08. Es Kepal Milo

337 87 61
                                    

Tiga puluh menit kemudian Azka datang dengan membawa tiga kantong plastik berisi es kepal milo dengan berbagai topping.

“Nih permintaan lo udah gue kabulin,” ujarnya seraya menyerahkan kantong plastik tersebut.

Fei tersenyum girang menerima dua kantong plastik berisi es milo tersebut.

Sesaat kemudian senyuman tersebut luntur berubah menjadi ekspresi kesal, “kok lo ngasihnya ke gue cuma dua sih? Kan lo belinya tiga!” protes Fei tidak terima.

Azka mendengus, “Kan gue juga mau, Fei.”

Fei mendelik, lagi-lagi tidak terima. “GAK! pokoknya itu harus jadi punya gue!”

“Lo serakah banget sih, dua aja cukup kali. Hidup itu gak boleh serakah, Fei. Harus berbagi kepada yang membutuhkan," ceramah Azka yang tentu saja sangat malas didengarkan Fei.

“Lo itu bukan orang yang membutuhkan, Azka,” bela Fei.

Senjata makan tuan! Apa yang dikatakan Fei memang benar. Ia bukan orang yang membutuhkan. Keluarganya serba berkecukupan dan tidak kurang suatu apapun. Harus Azka akui, ia kalah kali ini.

Dengan terpaksa Azka menyerahkan es milo nya pada Fei.

Fei menerima es tersebut dengan senang hati kemudian melahapnya dengan santai di depan Azka yang masih menatap es tersebut tidak rela.

Padahal es Milo itu kan di beli pakai uang Azka.

“Fei bagi dong, gue mau,” katanya sedikit memohon.

Fei manaikkan alisnya, tersenyum simpul lalu berkata, “Azka, lo itu kan orang kaya. Tuh harta keluarga lo gak mungkin habis sampe tujuh turunan. Masa lo beli es begini aja gak mampu sih?”

Dasar Fei tidak tahu diri!

Fei itu bagaikan kacang yang lupa pada kulitnya. Padahal jelas-jelas yang membelikannya tiga cup es kepal milo itu adalah Azka tapi dengan santai ia mengatakan bahwa Azka tidak mampu membeli es tersebut. Dasar tidak sadar diri!

“Tapi kan itu hartanya bokap-nyokap gue, Fei. Belum jadi punya gue.” Azka mencoba membela diri.

“Ya udah, lo racunin aja bokap lo pake sianida biar lo bisa cepet dapat warisan dan harta itu jadi milik lo," sahut Fei enteng.

Azka menjitak kepala Fei. "Sakit, Azka!" Fei mengusap-usap kepalanya yang sakit akibat jitakan Azka barusan.

“Ya elo sih, ngomong gak pake saringan. Gak mungkin gue mau ngeracunin bokap cuma demi cepet dapet warisan,” sahut Azka cepat.

Ia kesal tentu saja, tapi ia sudah biasa dengan Fei yang bicara tanpa disaring terlebih dahulu. Apapun yang ada dipikiran Fei saat itu jika ia bisa bicara maka ia akan bicarakan. Tidak ada yang salah dari itu, hal itu hanya menunjukkan bahwa Fei adalah orang yang jujur. Tapi kadang, terlalu jujur itu tidak baik juga bukan?

“Kan katanya lo pengen jadi orang kaya punya duit sendiri. Ya itu tadi jalan pintasnya, Azka Arion.” Fei sama sekali tidak merasa bersalah. Malah ia merasa benar-benar saja dari tadi. Tidak ada yang salah dari ucapannya.

Tunggu sebentar, kapan Azka bilang ingin jadi orang kaya dan punya uang sendiri?

“Kapan sih gue bilang pengen jadi orang kaya pengen punya duit sendiri?” Azka jadi bingung sendiri. Ia semakin tidak mengerti dengan pembicaraan random nya dengan Fei saat ini. Bahkan PR yang tadi mereka kerjakan, maksudnya Azka kerjakan tadi saja sudah mereka lupakan. Sekarang mereka benar-benar larut dalam perdebatan tiada akhir ini.

“Azka, lo itu bego yah?” ejek Fei tanpa dosa.

“Yang ada elo kali yang bego, dasar pemalas!”

“Lo yang bego, gue itu bukan males.”

“Apa coba?”

“Gue ....” Fei berhenti, nampak berpikir. “Gue itu bukan males, tapi gue itu hemat energi. Kan gue cinta bumi kita.”

Cinta bumi dari Hong Kong! Yang ada Fei itu malah sama sekali gak pernah hemat energi. Televisi dibiarkan menyala tanpa ditonton. Kipas angin dan AC dinyalakan bersamaan, eh orangnya malah ngilang ke bawah kasur, katanya kedinginan. Sering banget nge-charge ponsel sama laptop malah kadang lupa nyabut colokannya dari terminal. Bahkan ketika cuaca sedang dingin pun ia tetap menyalakan pendingin ruangan. Hemat energi dari mana?

Azka mendecih, “lo itu ya, gak usah sok ngeles kalo jawaban lo itu gak sesuai sama kenyataan.”

Fei memanyunkan bibirnya. Ia ingin membalasnya lagi, tapi ia sudah lelah dan sekarang haus. Ia teringat lagi pada es milo nya tadi.

Es itu kini sudah mencair.

Fei menatap lelehan es tersebut nanar. Antara kesal dan menyesal. Ini semua salah Azka putusnya.

“Azka, lo harus tanggung jawab. Es milo gue udah cair semuanya, ini semua gara-gara lo.” Fei menepuk pundak Azka . Sama sekali tidak sakit karena Fei tidak mau mengeluarkan tenaganya terlalu banyak.

“Loh kok jadi salah gue?”

“Kan dari tadi elo ngajak gue berantem, Ka. Gak tau, pokoknya lo harus tanggung jawab. Beliin gue es milo lagi,” paksa Fei tanpa tahu diri. Padahal kan tadi yang memulai perdebatan dia tapi kenapa ini menjadi salah Azka. Oh iya, kan perempuan selalu benar.

Azka menghembuskan napas perlahan. Sudah cukup sore ini, ia tidak ingin berdebat lagi.

Diambilnya tas nya lalu ia berkata, “udah yah Fei gue mau pulang aja. Nanti malem gue kirimin jawaban PR buat besok.” Azka beranjak meninggalkan Fei yang kini merajuk karena ia tak mengganti es milo nya yang mencair.

“Gue pulang ya,” pamit Azka.

Tidak ada sahutan dari Fei.

Baru beberapa langkah Azka meninggalkan Fei, “Azka bego!” maki Fei.

Tidak ada sahutan dari Azka.

Malamnya, Mama Fei masuk kekamar Fei menyerahkan tiga cup es kepal milo dan selembar kertas bertuliskan, “Maaf buat yang tadi sore yah.”

Fei tersenyum dalam hati ia berkata, “Azka bego!”

To be continued ...

---

Terima kasih karena telah membaca cerita Fei ♥️

Jangan lupa tinggalkan jejak ya Feiders 🌟

Unlimited Love by Ranisa ♥️

(Revisi 050620)

Change My Lazy Girl (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang