya.
Aku semakin berang. "Kenapa dikunci!?" pekikku lagi.
Kamar ku tak kedap suara. Hanya saja, di lantai dua ini hanya ada kamarku seorang dan ruang mencuci serta gudang, sehingga tak perlu takut Barnes terganggu oleh teriakan melengkingku.
Kalael berjalan maju mendekatiku, sedangkan aku mengambil jarak sejauh mungkin darinya.
Sialnya, Bapak dan ibu tidak menyediakan kamar mandi di masing-masing kamar, sehingga tak ada tempat untuk ku bersembunyi.Tak perlu waktu lama bagi Kalael untuk memerangkapku. Dia menghimpit tubuhku di antara tubuhnya dan lemari kayu setinggi langit-langit kamar milikku.
Kedua tangannya terulur di setiap sisi kepalaku, memenjarakanku agar tak kabur kemana-mana.Pinggulnya menekan pinggulku, kuat tak tergoyahkan.
"Kamu itu punyaku." Kalael membisikkan kata-kata itu di depan bibirku dengan nada yang mengandung kemarahan tertahan.
Nafas panasnya berhembus cepat, menghangatkan sekitaran pipiku.Aku memberontak. Berusaha mengangkat lututku untuk menyakiti asetnya, namun tak kuasa. Tubuhnya seperti beton kokoh yang dibangun dengan semen terbaik yang pernah ada.
"Jangan ngaku-ngaku! Aku bukan milik siapa-siapa. Aku wanita bebas-- mmphh.."
Sepertu halnya adegan drama yang ada di saluran televisi yang pernah kutonton, Kalael membungkam mulutku dengan bibirnya yang basah untuk menghentikan ocehanku.
Dia melumat sesuka hatinya, menjilat bibirku sebelum memasukkannya ke dalam mulutku saat aku membuka mulut untuk mengambil nafas.Tangannya bekerja ke mana-mana. Leher, bahu, dada, paha, bokong, dan seluruh bagian tubuhku yang disukainya.
Miliknya yang tak tahu diri tahu-tahu sudah sekeras batu, menekan bagian pribadiku di bawah sana.
Aku memberontak, menolak dikalahkan.
Ini gawat. Kepalaku sudah terasa ringan, dan pikiranku mulai buram.
Aku selemah itu terhadap sentuhannya, sejak dulu tak pernah berubah.
Tanganku mengepal di masing-masing sisi tubuhku, menahan diri untuk mengalungkannya ke leher Kalael atau lebih parahnya mengelus dadanya.Tidak!
Tapi semua pertahanan yang kubuat itu dengan mudah dihancurkan oleh Kalael, saat pria itu menggesekkan salah satu anggota tubuhnya yang mengeras ke milikku dengan intens.
Aku mengerang, hampir menangis oleh pergolakan di dalam diriku sendiri.
"Semua ini, punyaku." Kalael menggeram di sela-sela kegiatannya meremas asetku.
Tangan kirinya yang menganggur dengan lancangnya menepikan pelindung aset kewanitaanku, dan memasukkan jari terpanjangnya di sana.
Aku melolong. Kepalaku mendongak, mempermudah aksesnya menjelajahi leherku.
Aku yakin akan ada banyak tanda yang ditinggalkannya di sana. Kalael lah pelaku utama mengapa concealerku cepat sekali habis.
"Kamu akan kecewa, karena cuma aku yang bisa puasin kamu. Pria-pria itu, nggak akan bisa sehebat aku." desisnya kelewat percaya diri di depan wajahku, dengan mata yang menyorot tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mission Impossible ;The Badass series 2 [Finished]
ChickLitLea punya sederet daftar yang harus dilakukannya dalam rangka membalas dendam pada Kalael -sang mantan suami yang telah menduakannya. Namun apa yang menjadi ekspetasi tak pernah sesuai dengan realita. Realitanya, yang dilakukan Lea hanyalah menyer...