-15-

5.2K 596 13
                                    

Halo! Iya, jadi aku putuskan untuk update semua bagian cerita sampai tamat. Sebenarnya yang aku update ini adalah cerita sebelum revisi. Once Upon A Secret yang sudah direvisi, seharusnya diterbitkan oleh salah satu penerbit yang namanya udah cukup ternama (banget malah).

Sayangnya, karena satu dan lain hal... hingga saat ini aku belum dapat kabar apa pun terkait urusan penerbitan. Mungkin kalau respons kalian baik, aku berencana menerbitkan buku ini sendiri tanpa ikut campur penerbit mana pun. Tentu saja versi buku akan lebih panjang dan alurnya berbeda dengan yang ada di Wattpad. 

Tolong tinggalkan jejak kalian di cerita ini ya. Vote, comment, aku menantikan kedua hal itu. Terima kasih sudah setia menunggu update cerita ini setiap hari meskipun aku sering PHP kalian. Aku beruntung punya kalian!


Sana sengaja tidak menceritakan isi pertemuannya dengan Tatiana kepada Abimanyu. Ia bahkan tidak tidur sekamar dengan pria itu semalam. Dan begitu hari sudah pagi, Abimanyu ternyata sudah pergi ke lokasi syuting tanpa membangunkan Sana terlebih dahulu.

Sepulangnya Sana dari Starbucks kemarin, mereka tidak berbicara banyak. Abimanyu tahu betul Sana sedang sangat marah, dan ia berniat untuk menunggu hingga waktunya tepat untuk berbaikan dengan istrinya itu.

Sana baru saja mandi, dan sekarang sedang menumis sayur sawi putih plus telur bebek. Setelah ini dia akan menggoreng tahu dan somay oleh-oleh dari Bandung kemarin. Ia berniat menitipkan makanan itu kepada Riko yang sebentar lagi akan menyusul Abimanyu ke lokasi syuting.

"Kenapa lo gak ikut aja? Gue naik taksi online kok." Riko bertanya, sembari memakai jaket jeans-nya.

"Gue masih marah sama Abimanyu."

"Jangan gitu. Gak baik mengutamakan gengsi. Gue yakin, Abimanyu punya alasan sesalah apa pun dia." Riko mengancingkan dua kancing terbawah jaket jeans-nya. "Yuk lah! Bentar lagi mobilnya dateng. Lo gak usah ribet-ribet dandan."

Akhirnya Sana mengikuti saran Riko. Perempuan itu segera berganti celana panjang, lalu memakai bedak tipis-tipis di wajahnya. Begitu ia keluar kamar, Riko sudah menunggu di depan pintu utama rumahnya sambil membawa kantung plastik berisi kotak makanan masakan Sana.

"Lo tunggu mobil, gue kunci pintu dulu."

Begitu Riko sudah selesai mengunci pintu rumah dan pagar, pria itu segera masuk dan duduk di kursi depan di samping supir. Jalanan sedikit macet saat mobil mereka bergabung dengan kendaraan lain. Untungnya, supir yang mengantar mereka bukan tipikal yang gemar mengomel mengeluhkan kemacetan, dan membuat penumpangnya tidak enak hati saat mendengar ocehannya. Biasanya kalau servisnya bagus begini, Riko akan menambahkan tip.

"Hari ini syuting sampai jam berapa?" tanya Sana, seraya memeriksa sekali lagi apakah semua kotak makanan yang ia siapkan sudah masuk ke dalam kantung plastik.

"Harusnya cuma sampai sore aja—kira-kira jam lima atau jam enam," jawab Riko, tanpa melepaskan tatapannya dari layar hp.

"Ntar gue langsung balik aja duluan. Lo yang kasih ini makanan ya!"

"Eh, gak bisa gitu. Gak mau tahu, lo harus ikut ke dalem buat kasih itu makanan." Riko menghadap ke belakang, menyipitkan kedua matanya. "Kasian suami lo semalam susah tidur. Mondar-mandir ngiterin sofa tengah tempat lo tidur gara-gara mau minta jatah tapi lo masih marah."

"Hush!" Sana menepuk pundak Riko dengan kencang. Ia tersipu malu saat mendengar supir mobil ojek online ikut menertawakan dirinya. "Apa-apaan sih lo kalau ngomong!"

Once Upon A SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang