-2-

8.6K 927 25
                                    

Jangan lupa vote ya! (Instagram: Zeeyazeee)


Sana melangkahkan kakinya keluar dari mobil taksi online dengan pasti. Tiada hari yang sangat ia nanti-nanti melebihi hari ini—yah, kecuali hari pernikahannya dengan Abimanyu dulu.

Hari ini adalah hari pertama reading naskah. Seluruh pemain yang bermain di film Senja Cinta akan datang, termasuk Abimanyu. Suaminya itu sudah lebih dulu berangkat satu jam lebih cepat sebelum Sana. Riko yang menjemput pria itu menggunakan mobil manajemen yang baru dibeli dua minggu lalu. Kata Riko, mobil itu adalah buah keberhasilan manajemen dari peningkatan karir Abimanyu.

Rambut sebahu Sana yang masih setengah kering usai dibasahi sampo tadi pagi, berkibar kala angin bertiup. Sepertinya hari ini akan turun hujan yang lumayan deras. Langit tampak begitu gelap, dan udara terasa lebih dingin dari biasanya. Sana jadi menyesal, seharusnya ia membawa jaket seperti yang Abimanyu sarankan sebelum pria itu berangkat.

"Sana!" Gea yang sedang mengobrol dengan beberapa orang, berteriak memanggil Sana.

Sana tersenyum sembari mengangkat tangan kanannya, membalas lambaian tangan Dea. Dia lalu cepat-cepat menghampiri Gea. Ternyata orang-orang yang sedang menjadi teman mengobrol Gea adalah beberapa orang penting dalam pembuatan film Senja Cinta. Sana masih ingat nama-nama mereka.

"Pak Nahran! Apa kabar, Pak?" Sana menyalami seorang pria bertubuh tinggi besar berkulit sawo matang. Pak Nahran—director of photography. Sinematografer yang mengawasi tata letak gambar selama proses pembuatan film. Sana pertama kali bertemu dengan pria paruh baya blasteran Arab itu di pertemuan pertama Sana dengan para kru Langit Film.

"Alhamdulilah baik. By the way... kemarin udah kenalan sama Maharani belum?" Pak Nahran menepuk-nepuk punggung seorang perempuan yang umurnya mungkin sebaya dengan Sana. "Ini astradanya. Astrada yang kemarin dikenalin diganti. Dipindah ke film yang lain."

"Halo, Mbak Sana. Semoga kita bisa kerja sama dengan oke, ya." Perempuan bernama Maharani itu tersenyum, meraih tangan Sana untuk disalami.

Sana membalas senyuman Maharani dengan senyuman yang tak kalah manis. "Mohon bantuannya, ya," katanya. Sana kemudian celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri, mencari-cari Abimanyu. "Kok saya gak lihat si pemain utama, ya?"

"Oh, kalau Abimanyu sih lagi sama Tatiana."

"Tatiana?" Sana memiringkan kepalanya, keningnya berkerut penasaran.

"Pemain utama wanita—Tatiana Barata."

Sana mencoba mengingat-ingat wajah perempuan yang disebutkan namanya barusan. "Tatiana..." gumam Sana, mengusap-usap dagunya. "Ah! Tatiana—bukannya lagi vakum main film ya?" Sana menepukkan kedua tangannya. Perempuan itu hanya memikirkan Abimanyu sebagai pemeran utama pria, dan melupakan pemeran utama lain yang tak kalah penting.

"Kamu pura-pura lupa, kan? Kalau beneran lupa, wah... Mbak Sana tahu, kan, kalau omongan saya suka bikin sakit hati?" Pak Nahran mengangkat sebelah alisnya. Dia memang terkenal galak kalau urusan pekerjaan. Sana juga sudah diperingatkan oleh Gea.

Gea menyahut, "Sana emang suka gitu, Pak. Bukan lupa, sih. Lebih ke loading lambat." Gea tertawa hambar, mengalihkan tatapannya dari Pak Nahran ke Sana lalu memelotot.

Sana menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal.

"Pak, udah mau dimulai." Seorang pria bertopi hitam memberitahu kalau reading naskah akan segera dimulai. Rasanya Sana ingin menyalami pria berkulit hitam kecokelatan itu untuk berterima kasih, karena telah menyelamatkan dirinya dari rasa sakit yang timbul usai mendengar ocehan Pak Nahran.

Once Upon A SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang