Bab 3~Keberangkatan

710 77 0
                                    

"Zen, apa kau yakin akan pergi?" tanya Rai di tengah makan malam mereka. "Sudah aku putuskan kak. Tidak mungkin aku mengabaikan aliansi yang sudah membantu kita dalam perang suci," jelas Zen. "Tapi, apa kau yakin jika itu memang pasukan kegelapan?" tanya Rai. "Jika itu memang bukan pasukan kegelapan. Bukankah akan lebih cepat aku menyelesaikannya?" tanya Zen santai. "Hah ... kau ini sungguh terlalu mengganggap hal ini ringan," ucap Rai setelah menghembuskan napas berat. "Apa yang kau katakan kak? Aku tidak pernah mengangap hal seperti ini ringan. Bukankah ini kenyataannya?" tanya Zen bingung.

"Uwah ... lihatlah kepercayaan diri raja Western ini," sindir Rai malas. "Apa ayah akan pergi berperang?" tanya Uta bingung. "Benar," jawab Zen sambil mengelus kepala Uta yang duduk di sampingnya dan tersenyum lembut. "Apa aku perlu ikut? Jika memang benar itu adalah pasukan kegelapan. Bukankah lebih baik jika aku ikut?" tanya Rika khawatir. "Kau tidak perlu ikut. Aku bisa mengurus masalah ini. Sementara aku tidak ada, kau yang akan menggantikanku," ucap Zen. "Baiklah," jawab Rika pasrah. 

"Jadi, memang sudah di putuskan besok kau akan berangkat?" tanya Rai. "Benar, aku akan berangkat besok bersama Leo dan pasukan kerajaan. Sedangkan ketiga menteri bodoh itu akan di kerajaan mengurus kerajaan bersama Rika dan Nico," jelas Zen. "Eh? Kau tidak mengajak Nico? Apa kau yakin?" tanya Rai bingung. "Ya, Nico akan lebih berguna di sini. Aku tidak ingin ketiga menteri bodoh itu mengganggu Uta saat aku tidak ada," jelas Zen tajam. "Ah, baiklah," ucap Rai sambil tertawa kaku.

Sebenarnya, siapa tiga menteri bodoh itu? batin Rai bingung. Ini pertama kali bagi Rai melihat Zen yang kesal bukan karena dirinya. "Baiklah, kalau begitu. Aku akan mengirimkan putra dan putriku ke sini jika mereka sedang kosong untuk bermain bersama Uta," ucap Rai membuat Alecia menatap sang Ayah dengan senang dan Alvis yang menatap Rai terkejut. "Apa kami bisa bermain di sini bersama pangeran Uta?" tanya Alecia semangat. "Tentu saja. Benarkan Zen?" jawab Rai lalu bertanya kepada Zen sambil tersenyum ramah.

Zen menatap Alvis dan Alecia yang terlihat sangat berharap lalu menghembuskan napas pasrah. "Bagaimana menurutmu, Uta?" tanya Zen pada putranya. Uta menatap Alecia dan Alvis bergantian. Membuat kedua orang itu meneguk salivarnya dengan gugup. "Hm ... baiklah, asalkan pangeran Alvis tidak mencubit pipiku lagi," ucap Uta ketakutan. "Ah maaf soal itu, Uta. Kau bisa memanggilku kak Alvis," ucap Alvis menyesal. "Baiklah, kak Alvis," ucap Uta semangat. "Ih! Tidak adil," ucap Alecia kesal. "Kau juga bisa memanggilku Uta, Alecia," ucap Uta sambil tersenyum lembut.

Membuat Alecia sangat senang. Sehingga semua orang yang ada di ruang makan menjadi sangat gembira. Akhirnya mereka menikmati makan malam kembali tanpa membahas soal keberangkatan Zen.

***

Setelah makan malam. Rai dan keluarganya langsung di antar menuju kamarnya. Rika membawa Uta untuk istirahat sedangkan Zen harus kembali ke ruang kerjanya untuk menyelesaikan beberapa tugas sebelum berangkat besok pagi. Ia menghembuskan napas besar saat akhirnya dokumen yang menggunung dapat ia selesaikan. berjalan kearah jendela dan menatap kearah sang rembulan yang berbentuk bulat sempurna. "Tidak terasa sudah malam sekali. Apa aku istirahat di kamar ya?" tanya Zen bingung.

Beberapa hari ini Zen selalu tidur di ruang kerjanya karena banyaknya dokumen yang harus di selesaikan. Sehingga membuat Rika tidur sendiri. Terkadang juga permaisurinya itu akan tidur bersama putranya. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Membuat Zen tersadar dari lamunannya. "Zen, ini aku. Apa aku boleh masuk?" terdengar suara yang sangat familiar baginya. Membuat Zen berjalan untuk membukakan pintu. "Ada apa, Rika?" tanya Zen saat pintu terbuka dan memperlihatkan sosok permaisurinya yang mengenakan gaun tidur tipis yang tertutup jubah tidur untuk menghangatkan dari dinginnya udara malam.

"Ternyata benar kau masih bekerja. Apa aku boleh masuk?" ucap Rika. "Ah, masuklah. Aku baru saja selesai dengan dokumen terakhir," ucap Zen mempersilakan Rika untuk masuk. "Jadi, ada apa? Jarang-jarang kau datang ke ruang kerjaku?" tanya Zen bingung saat Rika sudah duduk di sofa ruang kerjanya. "Aku hanya ingin berbicara sesuatu kepadamu," jelas Rika. "Apa?" tanya Zen penasaran. "Ini soal kepergianmu besok. Aku ingin kau berjanji kepadaku, jika kau akan kembali dan tidak memaksakan diri. Kau harus berjanji kembali kepada kami dalam keadaan hidup. Apa kau bisa, Zen?" pinta Rika dengan ekspresi yang sangat khawatir.

Western Prince's : Son of Hero [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang