Sana kembali dari Bandung dengan perasaan yang lebih baik. Sedikitnya, ia bisa lebih mengendalikan emosinya saat mendengar atau melihat berita tentang Abimanyu dan Tatiana yang semakin merajalela.
Gea ikut pulang ke rumah Sana. Perempuan itu kehilangan kunci apartemennya, dan pihak apartemen baru bisa memberikan kunci baru selepas ashar nanti. Karena perutnya sedang tidak begitu baik akibat terlalu banyak mengonsumsi makanan pedas selama di Bandung, Gea mengurungkan niatnya untuk nongkrong di kafe langganan dan menumpang menunggu di rumah Sana.
"Ada makanan gak nih?" tanya Gea saat sedang berjalan menuju kulkas. Dibukanya lemari pendingin itu, dan seketika ia mendesah kecewa. "Cuma ada bawang bombay yang udah dipotong setengah. Really?"
"Gue belum belanja, Cuy," ujar Sana, usai meletakkan koper dan barang-barang lainnya yang ia bawa dari Bandung di kamar. "Kita delivery aja."
"Titip Riko aja. Dia bentar lagi mau ke sini, ada yang ketinggalan katanya." Gea menunjukkan layar HP-nya di depan wajah Sana.
Sana mengangguk-angguk. "Yaudah, deket sini ada bakso sumsum enak. Riko tahu tempatnya. Gue titip itu aja."
Gea pun mengetikkan pesanan Sana di chat room-nya dengan Riko. "Udah di-oke-in sama Riko. Gue numpang tiduran ya di situ." Gea menunjuk sofa ruang tengah. "Sambil nonton TV gimana? Lo udah oke-oke aja kan?"
Sana mengangguk. "Santai aja."
Setelah menghabiskan dua botol 1,5 liter air putih untuk menahan lapar, dan menonton dua episode drama Korea di HP-nya. Sana menyambut kedatangan Riko yang membawakan makanan untuknya dan Gea dengan mata berbinar.
"Pahlawan gue!" seru Sana, merampas bungkusan plastik berisi dua porsi bakso sumsum ditambah satu bungkus nasi putih. "Gak pake daun bawang, kan?" tanya Sana pada Riko.
"Udah, Bos. Udah hapal banget gue sama demenannya lo." Riko masuk ke kamar tamu yang biasa ia tinggali, kemudian keluar sambil menenteng tas kecil berwarna hitam yang biasa Riko gunakan untuk membawa makanan ringan dan obat-obatan.
"Itu yang ketinggalan?" tanya Sana, seraya menyerahkan kunci mobil yang semula diletakkan Riko di meja makan.
"Suami lo, kumat pusingnya. Di suruh pulang gak mau, katanya biar cepet kelar ambil adegannya."
Sana menghentikan gerakan menyuap potongan bakso yang baru saja ia pindahkan dari bungkus plastik ke mangkuk. "Terus sekarang dia masih di lokasi kalau gitu? Emang syutingnya sampai jam berapa?"
"Yah, jam tujuh malam kira-kira. Udah, lo istirahat aja di sini. Terakhir gue liat, dia lagi tiduran bentar sambil nunggu gue ambilin obat pusingnya."
Sana menggelengkan kepala. "Gak ah. Gue ikut. Bilang aja lo gak sengaja ketemu gue di jalan, dan gue emang lagi mau nyambangin lokasi." Kemudian perempuan itu berpaling kepada Gea yang sedang asyik menonton TV sambil berbaring miring di sofa. "Lo sendirian dulu gak apa-apa, kan?"
Gea mengacungkan jempolnya ke udara sambil berkata, "No problem."
***
Abimanyu perlahan membuka kedua matanya, saat merasakan sesuatu yang dingin dan basah menempel di keningnya. Wajah Tatiana yang sedang tersenyum adalah hal pertama yang ia lihat. Tangan perempuan itu terulur memegangi sesuatu yang menempel di keningnya. Ternyata, Tatiana tengah mengompres kepala Abimanyu menggunakan saputangan handuk yang dibasahi.
"Biasanya, pusing tiba-tiba kayak kamu gini ... itu karena suhu panas yang gak seimbang. Kalau lagi di rumah, aku bakalan langsung mandi dan basahin kepala aku. Karena kamu lagi di lokasi syuting, aku gak bakalan kasih saran ke kamu supaya mandi dan basahin kepala." Tatiana terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon A Secret
RomanceSana Mahira, 27 tahun, seorang penulis novel terkenal. Baru saja menerima tawaran untuk memfilmkan novel pertamanya. Tapi, impian yang akan segera menjadi nyata itu malah menjadi awal masalah rumah tangga Sana dengan Abimanyu Kendrata--suami yang d...