-8-

5.2K 768 32
                                    

Sana sengaja tidak menjawab salam Abimanyu, begitu suaminya itu memasuki kamar. Perempuan itu masih sangat marah. Ia merasa dibohongi, dan kepercayaannya telah dikhianati. Sebelum tiba di rumahnya, Sana sempat mengirimkan pesan kemarahan kepada Riko. Ia membicarakan perihal Abimanyu yang akhirnya tetap pergi makan siang bersama Tatiana. Mereka bahkan hanya pergi berdua saja.

Sana menggosok pelan bekas-bekas air matanya yang mengering di ujung mata. Ia tidak ingin Abimanyu mengetahui kalau ia baru saja menangis.

Kasur terasa bergelombang saat Abimanyu duduk di sisi kasur, lalu merangkak ke samping Sana yang berbaring memunggungi dirinya. Abimanyu memegangi bahu Sana, berusaha membuat istrinya itu berbalik menghadap ke arahnya namun Sana menahan diri.

Abimanyu menarik napas dalam, lalu mengembuskannya kuat-kuat sehingga terdengar seperti dengkusan. "San, aku gak akan membela diri kalau kamu marah karena aku melanggar janji aku untuk gak jalan sama dia. Tapi, aku boleh, kan, kesel gara-gara pertanyaan aneh kamu ke Tatiana? Bukannya itu justru memancing opini orang-orang ya?"

Sana akhirnya berbalik menghadap Abimanyu. "Kamu jalan berdua aja sama dia tuh udah mancing opini orang-orang! Sekarang tuh biang gosip ada di mana-mana! Gimana kalau tadi ada yang ambil foto kamu, terus diunggah di akun-akun gosip selebritis itu? Bukannya sungkan, Tatiana yang jelas-jelas naksir sama kamu itu malah bakalan makin seneng digosipin sama kamu!"

"Terus salah aku kalau dia suka sama aku? Lagian dia juga gak tahu kalau aku udah nikah, dan kamu istri aku. Gak cuma dia, orang lain juga sama gak tahunya!"

Sana mengatupkan kedua belah bibirnya rapat-rapat. Air matanya kembali menggenang di pelupuk mata. "Selalu kayak gini, Bi. Kenapa setiap kita berantem, selalu pada akhirnya kamu memutarbalikkan omongan, dan bikin aku yang ngerasa paling salah? Kamu bilang kamu gak akan membela diri, tapi pada akhirnya?" Sana menyibak selimut yang menutupi setengah tubuhnya, lalu menurunkan kedua kakinya dari kasur.

"Sana, mau ke mana kamu?!"

"KE MANAPUN ASAL JANGAN DI SINI!" Sana mengambil tas tangan yang tadi ia pakai saat menghadiri jamuan makan malam. Barang-barangnya belum ia keluarkan dari sana.

"TETAP DI SINI!" Abimanyu menaikkan nada suaranya, tapi Sana tidak mau mendengar. "SANA MAHIRA!"

Sana terus berjalan keluar kamar, lalu menyambar kunci mobil yang tergeletak di atas meja sofa di ruang tengah. Tidak ambil pusing dengan penampilannya yang hanya mengenakan piyama tidur berlengan dan bercelana pendek, Sana meninggalkan rumah. Satu-satunya tujuan yang terpikir di kepalanya adalah apartemen Gea.

***

"San, udah dong ... jangan nangis lagi, ya? Mata lo udah bengkak tuh...." Gea memberikan bungkusan tisu yang baru ia ambil dari lemari penyimpanan di dapur. Sana sudah menangis hampir satu jam lamanya, dan ia belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti dalam waktu dekat. Gea sudah menghubungi Abimanyu dan Riko diam-diam tanpa sepengetahuan Sana. Bukannya tidak memikirkan perasaan temannya itu, tapi Gea pikir sebaiknya masalah ini dibicarakan baik-baik.

Suara bel di pintu utama berbunyi. Gea meninggalkan Sana yang masih menangis tersedu-sedu, menuju pintu. Kalau benar dugaannya, seharusnya itu Abimanyu atau Riko yang datang.

Wajah sendu Abimanyu menjadi yang pertama dilihat Gea. Perempuan itu menyuruh Abimanyu masuk, bersama Riko yang mengekori pria itu. Gea sendiri memutuskan turun ke lobi apartemen untuk membeli beberapa minuman dingin dan makanan ringan untuk para tamunya. Sepertinya malam ini akan menjadi malam yang melelahkan.

"Sayang...."

Sana kenal betul suara itu. Ia baru saja hendak melarikan diri ke kamar Gea, tapi Abimanyu sudah lebih dulu menahan pinggangnya dan menyuruhnya untuk tetap duduk.

"Maafin aku. Maaf aku ngecewain kamu banget—"

"Gak, San. Ini salah gue." Riko menyela Abimanyu. "Tadi Abimanyu memang udah nolak ajakan Tatiana. Nah, mendadak gue ada urusan di kantor, jadi gue tinggalin Abimanyu dan—"

"Dan kamu tahu, aku paling gak bisa nolak permintaan orang kalau terus menerus didesak." Abimanyu memberi tanda kepada Riko agar membiarkan dirinya menjelaskan sendiri duduk permasalahannya pada Sana. "Tadi salah seorang perwakilan PH yang minta aku nemenin Tatiana pergi karena manajernya lagi gak nemenin dia. Di situ posisi aku serba salah, San. Maafin aku...."

Sana diam. Dia tahu betul, inilah risiko yang ia dapat begitu memutuskan agar merahasiakan hubungan pernikahan mereka kepada orang banyak. Sudah tiga tahun terlewati dengan mulus. Kalaupun ada sedikit masalah, mereka selalu bisa melewatinya, dan Sana kira ia adalah perempuan paling sabar di muka bumi. Atau mungkin sebenarnya ia tidak sehebat yang ia pikir? Ke mana rasa percaya dirinya yang begitu tinggi, saat berjanji dengan Abimanyu dulu sebelum proses syuting dimulai?

"Proses syuting belum berjalan lama. Bahkan yang seharusnya hari ini syuting full day, pengambilan adegan antara Bayu dan Rana diundur besok. Kayaknya orang-orang PH memang sengaja mendukung kedekatan antara aku dan Tatiana untuk menaikkan popularitas film Senja Cinta. Kamu yang paling tahu prinsip aku—belum terlambat buat mundur."

Sana membayangkan bagaimana reaksi pembacanya yang sudah menunggu rilis film Senja Cinta. Mereka begitu menyukai sosok Abimanyu yang memerankan Bayu. Belum lagi dengan penggemar berat Abimanyu yang juga sama-sama menantikan kembalinya pria itu ke layar bioskop.

Abimanyu meraih tangan Sana, mengecup satu per satu jemari halus perempuan itu, sebelum kemudian menyatukan tubuh mereka dalam sebuah pelukan hangat. Riko diam-diam keluar dari ruangan itu, menunggu kembalinya Gea di luar.

"Maafin aku juga ya, Bi. Aku bakalan berusaha untuk gak terlalu cemburu dengan Tatiana."

"Besok kamu ikut aja ke lokasi syuting. Nanti aku bakalan bilang kalau kita gak sengaja ketemu di jalan dan aku nawarin kamu tumpangan." Abimanyu mengurai pelukannya dengan Sana. "Tadi aku udah bawain baju ganti buat kamu. Malam ini kita nginep di hotel aja, ya? Supaya lebih dekat ke lokasi besok. Daripada kamu sendirian di rumah, mending kamu ikut aku nginep di hotel sampai lusa."

Sana akhirnya bisa tersenyum. Perempuan itu kembali memeluk Abimanyu, sekaligus mendaratkan ciuman bertubi-tubi ke pipi kanan dan kiri suaminya itu.

Abimanyu mengulas senyum simpul saat menemukan sedikit perbedaan di rambut istrinya. "Kamu potong rambut, ya?" tanyanya, lalu mencium aroma madu di rambut Sana. "Habis creambath juga?"

"Kok kamu tahu?" tanya Sana, tersenyum malu-malu.

"Kamu ketusuk duri aja aku pasti tahu, Sayang. Segitu sayangnya aku sama kamu, sampai semua perubahan apa pun dari diri kamu meski itu kecil, aku gak mungkin gak tahu."

Tertarik gak kalau aku bikin trailer sendiri untuk buku ini? 

Once Upon A SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang